Garneta

484 51 2
                                    


Daniel mempersiapkan diri untuk berangkat kerja. Jihoon masih berada di tempat tidur, sesekali mengintip-intip dan mencuri pandang ke arah Daniel seperti kucing. Daniel mengenakan setelan putih yang menyilaukan mata. Kemeja putih dengan garis-garis tipis dan dasi biru tua yang membuatnya terlihat sempurna ke mana pun ia pergi.

Melihat penampilan Daniel, Jihoon tak bisa memalingkan pandangan. Benar-benar membuat orang yang melihatnya terpesona.

Daniel menaikkan salah satu alis sambil memberikan senyuman pada Jihoon.

"Bagaimana, kau sudah merasa baikan?" Daniel menanyakan keadan Jihoon.

Suara Daniel terdengar sangat merdu di telinga Jihoon. Jihoon sudah menghabiskan malam bersama pria seperti itu dan apa yang terjadi di tempat tidurnya pun benar-benar tak bisa dipercaya. Jantungnya sampai berdebar kencang seperti akan meledak.

"Apa kau masih demam?" Daniel mengulurkan tangan dan menyentuh dahi Jihoon. Jihoon menggeleng sambil mengatakan tidak.

"Tidak."

Tangan Daniel yang degan lembut menyentuh keningnya, lalu menyentuh pipi, telinga, dan juga poninya. Jihoon menutup mata merasakan sentuhan pria itu. Saat tangan Daniel menyentuh pipinya, Jihoon mencium telapak tangan Daniel. Tangannya terasa segar dan lembut.

"Apa kau akan pergi sekarang?" Dengan wajah yang agak sedih Jihoon menatap Daniel lalu bertanya. Apakah setelah Daniel pergi, ia juga harus pergi bekerja ke buffet karena hari ini Jihoon tak lagi bisa absen.

"Begitulah." Daniel menatap wajah Jihoon yang mendongak. Tapi Jihoon yang tak mampu melihat sorot mata kuat pria itu pun langsung menunduk.

"Sebenarnya, kakiku ini juga belum mau melangkah pergi. Bagaimana ini?" Dengan suara yang terdengar agak kecewa, Daniel berbicara pada Jihoon kemudian mencium punggung tangan pemuda manis di hadapannya itu.

"Jihoon -ah, cobalah tahan aku. Kau bisa coba menggodaku. Hm?"

"Jangan berikan aku permohonan sulit seperti itu." Jihoon merajuk.

"Haha, apa itu sulit? Entah kapan kau akan tumbuh dewasa."

Sejak pagi sudah mulai mengatakan hal yang membuat panas, Daniel memang seperti sudah menumpahkan feromon di tubuhnya.

Jihoon menatap pria itu dengan wajah ceria. Perlahan-lahan Daniel mendekati wajahnya dan dengan sekejap tubuh pria itu ada di atas tubuh Jihoon dengan kedua tangan menahan tubuh. Daniel kembali menatap Jihoon.

"Aku ingin melahapmu. Semuanya." Daniel menaikkan selimut ke tubuh Jihoon. Setiap melihat mata Jihoon selalu merasa senang seperti melihat bunga yang bermekaran.

Daniel menggerakkan kepala ke bawah dan bibirnya mencium leher putih Jihoon.

"Akh!"

"Kau sangat manis." Daniel kembali menggerakkan kepala ke bawah dan kini menyentuh bagian leher dengan lidah.

"Ahhh.. ja....jangan lakukan itu."

"Kau membuatku gila." Suasana kamar itu membuat Daniel menjadi lebih bergairah.

"Mungkin aku memang sudah gila. Park Jihoon." Daniel mengulurkan tangan dang mengelus-elus surai Jihoon.

Pria itu mencium Jihoon yang menunjukkan wajah penuh keceriaan. Tubuh Jihoon langsung merasakan sesuatu yang aneh saat menerima ciuman dari pria itu.

Perasaan Daniel yang kuat itu terlihat saat menatap Jihoon.

"Aku tidak boleh melakukan ini pada orang sakit sepertimu, tapi kau sudah mendorongku untuk melakukannya. Apa yang bisa kulakukan? Bagaimana ini? Kau ingin sekali melihat kegilaanku, kan? Katakanlah. Ya, kan?" Mata Daniel berkilauan. Sorot matanya itu menyimpan gairah yang besar. Pria itu mulai mendekati Jihoon, dan kembali mencium bagian leher pemuda itu.

Ain't Me (NielWink)Where stories live. Discover now