•part one

950 71 3
                                    

Author POV

Wonwoo menatap cangkir kopi yang sudah tinggal setengah dengan lesu. Saat ini ia sedang berada di cafe bersama sahabat setianya, Jihoon.

Ia sangat membutuhkan pekerjaan saat ini apalagi tabungan di rumahnya sudah sangat sedikit bahkan kopi di depannya dibayari oleh jihoon. Ia juga disibukan dengan tugas-tugas kuliahnya dan tak peduli dengan keadaan dirinya yang terlihat semakin kurus karena terlalu sering mengkonsumsi mie instant.

Wonwoo hanya orang sederhana, ia hanya anak rantau yang bahkan berusaha memperjuangkan untuk mendapatkan beasiswa di ibu kota. Ibunya tak mampu untuk membayar jika ia belajar di kuliah swasta yang bahkan harganya lebih mahal dari biaya hidup mereka.

Wonwoo merasa sangat sedih saat melihat ibunya bekerja banting tulang  lalu kembali pulang saat jam 11 malam.

Ibunya sudah sangat sering menyakinkan Wonwoo untuk membiarkan dirinya saja yang membayar kuliahnya jika ia tak lulus beasiswa. Namun saat melihat upah kerja ibunya yang sangat kurang bahkan kadang suka tak cukup untuk dirinya dan Bohyuk adiknya untuk makan membuat Wonwoo terus merasa bersalah.

Wonwoo tak mengeluh melihat keadaan keluarganya. Dirinya merasa sangat lengkap di keluarga hangatnya.  Ia terus berjuang untuk mendapatkan beasiswa. Ia hanya tak ingin menyusahkan ibunya lagi.

Saat itu ia sangat ingat dirinya diterima di tempat perkuliahan elit. Ia memeluk ibunya dengan sangat erat dengan senyum lebarnya dan memperlihatkan kertas penerimaan dengan bangga kepada ibunya.

Terpaksa dirinya harus meninggalkan Bohyuk dan ibunya di kampung halaman dan pergi merantau ke ibu kota yang bisa dibilang jaraknya cukup jauh dari rumahnya.

Sekarang Wonwoo merasa sangat bingung harus mencari pekerjaan dimana jadi ia meminta bantuannya kepada Jihoon.




"Kau terlihat sangat tak sehat Won," ucap Jihoon dengan delikan kesal yang ditunjukkan kepada Wonwoo.

"Akhir-akhir ini aku hanya memakan mie instant saja lagipula uangku juga tak cukup untuk sekedar membeli makanan mewah," ucap Wonwoo yang lalu menghela nafasnya gusar.

"Yak, mengapa kau jadi pasrah seperti ini hah? kau kan bisa bilang kepadaku Won. Aku mempunyai banyak persediaan makanan dirumah dan jika kau mau kau bisa langsung mengambilnya," ucap Jihoon kesal. Entah mengapa walau tampangnya memang sangat menyebalkan dan selalu menasihati dirinya seperti ini namun Wonwoo sudah nyaman berkawan dengan Jihoon walaupun kadang mereka memang sering bertengkar kecil.

"Heh kau kira aku pengemis? maaf-maaf aja ya aku juga tahu diri kali hoon," ucap Wonwoo menunjukkan wajah datarnya.

"Aish kau ini dikasih bantuan gimana sih. Nah, coba lihat keadaanmu sekarang. Memangnya kau sudah menemukan pekerjaan? belum kan" ucap Jihoon yang terdengar sedikit menyelekit di dada Wonwoo walaupun memang benar kenyataannya.

"Tidak tahu ah! aku benar-benar sangat bingung harus mencari pekerjaan dimana lagi. Seluruh tempat sudah kudatangi namun selalu saja ditolak. Memang apasih kurangku? memasak? bisa kok. Yang lain apalagi. Benar-benar menyebalkan kau tahu," ucap Wonwoo sambil mendengus kesal.

"Kau itu sangat ceroboh Won. Apa kau tak ingat dua hari yang lalu?" ucap Jihoon.

"Iyasih, ya..tapikan seharusnya mereka mengasihku kesempatan media hoon. Masa hanya karena itu langsung di pecat sih," ucap Wonwoo yang entah mengapa tiba-tiba saja moodnya langsung turun saat mengingat kejadian memalukan itu.

"Yak, apa kau bilang? hanya karena itu? kau ini memang sangat bodoh," ucap Jihoon dengan kekehan mengejek.

Saat itu dimana Wonwoo sangat senang karena dipekerjakan menjadi pelayan di sebuah restaurant megah. Namun belum tiga hari dirinya sudah membuat masalah.

oceane; meanie•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang