[11] Semakin Dekat

52 9 3
                                    

Title: Kisah Sang Penghafal Al-Qur'an
Version: 2
Writer: Adlfb_
Start: April 2020
Happy Reading 📖

***

"Assalamualaikum. Halo, Pak Somad. Bagaimana dengan hari pertama bapak?" Ahmad, seorang ayah itu tengah duduk di cafe tanpa teman bicara kecuali seseorang yang ia telepon, yang tak lain adalah Pak Somad. Matanya yang sayu membuat ia terlihat sangat lelah. Entah karena pekerjaan, entah karena masalah hidup.

"Alhamdulillah lancar, Tuan. Hanya saja," suara pak Somad terjeda, membuat Ahmad mengumpulkan fokusnya.

"Hanya saja apa, Pak? Dan jangan panggil saya Tuan. Itu sangat menggelikan," balas Ahmad disertai kekehan kecil di akhir kalimatnya.

"Baik-baik, Pak Ahmad. Hanya saja, Neng Marsya tidak mau pulang dengan saya dan Neng Meisya." serentet kalimat itu membuat Ahmad bungkam. Idenya mencari sopir keluarga sebenarnya untuk Marsya terutamanya. Ahmad hanya merasa perasaannya tidak nyaman semenjak pindah ke Bandung. Terutama keselamatan Marsya. Padahal, tujuan keluarganya pindah kemari adalah mencari ketenangan.

"Halo, Pak? Maaf, saya tidak menjalankan kewajiban dengan baik di hari pertama saya. Saya akan terima konsekuensinya, Pak." suara dari seberang telepon menyadarkan Ahmad akan lamunannya. Dengan sigap, ia kembali menata batinnya.

"Oh. Tidak apa-apa, Pak. Ini bukan salah Bapak. Marsya memang begitu jika merasa terkekang. Ke depannya pasti dia akan terbiasa. Saya mohon Bapak mau terus membujuk Marsya. Jika Marsya masih kukuh tidak mau diantar, setidaknya Bapak ikuti saja kemana perginya," tandas Ahmad dengan senyum yang menyiratkan kekecewaan. Senyum di saat hati kecewa membuat senyum itu tak indah sempurna. Tapi setidaknya mampu membentengi kesedihan yang terus berusaha menusuk.

"Terima kasih, Pak. Saya akan berusaha penuh untuk membujuk Neng Marsya dan memberikan yang terbaik sesuai kemampuan saya."  ucap pak Somad dan akhir dari pembicaraan mereka ditutup dengan salam.

Ahmad masih memandang ponselnya setelah panggilan terputus. Pikirannya melayang kemana-mana. Terutama pikiran negtaif yang terus membuntutinya. Ia seakan telah kehabisan rumus untuk berusaha berpikir positif. Terutama di masalahnya yang makin hari makin berat. Marsya. Nama itu tak hentinya metoda di pikiran Ahmad.

***

Malam yang pekat nan dingin membuat Meisya ingin beranjak dari ruang keluarga. Malam ini ia ada banyak tugas dan ia memilih mengerjakannya di ruang keluarga. Niatnya ia mau minta bantuan pada kakaknya---Irsya, tapi ternyata Irsya ada tugas yang jauh lebih banyak darinya. 

Kurang sedikit lagi tugas Meisya akan selesai, tapi matanya sudah tidak kuat. Ia memutuskan untuk membereskan buku-bukunya dan beranjak ke lantai atas. Tepat di anak tangga, ia melihat Marsya yang berpakaian santai sedang memakai jaket tebalnya. Meisya tau, Marsya akan keluyuran malam-malam. Lagi.

"Tadi gue ngantuk banget, tapi sekarang gak lagi." ucap Meisya sembari mengucek matanya.

"Ngomong sama siapa lo?" tanya Marsya angkuh dan cuek. Ia menarik resleting jaketnya, memasukkan tangan di kedua saku jaket, dan dia siap keluar.

"Mau kemana lo malem-malem gini? Lo tau kan, ini jam berapa? Besok masih sekolah, kalo lo lupa." ucap Meisya tak mengindahkan pertanyaan Marsya.

"Bukan urusan lo." balas Marsya melewati Meisya yang terbengong-bengong. Ini sudah jam dua belas malam, dan kembarannya itu mau keluar? Meisya tak habis pikir dengan jalan pikir Marsya. Ingin rasanya ia menarik telinga Marsya dan berteriak tepat di daun telinganya. Hanya saja rasa kantuk membujuknya untuk segera merebah.

"Jangan lama-lama di luar. Bangunin pak Somad sana buat nganter lo," ucap Meisya sebelum benar-benar meninggalkan Marsya. Dan Marsya tersenyum miring mendengarnya.

KISPA Versi 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang