2|Gagal Ngumpul Tugas

57 13 2
                                    

2|Gagal Ngumpul Tugas

Andes mengendarai sepedanya menuju kampus melewati jalan tikus Perumahan Kenangan. Mengambil jalan pintas agar lebih cepat sampai di kampus Suka Sukses. Salah satu Universitas termuka di Indonesia.

"Pagi, Nek!"

"Pagi juga Andes,"

Si nenek yang akan menjemur pakaian meminta Andes untuk mampir sebentar di rumahnya. Ia masuk ke dalam untuk mengambil sesuatu dan keluar dengan menenteng kantong plastik kecil.

"Ini ada nasi sama lauknya untuk Andes,"

Dengan mata berbinar penuh bintang-bintang bersinar Andes menerima pemberian itu tanpa sungkan.

Mottonya 'mubazir nolak rezeki'. Mantul betulkan.

"Alhamdulillah, terimakasih banyak ya Nek. Andes terima ya,"

"Iya, sama-sama. Tadi cucu Nenek kebanyakan masak,"

"Kirim salam buat cucu Nenek ya," Andes menggaruk tengkuknya malu-malu kucing.

Meongg.

"Kamu kan satu kampus dengan cucu Nenek, langsung aja," Nenek tertawa keras menampakkan giginya yang sudah tinggal beberapa buah lagi. Andes melihat ngeri penampakkan itu. Padahal ia sudah sering melihat nenek tertawa tapi akibat terlalu sering itu membuat ia merinding jika mengingatnya.

Setelah berpamitan dengan nenek, Andes kembali melanjutkan perjalanan penuh kenangan.

Beberapa menit lagi jam kuliahnya. Bukannya masuk ke dalam kelas setelah memarkirkan sepedanya Andes malah melimpir ke arah perpustakaan. Maksud hati ingin mencari seseorang 'katanya'.

Sssstt... Diam napa sih thor!

Yahh, si Andes marah. Wkwk.

"Kamu mau masuk ke dalam perpustakaan atau ingin mencuri di sini?" Andes berbalik dan menemukan apa yang sedang ia cari.

"Mau mencuri hati kamu," Andes membuat ngombalan tanpa sadar dengan jari telunjuk dan jempol yang membentuk sebuah hati. Yang sedang trending-trending itu.

Yuna mendengkus dan pergi meninggalkan Andes yang masih bengong di depan pintu perpus.

Plak.

"Ah, bangsat!" kedua tangannya langsung membekap mulutnya. ia terkejut saat seseorang menepuk pundaknya dengan keras dan menghasilkan sebuah kata-kata mutiara pagi ini darinya. Padahal ia ingin menjaga image baiknya di hadapan Yuna.

"Wahh, wah. Anak nakal," yang menepuk pundak Andes barusan ternyata pak Kumis alias pak Kumis eh pak Mansur.

"Sini kamu ikut saya,"

"Argh! Sakit pak euy!!" pekik Andes dramatis telinganya di tarik Pak Kumis.

Dari depan perpustakaan hingga masuk ke dalam kantor Pak Kumis, telinga Andes tidak sekalipun di lepaskan. Andes menjadi tontonan mahasiswa lainnya. Terlebih saat mereka harus melewati koridor tempat nongkrong para pencari wifi gratis. Semua lensa kamera mengarah padanya. Siap-siap saja ia masuk koran dengan judul 'Ternyata Mahasiswaku membuat Masalah denganku yang Ternyata dia bukan Mahasiswaku'.

Panjangkaann judulnya. Udah mirip apa belum sama yang di siaran tivi ikan terbang itu? Hehe.

Pak Kumis kemudian melepaskan pegangan tangannya dari telinga Andes. Warna merah menyala muncul di sana. Hanya sebelah saja, lain halnya jika Andes yang sedang jatuh cinta tentu kedua daun telinganya akan memerah panas.

"Kamu itu ya bla bla bla bla..." cuitan dari Pak Kumis tidak terdengar di telinga Andes. Masuk telinga kiri mantul kembali. Ia hanya memikirkan apa tadi Yuna mendengar kata sakralnya itu dan apa sekarang Buk Mano sudah masuk ke dalam kelas.

"Sudah pak? Saya ada kelas, sudah telat," lagi-lagi Andes keceplosan. Ia menutup mulutnya dengan mata yang melebar tapi tak selebar pelototan mata Pak Kumis.

Tamat sudah, thor!

Baru juga mulai, Ndes. Wkwk.

"Kamu Bapak hukum, beliin Bapak nasi goreng ayam krispi sama lemon tea," semburan asap gelap keluar dari hidung Pak Kumis. Sudah mirip sama banteng. Bedanya tanduk bukan di kepala tapi di bawah hidung, di atas bibir.

"Duitnya mana Pak?" Andes mengarahkan tangannya persis seperti bocah SD minta jajan ke orangtuanya.

"Pakai duit kamu saja dulu, Bapak lupa ngambil uang tunai tadi di ATM," cengiran Pak Kumis bagaikan pelangi di tengah petir menyambar.

Gubrak!

"Yahh, si Bapak mah gitu," rengut Andes berjalan sempoyongan keluar dari dalam kantor. Baru juga merasakan senangnya mendapat bekal gratis masakkan crush. Eh! Tidak tahunya diperas Pak Kumis.

Sabar aje nih ati.

Andes berlari kencang keluar dari kantor Pak Kumis setelah memberikan pesanan yang membuat uang simpanannya tinggal seribu rupiah di kantung celana. Menuju kelas yang berada di lantai dua gedung S. Ia harus menaiki tangga yang luarbiasa banyaknya anak tangga.

"Ini pada kemana sih orangtuanya, ninggalin anak tangga banyak begini," setiap hari yang ia keluhkan saat menaiki anak tangga.

"Permisi boleh saya masuk?" Andes membuka pintu ruangan kelas dan menemukan Buk Mano yang duduk di kursi panas dengan warna bibir merah menyala.

Gila, makin panas nih.

Ia di persilahkan duduk di kursi--tepat di depan meja Buk Mano-- dengan keringat dingin yang mengucur deras di balik bajunya.

"Baiklah, cukup untuk hari ini. Bagi kalian yang tidak mengumpulkan tugas silahkan selesaikan tugas yang telah saya berikan tadi,"

Wadidaw!

Kedua mata Andes melotot sempurna. Baru juga pantatnya mendarat di atas kursi dan Buk Mano telah menyudahi perkuliahannya.

...

Bersambung...

TETANGGAANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang