6|Tetangga Baru

19 8 2
                                    

6|Tetangga Baru

Mungkin membeli minuman dingin akan membuat pikiran Andes yang memanas bisa sedikit sejuk. Rasanya seperti ada bara api yang berkobar-kobar di relung dadanya. Berapi tapi tak berasap--semu.

Jadi ia putuskan untuk pergi ke minimarket yang tidak jauh dari komplek perumahannya. Andes memarkirkan sepedanya di tempat parkiran khusus sepeda dengan tertib daripada harus mengalami nasib sial lain nantinya.

Ia masuk ke dalam minimarket yang kebetulan sedang banyak pengunjung. Pergi ke arah belakang khusus minuman dingin berada yang sekarang tengah memanggil-manggilnya untuk segera datang menghampiri.
Dengan senang hati Andes melangkahkan kakinya seringan dan seanggun mungkin.

Ada macam-macam jenis minuman di dalam kulkas. Andes menatap mereka satu persatu dan sesekali meneguk air ludahnya sendiri. Membayangkan betapa segarnya buliran demi buliran air itu mengalir deras dan membasahi tenggorokan Andes. Serasa dunia jadi miliknya seorang.

Andes pikir mungkin ia harus minum minuman yang sedikit berkualitas dan penuh rasa. Jadi mari kita tinggalkan dulu air mineral yang bening dan tanpa rasa itu.

Beberapa saat setelah itu...

"Ah, sial! Apes bet dah hari ini, di cuekin gebetan, di palakin pak kumis, terus tambahan tugas dadakan yang entah kapankan berakhir,"

Andes  terus menggerutu selama antrian menuju meja kasir. Ia baru sadar jika uang di dalam sakunya hanya tinggal seribu rupiah gara-gara pak kumis  menyuruhnya membelikan makanan dan itu menggunakan uangnya sendiri?!

Sial! Sial!

Contoh kesialan apalagi yang harus Andes dapatkan. Membayangkan ia bisa menikmati minuman berkualitas penuh rasa itu sudah cukup membuatnya merasa bahagia. Namun, saat kembali ke kenyataan rasanya sangat penyakitkan.

"Apa ini rasanya sakit itu?" ucap Andes meremas dada sebelah kirinya.
Entah sadar atau tidak tapi beberapa orang di dalam minimarket melirik ke arah Andes tak terkecuali orang dengan setelan baju santai yang berada di depannya. Dan sebuah ketidaksengajaan membuat Andes juga ikut melirik ke arah orang itu.

Dengan tampang polos plus mengesalkan milik Andes ia mengajak orang yang ada di depannya untuk berbicara.

"Pernah ngerasain patah hati gak?" ucapnya menghirup udara dengan sekali sentakkan.

"Atau sakit hati gitu di php-in terus sama dunia?" kali ini sebuah cairan bening sedikit keluar dari hidung Andes, lagi-lagi ia menariknya masuk ke dalam dengan cukup kuat.

"Maaf, saya harus pergi," ucap orang itu setelah membayar belanjaannya. Tanpa ia sadari ternyata sudah gilirannya untuk membayar minuman dingin yang baru saja ia ambil di dalam kulkas sana.

Andes dengan pasrah meletakkan dua gelas air mineral yang masih berembun karena dingin ke atas meja kasir. Sang kasir dalam hitungan detik telah selesai menjumlahkan berapa belanjaan Andes.

Andes melihat ke layar tempat total harga di perlihatkan. Semuanya jadi seribu lima ratus rupiah. Andes menganga tidak percaya bahwa ia akan membayar lebih dari uang yang ia punya sekarang.

Sejak kapan harga segelas minuman murni itu jadi semahal ini. Sangat mahal bagi seorang mahasiswa yang baru saja kehilangan sebagian semangatnya karena pak Kumis.

"Mm--mbak, ini minuman gelasnya berapa emangnya?" tunjuk Andes. Mbak kasir mengernyit dan menjawab pertanyaan Andes.

"Lima ratus rupiah dik,"

"Jika lima ratus rupiah, kenapa saya harus membayar seribu lima ratus rupiah untuk dua gelas air ini?"

Mbak kasir menatap Andes dari ujung kaki hingga kepala. Lalu melihat kebelakang Andes masih ada beberapa orang lagi yang ikut mengantri.

TETANGGAANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang