5|Pindahan

22 14 2
                                    

5|Pindahan

Jika sebelumnya kita pernah berpikir kapan perjalanan ini akan berakhir dan mencapai pada tahap ujung yang sangat di nantikan. Sekarang kita malah berpikir ingin memulai semuanya dari awal dan mencegah keinginan yang menyebalkan itu.

Kalau berpikir untuk berhenti begitu saja apa yang akan dilakukan selanjutnya? Mau rebahan sepanjang hari dan menanti datangnya serantang makanan dari Emak?

Jangan pernah berharap seperti itu. Siap-siap saja rotan panjang andalan mama Bos mendarat di pantat kekar dan mengecupkan bekas hangat yang menyakitkan.

Mending di kecup sama janda seksi daripada rotan legendaris yang tidak pernah tergantikan itu.

Baiklah--sebagian pembukaan untuk Zuno yang sedang menerawang jauh masa depannya yang masih blur. Ia baru saja di ceramahi mama Bos melalui sambungan telepon beberapa menit yang lalu.

"Pindah-pindah mulu tuh badan, kapan pindahin anak gadis orang ke rumah coba," itu sindiran menohok dari Emak alias mama Bos.

Dulu Emak menyuruhnya untuk mencari pekerjaan tetap supaya tidak menjadi pengangguran berkarat di rumah. Namun, setelah ia sudah jatuh cinta dengan pekerjaannya sekarang ia malah di suruh bawa anak gadis orang buat di nikahi. Itu sama artinya menyuruh Zuno untuk diam di rumah melihat bidadari cantik mondar-mandir setiap hari di hadapannya.

Emak mana mungkin mau mengizinkan Zuno untuk terbang bebas seperti burung merpati. Kalau sudah punya ekor yang lebih panjang jangan pernah ditinggal di rumah nanti malah di pasangin sama jantan yang lainnya. Kan jadi susah tuh.

Tapi, Zuno benar-benar belum siap untuk memperpanjang ekor miliknya. Ia masih ingin bebas terbang ke sana kemari tanpa beban sedikitpun. Lagi pula ia kan laki-laki kenapa harus dipermasalahkan jika ia terlambat untuk menikah?

"Itu menurutmu, tapikan ibu juga ingin punya cucu dari sang bocah bebas ini secepat mungkin," Abraham.

Zuno baru sadar ada kakaknya di rumahnya saat ini. Abraham baru saja sampai beberapa menit setelah Emak menelepon Zuno dan menceramahinya.

"Dua hari lagi aku akan pindah ke rumah yang beberapa bulan yang lalu sudah kubeli," Zuno bangkit dari rebahannya dan menatap sekitar tempat tidurnya yang berantakkan dengan kertas-kertas coretan, cat-cat kaleng hingga rautan pensil.

"Kapan terakhir kali kau membersihkan tempat seperti penampungan sampah ini?" tidak Emaknya, Abraham pun malah juga ikut menyindir dirinya kali ini. Kebetulan Zuno sudah cukup kebal dengan beberapa sindiran yang sering dilontarkan orang-orang untuknya.

"Terimakasih atas pujiannya," Zuno menyeringai dan kembali rebahan di kasur.

"Hubungi saja aku jika kau sudah siap untuk pindah kali ini, tapi tunggu sampai berapa lama kau ada di tempat itu?"

"Aku tidak tahu pasti, jika pekerjaanku telah selesai aku akan kembali ke rumah--"

"Dan menikah," gelak Abraham menyambung kalimat Zuno seenaknya.

"Sekarepmu lah," Abraham malah makin ngakak melihat Zuno hanya bisa pasrah.

Abraham kembali pulang ke rumahnya setelah menunaikan keinginannya mengganggu Zuno. Membuat pria itu sedikit kesal sudah menjadi hobinya sekarang.

"Aku harus memulainya darimana?"

Zuno menatap kesekeliling kamarnya yang tidak perlu di jelaskan lagi bagaimana bentuk kamarnya sekarang ini. Padahal ia sudah sering pergi ke sana sini hingga tidak terhitung lagi berapa tempat yang telah ia datangi. Tapi tetap saja ia selalu merasa bingung jika harus menentukan barang apa dan keperluan yang bagaimana harus ia siapkan.

"Kalau kamu punya istri pasti semuanya bakalan sudah beres," lah tiba-tiba bayangan Emak muncul di hadapannya.

"Hah, kurasa aku perlu tidur sebentar sekarang," lagi-lagi pria itu malah rebahan di kasur. Katanya mau tidur tapi matanya masih menatap nyalang ke langit-langit kamar yang di lukis dengan pemandangan luar angkasa penuh bintang persis seperti di luar atap rumah ini.

***

Tiba hari kepindahan Zuno untuk ke rumah barunya. Ia sudah sejak pagi tadi mengemas barang-barang yang akan ia bawa dan siang menjelang sore ini ia akan segera berangkat. Tidak banyak yang ia bawa--hanya beberapa peralatan lukisnya saja yang memenuhi bagasi mobil-- dan koper kecil.

"Ah, iya aku akan berangkat sebentar lagi, alamatnya akan aku kirim--baiklah,"

Zuno memeriksa kembali barang-barang yang akan ia bawa setelah menutup panggilan telepon dari Abraham. Kakaknya itu hanya ingin tahu apakah Zuno telah berangkat atau belum saja. Selebihnya ia tidak akan banyak tanya.

Ia masuk ke dalam mobil dan duduk dibelakang kemudi. Beberapa saat setelah itu mobil melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan yang ramai lancar di kota Jakarta.

Perjalanan yang ia tempuh cukup menyita waktu dan tenaga. Jarak tempuh yang jauh membuat Zuno beberapa kali menguap menahan kantuknya.

Ia berhenti di sebuah minimarket untuk membeli kopi dan sekantong permen untuk menjadi cemilannya saat di mobil nanti. Sebenarnya persediaan permen di dalam mobil Zuno itu harusnya masih ada tapi entah kenapa ia lupa kalau belum membeli permen sama sekali dua hari ini.

Efek kelamaan sendiri yang semakin parah tampaknya.

"Ah, sial! Apes bet dah hari ini, di cuekin gebetan, di palakin pak kumis, terus tambahan tugas dadakan yang entah kapankan berakhir,"

Zuno yang sedang ikut berdiri mengantri di depan kasir tidak sengaja mendengar ocehan dari seorang pemuda yang baru saja ikut mengantri dibelakangnya. Suaranya cukup bisa terdengar oleh orang-orang yang kebetulan barada di dalam minimarket ini.

Setelah membayar belanjaan miliknya Zuno keluar dari dalam minimarket. Namun, tiba-tiba terkejut saat tidak sengaja bertatapan dengan orang aneh. Lingkaran mata pandanya sungguh membuat orang merinding melihatnya.

"Mungkin di hidup ini hanya ada dua yang bisa kulakukan, hidup dan terus hidup," ucap orang itu berbicara sendiri saat akan masuk ke dalam minimarket dan melewati Zuno yang seolah tidak ada di depannya. Sepertinya orang itu mulai pasrah dengan kehidupannya yang seolah tidak selalu berpihak padanya.

Entah ia yang salah makan atau memang orang-orang yang tidak sengaja ia temui hari ini pada aneh semuanya. Semoga ia tidak akan bertemu dengan orang yang lebih aneh lagi dari mereka berdua.

Zuno berharap orang yang akan menjadi tetangganya nanti tidak seperti orang-orang aneh itu.

Mata kiri Zuno berkedut-kedut sesaat ia sampai di rumah barunya yang berada di perumahan Jalan Kenangan.

Sebelumnya...

Zuno sampai di sebuah perumahan yang cukup elit yang berada di Jakarta. Rumah itu sudah beberapa bulan yang lalu ia beli dengan hasil keringatnya sendiri. Ia menatap bangga pada penampakan rumah yang seolah sudah berteriak untuk memintanya memodifikasi dengan segera.

Namun, belum sampai ia menginjakan kaki di teras rumahnya datang sebuah mobil hitam yang membuat atensi Zuno tertarik untuk melihatnya. Seorang pria keluar dari dalam mobil itu. Ia ternyata penempat rumah dengan nomor 126 tepat bersebelahan dengan rumahnya.

Tentu sebagai tetangga baru yang baik dan tidak sombong serta rajin menabung juga calon suami idaman para gadis dan janda muda. Zuno pun menyapa dengan ramah pada pria itu. Ia melambaikan tangannya dan tersenyum lebar padanya.

Biasanya jika kita bersikap ramah pasti orang yang kita ramahi itu akan membalas dengan sama baiknya. Namun sayangnya, hari ini itu semua sama sekali tidak berlaku bagi seorang Zuno. Pria tampan nan tanpa ekspresi itu malah mengacuhkannya dan memilih masuk ke dalam rumahnya.

"Jadi--tidak ada say hello untuk tetangga baru ini?" ucapnya kesal dan juga memilih masuk ke dalam rumahnya sendiri.

Jangan lupa tinggalkan jejak yak
Vote and comment
Follow my akun WP and i will Follback you all
Thank you
:)

TETANGGAANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang