Setelah kejadian itu, ada beberapa perubahan yang sangat signifikan dengan kehidupanku.
Pertama, Daren menjadi lebih sering di rumah. Bahkan, beberapa kali, Daren membawa kerjaannya untuk diselesaikan di rumah. Hal ini sungguh tak biasa karena Daren selama ini selali mengerjakannya di kantor.
Kedua, Daren seperti menyempatkan waktu untuk makan bersamaku. Karena dia lebih di rumah, jadi, lebih banyak waktu bersamaku. Alhasil, aku selalu memasak makanan untuknya pagi dan malam.
Yah, walaupun dia sering di rumah, bukan berarti kami sering berbicara. Aku dan Daren menghabiskan waktu di rumah dengan cara diam.
Aku sibuk dengan duniaku, sama seperti Daren.
Aku merasa, masih ada sekat terhadapnya.
Ketiga, Markay seperti menjauh dariku semenjak kejadian itu. Aku jarang menemukannya di kampus. Padahal, aku hanya ingin bertanya tentang pekerjaan di Kafe Kak Tahta.
Keempat...
Aku tidak tau ini termasuk perubahan atau tidak, tetapi, mimpi buruk yang sering kualami saat tidur berangsur berkurang.
Aku tidak ingat jelasnya, tetapi, saat mimpi buruk itu muncul, tak berapa lama langsung hilang dan aku tertidur nyenyak.
Seperti ada seseorang yang menyelamatkanku dari mimpi itu. Tapi, aku tidak tau siapa orangnya.
Orang itu menggenggam tanganku dengan sangat erat.
Hanya itu yang dia lakukan, tetapi entah kenapa membuatku sangat tenang.
Bukankah itu hal yang bagus?
Tidak juga.
Terkadang, saking aku sudah terbiasa dengan mimpi buruk itu, beberapa kali aku bersyukur mendapatkannya. Karena, mimpi itu pasti ada Ibu di dalamnya.
Hanya dengan mimpi itu, aku bisa melihat wajah Ibu dan kembali bersamanya.
Aku menghentikan lamunanku saat masakanku sudah matang.
Aku melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah 7 pagi.
Nah, perubahan yang satu ini juga sedikit aneh.
Daren tidak biasa bangun kesiangan.
Daren biasanya akan terbangun pada pukul setengah 6 pagi untuk absen di kantor terlebih dahulu, setelah itu baru ke kampus. Dari mana aku tau? Aku pernah beberapa kali mendengar percakapannya lewat telfon dengan koleganya.
Aku menghela nafas dalam.
Seharusnya, aku tidak perlu peduli dengannya.
Hanya karena pelukan itu, hatiku jadi sedikit tersentuh.
Dia hanya kasihan. Iya, dia hanya kasihan denganku. Tidak lebih.
Hapeku tiba-tibe bergetar saat selesai menaruh makanan di meja.
Tertera nama Markay.
Kenapa dia menelfon pagi-pagi sekali?
"Hallo?"
"H-hallo Janisa.."
"Iya, kenapa Kay?"
"Hari ini kuliah?"
"Kuliah, kok,"
"Bagus deh. Gua mau ngomongin soal kerjaan di kafenya Kak Tahta. Orangnya udah nanyain. Lo masih mau kerja disitu kan?"
"Masih kok, makasih banyak ya Markay!"
"Iya, sama-sama Janisa. Sampai ketemu di kampus ya,"
Setelah itu, telfon ditutup oleh Markay.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married by Accident ✔️
FanfictionPernikahan yang tidak didasari cinta, hanya dilaksanakan karena sebuah pertanggung jawaban. Akankah pernikahan tersebut bertahan? Atau.. Akan ada skenario lainnya yang tidak diduga? Who knows? Mari kita tanyakan kepada Daren dan Janisa. 🔞