3. Izin?

3 3 1
                                    

"Loh Faiz kapan dateng?" tanya ibu Ratu saat melihat Faiz berjalan menuruni tangga.

"Udah pulang bu," bukannya menjawab pertanyaan yang dilontarkan, Faiz justru bertanya balik.

"Iya ibu udah pulang, kamu sendiri apa sama bunda kamu?" Tanya ibu Ratu untuk kedua kalinya.

"Faiz sama Damar, bunda gak bisa ikut katanya masih ada urusan di sana," jelas Faiz.

"Oh...kamu udah makan belum," Faiz menjawabnya dengan gelengan kepala.

"Apa Ratu belum pulang?" lagi-lagi kalimat itu keluar dari mulut ibu Ratu.

"Udah kok bu, sekarang Ratu lagi tidur," jawab Faiz dan mendudukkan dirinya di kursi ruang tamu.

"Tidur mulu kerjaannya, Damar kemana kok gak kelihatan," kata ibu Ratu dan menaruh tasnya di atas meja ruang tamu

"Lagi tidur juga bu," tak lama setelah Faiz melontarkan jawabannya. Dari arah pintu ayah Ratu datang dengan wajah yang nampak cukup lelah.

"Kamu kapan dateng?" tanya ayah Ratu setelah melihat keponakannya.

"Tadi yah," jawab Faiz.

"Yah,bu Faiz mau ngomong," lanjut Faiz dengan nada serius.

"Mau ngomong apa kok kelihatannya serius gitu," kata Ayah Ratu saat mendengar nada bicara Faiz yang sudah mulai serius.

"Faiz mau mintak izin," ibu dan ayah Ratu yang mendengar perkataan Faiz sedikit binggung.

"Izin? Emang kamu mau kemana sih?" tanya ibu Ratu.

"Faiz mau Ratu pindah sekolah," orang tua Ratu dibuat tambah binggung dengan perkataan Faiz.

"Emang Ratu ada masalah sama sekolah yang sekarang," kali ini ayah Ratu yang menjawab.

"Memang gak ada masalah sama sekolah yang sekarang, tapi Faiz pengen lebih deket aja sama Ratu," jelas Faiz.

Orang tua Ratu terlihat kurang puas dengan penjelasan Faiz.

"Bukannya kami tak memberi izin, tapi kan kalau Ratu ikut kamu ke Malang bagaimana dengan sekolah Ratu, sebentar lagi dia sudah kenaikan kelas lagi pula siapa yang akan...." Belum juga ibu Ratu menyelesaikan kalimatnya, Faiz sudah memotong dengan kalimatnya.

"Siapa yang akan membersihkan rumah, siapa yang akan memasak, siapa yang akan mencuci pakaian, siapa yang akan membuatkan ayah kopi, dan siapa yang akan membersihkan taman. Itukan pertanyaan kalian, jangan kalian kira Faiz tidak tau dengan kelakuan kalian kepada Ratu. Faiz sangat tau bahkan tanpa Ratu menceritakan semuanya Faiz sudah sangat tau," kata-kata Faiz membuat orang tua Ratu diam seketika.

"Maaf jika saya tidak sopan kepada anda, tapi untuk kali ini saya sudah tidak bisa menahannya lagi. Adik saya bukan pembantu rumah ini, bahkan derajat adik saya lebih tinggi dibandingkan kalian. Adik saya hanya menginginkan perhatian kalian, dia hanya ingin kalian datang saat ada acara di sekolah, dia ingin kalian memeluknya saat nilainya tak dapat dibanggakan. Tapi kalian, hanya bisa menyuruh, membentak, memukul, dan membuat mentalnya jatuh. Kalau memang dulu kalian tidak ingin memiliki seorang anak, bilang sama saya, biar saya saja yang merawatnya. Setidaknya saya tidak akan menganggapnya sebagai seorang pembantu," kalimat yang keluar dari mulut Faiz membuat orang tua Ratu diam seribu bahasa. Faiz mengungkapkan kekesalannya menggunakan bahasa formal, itu tandanya dia sedang sangat marah untuk saat ini.

Tanpa mereka sadari, perdebatan mereka kali ini didengar langsung oleh Ratu. Ratu mendengar semua perkataan Faiz. Disatu sisi ia merasa bangga memiliki seorang kakak yang sangat menyayanginya tapi disisi lain ia juga merasa takut dengan melihat Faiz yang sedang meluapkan kemarahannya.

"Ra," kata Damar lalu membawa Ratu kedalam pelukannya.

"Hiks....hiks," tangisan Ratu mulai terdengar.

"Nangis aja sepuas lo. bagi semuanya ke gue," Damar bisa merasakan kesedihan Ratu melalui tangisan Ratu.

"Kita pergi dari sini," kata Damar lalu membawa Ratu menuju kamar Ratu untuk mengambil kunci motor Faiz.

Damar menarik Ratu menuruni tangga, Faiz dan orang tua Ratu yang melihat Damar dan Ratu menuruti tangga di buat diam seketika. Faiz yang tadinya marah sekarang ia langsung merasa bersalah saat melihat air mata Ratu.

"Dek, mau kemana?" tanya Faiz begitu lembut.

Damar dan Ratu tidak ada yang menjawab perkataan Faiz, mereka tetap berjalan kearah pintu keluar. Sesampainya di halaman depan, Damar dan Ratu menaiki motor Faiz dan pergi ke arah taman.

Entah kebetulan atau memang keberuntungan mereka, kali ini taman nampak sepi, hanya ada beberapa pengunjung yang sedang berolah raga.

Damar memilih bangku taman yang berada diujung, ia sengaja memilih tempat itu karena jauh dari jangkauan pengunjung lainnya.

"Gua tau selama ini lo pengen pergi dari rumah, maka dari itu kak Faiz mau lo ikut kita ke Malang," jelas Damar yang membuat Ratu binggung.

"Tau dari mana kalau gue pengen keluar dari rumah," tanya Ratu penasaran, Ratu merasa tidak pernah bercerita tentang keinginannya kepada siapapun, tapi kenapa kak Faiz dan Damar bisa tau tentang keinginannya.

"Apa sih yang gak gue tau tentang lo, bahkan gue tau lo mandi berapa kali kalau masa liburan," kata-kata Damar membuat Ratu memberikan tatapan tajamnya.

"Gue rajin mandi kali, mungkin lo yang jarang mandi," balas Ratu tak terima.

"Alah ngaku aja kali, 1 hari 1 kali kan," Ratu tambah dibuat kesal dengan perkataan Damar.

"Gue suka saat liat lo marah karena ulah gue, gue suka saat lo nangis karena ulang gue, tapi gue gak suka kalau air mata ini turun cuma buat orang gak tau diri macam mereka," Ratu yang tadinya kesal langsung diam setelah mendengarkan perkataan Damar.

Terlihat seulas senyum dari sudut bibir Ratu.

"Makasih, lo udah bikin gue semangat buat ngelanjutin hidup gue lagi, walaupun lo ngeselin tapi gue selalu sayang sama lo," kata Ratu lalu memeluk Damar dengan erat.

"Untuk hari ini, gak boleh ada air mata, dan gak ada kisah sedih lagi. Yang boleh keluar dari mulut lo hanya tawa, dan air mata yang keluar hanya boleh air mata bahagia," ucap Damar sambil membalas pelukan Ratu.

"Pokoknya hari ini spesial buat lo," lanjut Damar.

"Kayak makanan aja ada spesialnya," balas Ratu sambil melepas pelukannya.

"Mau es krim gak?" Tanya Damar yang pasti mendapat anggukan dari Ratu.

"Yaudah yok kita cari tukang es krim."

Mereka berdua pergi meninggalkan taman dan mencari keberadaan penjual es krim.

"Setelah beli es krim, ke pantai mau?" Tanya Damar disela-sela perjalanan mereka.

Ratu hanya menggunakan kepalanya tanda dia setuju dengan usulan Damar.

Hari itu mereka habiskan waktu mereka dengan canda dan tawa, seolah-olah tidak ada hari lain lagi salain hari ini.

Semoga saja selepas ini semua baik-baik saja. Semoga saja selepas ini tak ada lagi tangisan di hidup Ratu.

******

Jangan lupa vomen 😉

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SOB AT NIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang