Adora

408 45 11
                                    

4 tahun kemudian.

Seorang pemuda yang sangat manis mengenakan mantel krem, menarik perhatian semua orang yang dilaluinya. Pemuda dengan surai hitam dan senyuman yang terukir di bibir merahnya itu terlihat sangat tampan juga cantik dalam waktu yang bersamaan dan bisa mengalihkan pandangan siapa pun yang melihatnya.

Daun ginko kuning berserakan di jalan akibat tiupan angin yang membuatnya jatuh berguguran. Daun ginko yang ada di mobil sedan merah bahkan ikut terjatuh saat pemuda itu melewatinya. Daun-daun ginko yang tersangkut di kipas kaca mobil pun berjatuhan saat pemuda itu melintas. Setelah merapikan rambut yang agak berantakan karena tertiup angin, pemuda dengan citra kosmopolitan itu kemudian naik ke mobil.

Jihoon pergi menuju tempat les membuat roti dan kue. Belum lama ini ia mulai mengajar di tempat itu. Seorang senior yang belajar bersamanya pada pendidikan memasak di New York, kembali lebih dulu ke Korea dan mendirikan sebuah tempat les membuat roti dan kue. Saat seniornya itu tahu bahwa Jihoon sudah kembali ke Korea, ia meminta Jihoon mengajar dua kali dalam seminggu. Jihoon merasa kalau itu bukan hal yang perlu ditolak, maka ia pun menerimanya.

Tidak seperti biasanya, hari ini pelajaran selesai lebih cepat. Jihoon dan seniornya itu menikmati segelas teh sambil berbincang-bincang lebih lama dari biasanya.

Seniornya menggenggam tangan Jihoon dengan sangat erat.

"Jihoon-ah, kau tidak punya kekasih, kan?"

Seniornya itu berusaha untuk berbicara dengan hati-hati sambil melihat ekspresi Jihoon.

"Ya, aku juga tak berniat memiliki kekasih." Jihoon menjawab seperlunya.

"Kenapa begitu? Banyak orang yang sangat menyukaimu. Kau tahu Nyonya Kim, kan? Sepertinya dia sangat menyukaimu. Nyonya Kim memiliki dua anak pria dan dua-duanya belum menikah." Rupanya seniornya ingin menjodohkan Jihoon.

"Lalu apa hubungannya denganku? Jika tak ada yang perlu dibicarakan lagi, aku permisi." Jihoon beranjak dari tempat duduknya. Tapi, dengan lembut seniornya itu menggenggam tangan Jihoon dan kembali meminta Jihoon duduk lagi. Suaranya terdengar begitu terdesak.

"Jihoon-ah, tunggu sebentar. Dengarkan dulu ucapanku sampai selesai. Aku tak bermaksud memaksamu, tapi Nyonya Kim adalah orang yang sudah banyak membantuku saat membuka tempat les. Separuh dari siswa kelasku juga hasil dari bantuannya. Tidak bisakah kau membalasku denga membantuku sekali ini saja?" Seniornya sudah mulai terdengar putus asa.

"Kau bisa datang sebagai formalitas, sekadar meminum teh saja bisa, kan?"

"Apa aku boleh berlaku sesukaku terhadap pria itu?" Jihoon bertanya sekenanya.

"Ten...tentu saja. Kau hanya perlu menunjukkan wajahmu saja, itu sudah cukup."

"Aku akan memikirkannya. Tetapi hanya sekali ini saja. Permohonan seperti ini."

"Baiklah, terima kasih. Aku takkan memintamu melakukan hal yang menyulitkanmu lagi."

Senior Jihoon adalah orang yang banyak memberikan bantuan saat ia tinggal di luar negeri untuk mengikuti pendidikan memasak. Jihoon ingin membantu membalas semua kebaikan yang dulu ia terima, tapi ia merasa tak perlu langsung menyetujuinya. Karena sebagian hatinya merasa berat.

Jihoon yang sudah berada di dalam mobil itu berpikir keras sambil menaikkan kecepatan laju mobilnya. la membuka jendela mobil dan membiarkan angin dingin musim gugur masuk ke mobilnya. Jihoon menyapu rambut pendeknya yang berterbangan ke belakang daun telinga. la sedikit mengangkat bahu karena merasakan angin yang menerpa leher bagian belakangnya.

Sepertinya ia terkena flu sehingga mudah sekali merasa kedinginan. Musim gugur di Korea terasa sangat singkat dan sepertinya musim dingin akan segera datang. Setiap waktu pergantian antara musim gugur dan musim dingin, tubuh Jihoon selalu terasa sangat lelah. la berpikir untuk ingin segera meminum teh herbal dan menghapus semua pembicaraan bersama seniornya itu.

Ain't Me (NielWink)Where stories live. Discover now