Jennie hendak menjerit ketika melihat pemandangan yang ada di hadapannya, jadi aku segera melompat dari tempat tidur untuk berlari ke arahnya.
Aku tidak peduli jika dia melihatku telanjang, selama dia tidak berteriak keras dan membuat ayahku menyadari apa yang sedang aku lakukan bersama dengan pacarku.
Aku meraihnya dan mendorongnya ke dinding, lalu menekan tubuhku ke tubuhnya dan menutupi mulutnya dengan salah satu tanganku.
"Jennie, Please." Tubuhnya berjuang untuk mencoba mendorongku dari tubuhnya, tetapi aku lebih kuat lalu aku meraih pergelangan tangannya dengan tanganku yang bebas, lalu membawa tangan Jennie ke atas kepalanya.
"Aku akan melepaskanmu, jika kamu tidak berteriak. Please." Kataku lagi. Dia menatap mataku, kemudian mengalihkan pandangannya ke payudaraku.
Aku bahkan tidak ingat saat ini aku masih telanjang jika bukan berkat Rosé yang beranjak dari tempat tidur lalu membungkusku dengan selimut.
"Lisa, biarkan dia pergi, apa yang kamu lakukan?" Rosé memprotes.
"Apa? Apa kamu tidak melihat kalau dia akan berteriak? Kamu ingin ayahku membunuhku?" Rosé terdiam sesaat lalu mulai cekikikan.
"Apanya yang lucu?" aku bertanya dengan sebal.
"Biarkan saja Lisa." katanya tersenyum.
"Tidak akan. Ayo ke kamarku." Aku mendorong Jennie ke dalam sementara Rosé menggelengkan kepalanya karena geli.
"Rosé, kunci pintunya." aku memerintah dan Rosé melakukannya. Aku segera membebaskan Jennie yang menatapku dengan tatapan sedikit ketakutan.
"Kenapa kamu tiba-tiba datang? Apa kamu tidak tahu hal yang harus dilakukan sebelum masuk ke kamar orang?"
"A-aku." Dia tergagap, "Aku datang untuk memberitahumu kalau
makan malam sudah siap." Jennie melihat ke lantai, pipinya benar-benar berwarna merah jambu.
"Aku tidak berpikir jika kamu dan pacarmu sedang melakukan ... itu.""Oke Jennie, kami memaafkanmu, tapi lain kali jangan lupa untuk mengetuk pintu oke." ucap Rosé sambil tersenyum.
Jennie mengangguk dan tersenyum malu-malu
"Dan tolong, jangan katakan kepada siapapun tentang apa yang kamu lihat." Jennie menatap mataku sambil mengangguk.
"Bolehkah aku keluar?" Dia bertanya dengan suara pelan. Aku membukakan pintu dan dengan cepat Jennie berlari. meninggalkan ruangan.
Rosé tertawa terbahak-bahak setelah aku menutup pintu dengan wajahku yang cemberut.
"Apa yang kamu tertawakan, itu tidak lucu."
"Ya, Tapi bayangkan jika bukan dia yang melihat kita, bagaimana jika ayahmu atau Hyesung yang melihat kita." Dia tersenyum nakal.
"Aku tahu, tapi sudah kubilang itu tidak lucu. Dan syukurlah itu bukan mereka."
"Tapi kasihan juga Jennie, baru hari pertama berada di rumah ini dia sudah menyaksikan dua lesbian sedang berhubungan seks." Rosé mendekatiku sambil memeluk leherku kemudian mencium bibirku.
"Tapi lupakan saja, jangan di pikirkan, lebih baik kita pergi makan malam, aku lapar."Beberapa menit kemudian, kami sudah berada di ruang makan untuk makan malam.
Ayah, Hyesung, dan Rosé asyik mengobrol. Aku bahkan tidak memperhatikan apa yang mereka bicarakan. Aku benar-benar melamun dengan apa yang terjadi beberapa menit yang lalu.
Dan Jennie, dia tidak mengalihkan pandangannya dariku. Tapi apa yang salah dengan gadis ini? Pertama masuk ke kamarku tanpa mengetuk pintu dan sekarang apa ada sesuatu di wajahku? Kenapa dia terus menatapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANGERIOUS MEONG (GXG)
Teen FictionApa yang terjadi jika pacar ayahmu pindah ke rumahmu bersama dengan calon ibu tirumu yang memiliki seorang anak perempuan yang imut dan juga seksi? Itulah yang terjadi di kehidupan Lalisa Manoban. Seorang gadis berusia 22 tahun yang masih belajar di...