8|Darurat Deadline
"Argh!! Aku lupa jika malam besok deadline!!!" seru Ardo.
"Sudah dulu pertemuan kita, sampai jumpa!"Ardo menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. Napasnya sudah mencapai batas maksimum. Ia terlalu lelah bolak-balik berlari dari halaman rumah Nohan menuju rumahnya.
Kenapa hari ini tidak ada satu pun keinginannya yang berjalan dengan baik? Di tolak oleh perusahaan besar padahal menurut Ardo sudah sangat cocok untuk jiwa pekerja keras seperti dirinya.
Terus ukhti cantik yang menolak dirinya padahal belum mengatakan apa-apa. Kan jadi malu jiwa kejombloan Ardo. Harus di sembunyikan kemana wajah tampannya ini.
Drtt drtt drtt.
Ponsel di atas meja berdering membuat Ardo yang setengah mengantuk mengansurkan tangannya ke arah meja. Ia memicingkan mata untuk melihat siapa pelaku yang menelponnya malam-malam begini.
Tidak tahu apa Ardo baru saja akan melelapkan matanya. Agar besok pagi Ardo tak melihat kantung matanya yang semakin menghitam.
"Apa yang telah kau lakukan seharian ini!?" Ardo segera menjauhkan ponsel miliknya saat suara di seberang sana berteriak keras padanya.
"Kau ingin membuat telingaku tuli?" ringis Ardo.
"Bukan urusanku, besok malam deadline jadi kau--harus mengirimkannya malam ini padaku!!"Tut.
Si penelpon langsung mematikan telponnya setelah membuat Ardo menahan napasnya karena terkejut.
"Kapan wanita itu akan bersikap lembut padaku?"
Ardo melangkah dengan lemas menuju dapur. Hal yang sering ia lakukan setelah sang editor menelponnya dengan ganas. Ia mengambil gelas di pantry dan mengisi gelas kosong itu dengan air yang ada di dalam dispenser.Gluk gluk gluk.
Seketika bagian dalam tubuhnya merasakan dingin dan segar dalam bersamaan. Ia merasa sudah lebih baik dari yang tadi. Matanya kembali terbuka lebar dan bersiap naik ke atas menuju ruang rahasianya.
Ardo melangkah dengan mantap sampai suara hentakkan kakinya menggema di dalam rumah. Dan beberapa detik kemudian tubuhnya tiba-tiba luruh ke bawah.
"Seperti inilah malam jomblo yang harus kulalui setiap waktunya," rintih Ardo.
Pergi kemana semangatnya tadi?
"Argh! Lebih mengerikan lagi jika aku mendengar suara nenek lampir itu," Ardo berngedik ngeri membayangkan wajah marah sang editor. Tidak ingin membuang-buang waktu Ardo memacu langkah kakinya. Sesampainya di depan pintu ia membuka pintu dengan kuat.
Brakk!
Sepertinya suara bantingan pintu itu bisa terdengar dengan jelas oleh tetangga sebelah.
"Bunyi apa itu tadi?" tanya Zuno.
"Dia kembali menggila," gumam Nohan kembali memfokuskan diri pada pekerjaannya.
"Widihh, bang Ardo akan berperang malam ini," kekeh Andes yang sedang bersantai dengan laptop miliknya.
Kriet.
Di dalam ruangan gelap ini baru saja terdengar suara kursi yang di tarik keluar. Lalu kursi itu sedikit tertekan ke bawah saat seseorang mendudukkinya. Tak lama suara aneh lainnya mulai ikut terdengar. Bunyinya berdesis tidak seperti suara ular. Detik selanjutnya suara pesawat kecil juga ikut terdengar dalam ruangan gelap ini.
Dan sekelebat bayangan putih terlihat melintas dengan cepat di dalam ruangan. Matanya mengeluarkan cahaya putih yang menyilaukan. Sangat silau saat lampu di dalam ruangan dinyalakan oleh Ardo.
"Ah, aku lupa dimana letak saklarnya," kekehnya sendiri.
Padahal beberapa menit yang lalu ia seperti berada di dalam ruangan berhantu.
Dunia lain imajinasi Ardo...
Suasana yang mencekam membuat bulu kuduk merinding. Hawa dingin yang menyergap masuk ke dalam sela-sela baju yang tipis. Ia mengeratkan pelukannya di tubuhnya sendiri. Hanya sendirian di dalam ruangan yang kosong penuh dengan sampah dan bangkai tikus yang ia jadikan makanannya sendiri.
Memakannya tanpa harus memasak daging tikus itu. Darahnya adalah minuman yang segar langsung dari sumber aslinya. Kepala tikus yang tidak ia makan akan dijadikan suvenir kenang-kenangan di dalam ruangan tersebut.
Sesekali ia cegukkan, berkedip, terbatuk-batuk, menguap, mengusap, menjilat, menelan, mengunyah dan menguliti hingga semua bulu tikus itu menipis. Hanya menyisakan kulit tipis yang rapuh.
Brak.
Suara pintu yang didobrak dari luar tidak mengejutkannya dari ritual makan malam. Seorang wanita cantik dengan pedang panjang dikedua tangannya. Suara giginya bergemeletuk menahan amarah yang sudah memuncak sampai ke ubun-ubun. Matanya merah menyala menatap pemandangan yang ia tangkap. Lalu menebas bagian dinding kayu yang sudah ringkih. Dan ambruklah seketika bagian yang rapuh itu. Seketika ruangan persegi itu berlubang sangat besar.
"Sudah cukup! Sampai kapan kau akan menyia-nyiakan hidupmu hanya untuk seekor tikus mati?!!" ucap wanita itu geram.
"Tenanglah Serim, kau tidak perlu merasa khawatir padaku, aku hanya merasa kehausan,"
Wanita yang bernama Serim itu mengeratkan genggaman tangannya."Shino!" bentaknya.
Laki-laki itu menoleh dan tertawa seperti orang yang kesurupan.Kembali pada dunia nyata...
Ardo mengusap keringat dikeningnya dengan telapak tangan. Membayangkannya saja ia juga ikut merasa ketakutan. Masih banyak yang harus ia lakukan sebelum dikirim ke sang editor galak itu.
Tidak cukup dengan hanya beberapa panel saja. Lagi pula ia juga tidak ingin membuat para pembaca menjadi kecewa. Ia harus membuat sebuah cerita yang menegangkan dan juga sulit di tebak.Ardo, benar sekali ia seorang komikus. Sudah dua tahun ia menekuni kegemarannya ini. Menjadikan seorang Ardo yang sering begadang hingga lupa waktu dan selalu diburu oleh deadline yang menyiksa jasmaninya.
Terlebih jika sang editor selalu memburunya jika terlambat mengirimkan karyanya itu.***
Tik tok tik...Dentingan jam dinding menemani malam sunyi Ardo. Ia masih terus berkutat di depan layar monitor dan beberapa peralatan kerjanya. Jika haus, ia sudah menyiapkan air minum. Saat lapar, mudah saja. Ardo selalu siap siaga demi perutnya.
Seperti kata pepatah yang diciptakan oleh Ardo sendiri.
"No eat, no energy!""Huooaammhh!!"
Ardo melirik jam dinding miliknya. Sudah pukul setengah tiga jadi wajar saja matanya sudah sangat berat. Dan dari tadi ia juga selalu menguap. Jika ia paksakan untuk terus mengerjakan beberapa panel lagi. Bisa dipastikan Ardo akan sulit bangun paginya dan akan terbangun saat sudah tengah hari. Itupun jika perutnya merasa kelaparan.Ting!
Ardo melirik ponsel miliknya yang baru saja berbunyi. Sepertinya ada sebuah pesan baru yang Ardo terima dari seseorang. Dalam hati Ardo berdoa semoga bukan sang editor itu yang memburunya dengan pesan pagi ini. Semoga saja.
Editor gualak! : Aku ada disampingmu sekarang!
Refleks Ardo menoleh ke sampingnya dengan cepat setelah membaca pesan singkat yang membuat bulu kuduk Ardo merinding disco. Suasana yang awalnya sudah sunyi dan sedikit mencekam tiba-tiba terasa sangat mengerikan.
Bahkan sekarang Ardo tengah membayang-bayangkan jika sosok sang editor memang sedang mengawasinya sekarang.
"Arghhhh!!!! Terserahhhh!!!" Pekik Ardo lari terbirit-birit keluar dari ruangan kerjanya.
Ck! Dasar penakut.
Bersambung....
![](https://img.wattpad.com/cover/220520146-288-k354118.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
TETANGGAAN
FanfictionBagaimana jadinya saat kehidupan yang normal mendadak berubah saat diberlakukannya Social Distancing hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar?? Mahasiswa yang suka sekali travelling terpaksa harus travelling keliling rumah. 'Andes. Si penggangguran...