9| Seorang Target

11 6 2
                                        

9|Seorang Target

Pagi cerah, pagi yang indah. Awali semuanya dengan senyuman ceria dan penuh canda tawa. Lepaskan rasa penat di hari lalu. Mari sambut semangat baru yang menggebu-gebu.

"Uhuk!"
Andes tiba-tiba tersedak roti isi yang baru saja ia gigit dalam ukuran besar. Ia segera meneguk segelas air dan menelannya secara perlahan.

Segelas susu hangat dan roti isi memang sangat pas menemani paginya. Terlebih sudah ada janji yang membuat Andes benar-benar merasa sangat bersemangat pagi ini.

Jika beruntung akan ada hal besar yang bisa ia dapatkan. Dan jika tidak--entah apa yang akan terjadi padanya nanti.

Drrtt.

Ponsel miliknya tiba-tiba berdering di atas meja makan berukuran kecil. Ia segera meraih benda mipih itu dan menekan tombol hijau di layarnya.

"..."
"Dikit lagi Bang," ucapnya menjawab orang yang meneleponnya pagi ini.
"..."
"Iya-ya! Bawel amat dah!"

Panggilan terputus. Andes segera menghabiskan gigitan terakhirnya dengan terburu-buru. Tidak lupa ia juga meneguk susu hangat miliknya hingga belepotan di tepi bibirnya.

"Dasar! Bang Ardo gak nego-nego amat jadi orang!" Keluhnya membuka kunci pintu dengan tergesa-gesa.

Diluar Ardo telah menunggu Andes di depan halaman rumahnya sendiri. Ia berkacak pinggang geram sebab bocah itu lama sekali keluar dari persembunyiannya.

Padahal pagi-pagi buta mereka telah membicarakan hal yang penting. Jangan sampai rencana itu sampai gagal dilaksanakan. Karena Ardo sangat menunggu waktu yang sempat tertunda semalam.

"Yo Bang!" Seru Andes yang telah berdiri di halaman rumahnya. Ia melambai-lambaikan tangannya dengan senyuman yang mengembang.

"Gimana Bang?" Tanya Andes seraya berbisik.
"Udah di pantau tadi," bisik Ardo.
"Sudah yakin kan Bang?"
"Ehem! Pasti harus yakin,"
"Memangnya gak takut nih?" Ledek Andes. Kening Ardo berkerut tidak senang.

Nampaknya bocah yang ada di depannya ini sudah sangat yakin sekali dengan fakta yang belum pasti itu.

"Seharusnya aku yang mengatakan itu padamu, apa kau sudah yakin soal pendapatmu itu?" Balas Ardo tidak mau kalah.
"Hah! Bakalan kembung nih," kekeh Andes.

"Kempes tuh," lirik Ardo pada saku celana Andes. Ia pun refleks memegangi saku celananya itu.
"Siapa takut,"
"Kamu," ucap Ardo dengan tampang datar.
"Ck!" Decak Andes. Kadang ia berpikir siapa sebenarnya yang lebih muda di sini.

Kini kedua pasang mata itu tengah fokus menatap sebuah jendela kamar yang sedari tadi masih tertutup rapat. Nampaknya sang pemilik belum menunjukkan gerak-geriknya sama sekali.

Artinya sang target yang sudah di incar untuk waktu yang cukup lama masih berada di rumahnya. Mereka sudah tidak sabar untuk mendapatkan jawaban yang sebenarnya. Sangat-sangat tidak sabaran lagi.

Ceklek.

Zuno yang baru selangkah keluar dari dalam rumahnya terkejut saat melihat dua orang aneh berdiri seperti patung di halaman rumah Nohan. Mereka sama-sama menatap ke atas tanpa bergerak sedikitpun.

Dan yang lebih mengherankan lagi untuk apa kedua orang itu berdiri di sana? Menatap ke arah yang sama, berpegangan tangan dan saling menggenggam erat. Posisi berdiri mereka berdua juga sangat dekat.

Apa yang sedang mereka rencanakan?

"Pagi!" Seru Zuno dengan keras berdiri di balik pagar rumahnya.
Tapi tidak ada tanggapan apapun dari mereka berdua.

"Apa kurang keras ya aku memanggil mereka?" Gumam Zuno menggaruk pelipis mata kirinya.

Ia pun memilih untuk menyusul mereka ke halaman rumah Nohan. Mungkin saja kedua pikiran mereka tengah melayang-layang sekarang.

"Kalian sedang apa di sini?" Tanya Zuno ikut memperhatikan jendela kamar Nohan.
"Lagi menerawang target Bang," ucap Andes tanpa menoleh ke arah Zuno.
"Target?" Ucap Zuno membeo. Ia tidak tahu dengab target yang mereka maksudkan.

"Bang Nohan." Kali ini Ardo yang mengatakannya.
"Jadi kalian sekarang tengah menerawang Nohan?" Tanya Zuno dengan wajah polosnya. Kedua orang itu pun serentak bergerak dan berdecih bersamaan.

"Iya Bang, jadi kami sedang memperhatikan target pagi ini,"
"Karena kami sudah lelah menunggu sebuah jawaban yang akan menentukan nasib saku-saku kami Bang," rintih Andes menepuk-nepuk saku celananya.

"Kenapa kalian tidak meneleponnya?" Tanya Zuno yang sukses membuat kedua orang itu mengerutkan kening dalam.
"Kenapa?" Tanya Andes.
"Iya kenapa kami harus menelponnya? Bukankah Bang Nohan masih ada di dalam rumahnya?" Ucap Ardo menunjuk jendela kamar Nohan yang masih tertutup dengan indahnya.

Zuno terdiam. Lalu tangannya terangkat ke atas dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Setengah jam yang lalu Nohan sudah pergi dengan mobilnya," ucap Zuno hati-hati.

"Argh!!!"
"Apa?!!!"

Seru mereka berdua.

"Sia-sia sudah penantianku!"
"Kau pikir hanya kau saja,"
"Padahal aku sudah ada janji dengan gebetan loh Bang," ucap Andes frustrasi. Bagaimana kabarnya Yuna sekarang?

Sebenarnya mereka tidak ada janji sama sekali.

"Menyebalkan!" Cibir Ardo. Ia tahu jika dirinya itu jomblo jadi jangan sejujur itu dihadapannya.




Bersambung...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 29, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TETANGGAANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang