Bimbang

2.3K 244 70
                                    

Daren semakin memperlakukanku dengan baik.

Tak jarang, dia juga begitu perhatian terhadapku.

Dia juga menepati ucapannya karena sekarang, aku jarang melihatnya bersama Selina. Sebenarnya, Selina sering kali menghampiri Daren, tapi Daren terlihat menghindarinya.

Lucu ya? Aku dan Daren tinggal serumah tapi ketika di kampus, kami masih canggung satu sama lain dan bersikap seperti tidak saling mengenal.

Bukan salah Daren.

Ini salahku.

Ada beberapa hal yang membuatku ragu dan tidak yakin untuk menerima semua perlakuannya.

Rasa bimbang itu muncul karena, setiap aku berusaha untuk menerima Daren, memori tentang kecelakaan itu selalu menghantui.

Jujur, aku juga mau memulai semua hubungan ini dengan Daren. Tapi, hati kecilki berkata bahwa ini tidak benar. Masih ada rasa dendam untuk Daren.

Karena perasaan bimbang tersebut, sikapku juga seperti menarik dan mengulur Daren.

Seperti pagi ini...

Jumat pagi, kuliah kamu hari ini kosong dan tumben sekali, Daren tiba-tiba bangun pagi, kemudian menyapaku dengan lembut dan menyusulku ke dapur.

Katanya, dia mau membantuku memasak.

"Daren mau sarapan apa?" Tanyaku saat sedang mengambil bahan-bahan di dalam kulkas.

"Apa aja. Asal masakan kamu, pasti aku makan," jawabnya.

Aku mengangguk. Ada brokoli, wortel, kembang kol, sawi putih dan banyak lagi.

"Capcay gimana?" Tanyaku.

Daren tersenyum, "Boleh,"

Setelah mencuci semua sayurannya. Aku memerintahkan Daren untuk memotong wortel. Sementara aku memotong brokoli.

Selama kegiatan memasak, kami juga sempat berbincang tentang masalah kampus.

Sampai aku tersadar akan satu hal...

Aku tidak pernah benar-benar mengobrol dengan Daren.

Ini adalah kali pertama untuk kami mengobrol sedekat dan sesantai ini.

Biasanya, kami hanya diam satu sama lain.

Memang, atmosfir canggung masih ada di sekitar kami. Tapi, tidak secanggung dulu.

"Minggu depan, Papa sama Mama dateng," kata Daren sambil memotong sawi.

"Hari apa?" Tanyaku.

"Sekitae Rabu atau Kamis? Katanya bakalan dikabarin lagi,"

Aku mengangguk, "Berarti, nanti aku beli bahan makanan yang banyak untuk Papa sama Mama," gumamku.

"Kamu mau beli bahan-bahannya sendiri?" Tanya Daren lalu menyerahkan potongan sawi itu kepadaku.

Aku mengangguk, "Iya. Kan, biasanya aku belanja sendiri. Kamu mau nemenin?" Tanyaku iseng kepada Daren.

"Mau," jawabnya cepat.

Aku tersenyum, "Oke. Hari Minggu atau Senin, kita belanja yaa," kataku sambil memasukkan semua sayuran ke dalam wajan.

Aku sibuk mengaduk capcay yang sebentar lagi matang. Sedangkan Daren, betah berada di sampingku, memperhatikanku memasak.

Aku sebenarnya grogi karena Daren terlalu memperhatikanku yang sedang memasak. Tapi, masa iya aku harus mengusirnya?

Tiba-tiba, tangan kiriku digenggam oleh Daren.

Married by Accident ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang