Part 1 | Pagi yang buruk

36 5 0
                                    

Kriinggggg

Suara berisik dari jam weker itu menggema di ruangan. Seorang gadis yang berada diatas tempat tidur bergerak pelan dan mengulurkan tangannya kearah nakas tempat jam weker itu berada. Tangannya menekan tombol untuk mematikan bunyi berisik dari jam weker yang telah membangunkannya di pagi hari itu. Dengan setengah sadar, ia meregangkan tubuhnya sambil sesekali menguap. Diliriknya jam dinding yang ada di seberang tempat tidur menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit.

"Mimpi itu lagi." Gumamnya.

Gadis itu menyibak selimutnya, memakai sandal rumahnya dan berjalan menuju kamar mandi untuk menjalankan ritual paginya. Beberapa menit kemudian, ia keluar dari kamar mandi dengan bathrobe berwarna putih. Kedua kakinya terus berjalan menuju lemari dan mengambil seragam sekolahnya.

"Non Tara, sudah bangun belum?" Suara dari luar diiringi ketukan pintu membuat gadis itu menoleh.

"Sudah bi." Jawabnya. Perkenalkan, Utara Fedelia Putri. Gadis cantik dengan rambut sepunggung, bibir merah alami, alis rapi dan hidung mancung.

Tara menyisir rambutnya dan mengikatnya menjadi kuncir kuda. Setelah itu ia memoles lipbalm di bibirnya dan sedikit bedak tabur di wajahnya. Merasa tampilannya sudah sempurna, Tara mengambil tas ransel berwarna abu-abu miliknya dan berjalan keluar kamar.

Sepi. Itulah yang Tara dapatkan ketika ia keluar dari kamarnya. Seperti tidak ada kehidupan di rumah ini. Helaan nafas terdengar dari bibirnya. Tara berjalan terus menuju meja makan. Disana, Bi Surti sedang menyiapkan sarapan untuknya. Hanya Bi Surti lah yang membuat rumahnya sedikit hidup. Sejak perceraian orang tuanya dua tahun yang lalu, Tara pindah dari Bandung dan tinggal bersama ayahnya di Jakarta. Sedangkan ibunya menetap di Bandung bersama neneknya. Ayahnya merupakan seorang pemilik perusahaan elektronik, jadi jangan heran kenapa rumahnya besar sekali meskipun tampak sepi karena hanya dihuni empat orang.

"Masak apa bi?" Tanya Tara meletakkan tasnya diatas meja lalu duduk di kursi.

"Nasi goreng non." Kata Bi Surti membawa sepiring penuh nasi goreng untuk Tara.

"Papa mana bi?" Meskipun sudah tau ayahnya dimana, Tara tetap menanyakannya. Sudah jelas ayahnya akan selalu berangkat pagi-pagi sekali dan pulang larut malam untuk mengurus perusahaannya itu. Bahkan beberapa kali ayahnya itu pergi untuk perjalanan bisnis ke kota atau negara lain tanpa memberitahunya.

"Tuan sudah pergi sejak tadi non." Tepat sekali jawabannya seperti yang ada dipikiran Tara.

Tara memakan sarapannya dengan tak selera. Bagaimana pun juga ia harus menghormati Bi Surti yang sudah repot-repot mau memasak sarapan untuknya.

Setelah menghabiskan sepiring nasi goreng, Tara meneguk habis susu yang dibuatkan Bi Surti. Perutnya sudah terisi dan ia pun berdiri sambil membawa tasnya.

"Tara pergi sekolah dulu ya bi.. Tara titip rumah. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam. Hati-hati non Tara."

Tara melenggang pergi setelah mendengar jawaban dari Bi Surti. Di luar rumah, sebuah mobil mewah berwarna hitam sudah menunggunya. Tara memasuki mobil itu.

"Jalan pak." Kata Tara saat sudah berada di dalam mobil.

Beginilah keseharian Tara, semua tampak monoton sekali. Hanya Pak Joko dan Bi Surti lah yang menemani hidupnya selama ini. Bahkan dari kecil, orang tua nya itu tidak selalu ada untuknya. Keduanya memiliki kesibukan masing-masing yang lebih penting dibanding mengurus anak mereka.

Tara kembali melamun, mengingat kejadian dua tahun lalu dimana orang yang dicintai dan dipercayainya malah berbalik mengkhianatinya. Dulu, orang itulah yang selalu mengisi hari-hari Tara yang suram. Menghiburnya ketika sedih, membuatnya tertawa, dan menemaninya ketika ia kesepian. Namun, semua tidak berjalan seperti yang diinginkan.

SELATARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang