BUAT YANG NANYA KENAPA DIULANG? AKU MOHON MAAF SEBELUMNYA 🙏, CERITA INI AKU UNPUBLISH TERUS DIREVISI JADI AKAN ADA SEDIKIT PERBEDAAN MESKIPUN ALURNYA TETAP SAMA. UDAH JELASKAN SEBELUM DIREVISI ITU PAKAI POV 1 JADI POV 3 KENAPA KARENA BIAR PEMIKIRAN KITA LEBIH LUAS AJA. OK 👌 TERIMA KASIH.
Pagi menyapa, setelah melaksankan kewajibannya sebagai seorang muslim Aini bergegas menyiapkan sarapan untuk dirinya, suaminya dan juga madunya. Aini tidak sejahat itu untuk membiarkan madunya kelaparan di pagi hari apalagi Ayu akan berangkat bekerja bersama Faisal.
"Selamat pagi Aini," sapa Ayu yang kini sudah tinggal satu atap bersama Aini sejak kemarin sore.
"Pagi juga Mbak," balas Aini tanpa menoleh kearah Ayu karena ia sedang sibuk dengan bahan masakan yang akan dibuatnya.
"Mbak bantu bantu ya?" tawar Ayu, saat melihat Aini kerepotan.
"Gak usah Mbak nanti baju Mbak kotor lagiankan Mbak kan baru nyampe kemarin malam pasti lelah." Ayu menggeleng ia bersikukuh untuk membantu.
"Gak apa-apa kok gak lelah sama sekali." Akhirnya Aini mengangguk mengizinkan Ayu ikut membentunya membuat sarapan. Mereka berencana akan memasak nasi goreng sosis dengan Aini yang menyiapkan bumbu dan Ayu yang memotong sosis menjadi ukuran kecil. Tak lama berselang Faisal datang menyapa kedua istrinya.
"Selamat pagi bidadari-bidadari Mas," ucap Faisal sambil memberikan kecupan secara bergantian pada kedua istrinya. Setelah itu, Faisal melingkarkan tangan kekarnya di pinggang ramping Ayu seolah tidak ada Aini disampingnya. Sementara Aini bukan tidak tahu tetapi ia hanya tidak ingin hatinya sakit melihat kemesraan keduanya. Entah apa yang ada di pikiran Faisal ketika ia berucap tanpa memikirkan keadaan bahwa di sampingnya masih ada Aini.
"Nanti malam lagi," ucap Faisal pada Ayu dan terdengar jelas di telinga Aini dan itu membuat hatinya tambah berdenyut nyeri.
"Mas!" peringat Ayu sambil melepaskan pelukan Faisal dengan rasa bersalah pada Aini.
Sudah cukup Aini tidak ingin lagi mendengar ucapan kedua orang yang sedang kasmaran itu tanpa memperdulikan mereka Aini mematikan kompor dan menaruh spatula dengan keras hingga menimbulkan bunyi nyaring. Setelahnya Aini melangkah pergi meninggalkan dapur, ia sudah tidak peduli lagi dengan masakannya yang belum ditata di atas piring. Sementara Faisal baru menyadari apa yang ia perbuat sambil menatap punggung Aini yang menghilang dari area dapur.
"Mas kejar Aini, aku gak enak sama dia," titah Ayu. Tanpa sepatah kata Faisal bergegas meninggalkan Ayu.
Sesampainya di depan kamar, Faisal terus mengetuk pintu berharap Aini membukanya. "Ai... buka pintunya Mas mohon! Mas minta maaf! Mas janji gak akan mengulangi hal yang sama Ai," teriak Faisal tetapi tetap sama tidak ada jawaban dari dalam sana.
Faisal tidak lagi mengetuk pintu kamar, ia berlalu bukan menyerah membujuk Aini tapi ia hanya ingin memberikan ruang untuk Aini menangkan diri. Percuma menurutnya jika ia membujuk Aini sedangkan wanita itu masih dalam keadaan emosi hanya akan membuang-buang waktu. Sementara Aini di dalam sana masih terisak dengan manik matanya yang masih mengeluarkan kristal bening. Aini sudah tidak lagi mendengar ketukan pintu dan suara Faisal di luar sana. Aini tersenyum miris. Apa pria itu menyerah untuk membujuknya, apa hanya segitukah perjuangannya membujuk dirinya yang sedang marah? Tidak sama seperti dulu pria itu akan terus membujuknya saat Aini sedang marah sampai bibir Aini kembali melengkung membentuk ukiran bulan sabit.
***
Aini mengerjapakan mata berusaha mengumpulkan kesadaran dari alam mimpi yang membuatnya terlena. Sungguh mimpi yang indah. Sungguh mimpi yang indah. Andai mimpi itu nyata, rasanya Aini akan sangat bahagia memiliki suami yang hanya menjadikannya menjadikannya ratu satu-satunya di Istananya. Aini mendesah saat menyadari semua itu hanya mimpi. Aini beranjak dari ranjang bergegas memasuki kamar mandi, di dalam kamar mandi Aini melihat bayangan dirinya di depan cermin nampak matanya yang sembab akibat terlalu lama memangis. Setelah menyelesaikan ritual mandinya, Aini bergegas untuk shalat dzuhur terlebih dahulu karena waktu sudah menunjukan pukul 12. 55. Setelah selesai shalat, Aini bergegas menuju dapur untuk memasak makanan karena perutnya belum terisi apapun sebab setelah kejadian tadi Aini langsung tertidur pulas dan akibatnya sekarang perutnya perih.
Saat sedang asyik dengan perkakas dapur indera pendengaranya menangkap deru mesin mobil dan tawa dua orang yang satu atap dengannya. Dari mana mereka?pikir Aini, tetapi Aini tidak ambil pusing itu hak mereka mau pergi kemana saja. Sampai pada akhirnya Aini kembali fokus pada masakannya, tak lama ia terkejut dengan tangan kekar yang melingkar dipinggangnya. Hangat, saat Aini merasakan deru nafas seseorang di ceruk lehernya yang tidak berbalut jilbab. Entah, sejak kapan Faisal berada di dapur yang Aini tahu Faisal bersama Ayu naik kelantai atas. Aini berusaha melepaskan tangan Faisal yang masih setia berada di pinggangnya, namun semakin Aini berusaha melepaskan semakin Faisal mengeratkan pelukannya.
"Izinkan tetap seperti ini Ai!" pintanya, Aini masih diam tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibirnya. " Ai, Mas minta maaf soal kejadian tadi Mas terbawa suasana."
"Terbawa suasana sampai kamu lupa masih ada aku disana." Ingin rasanya Aini mengucapkan kalimat itu sambil berteriak dihadapan Faisal, tetapi Aini masih sadar Faisal adalah suaminya yang wajib ia hormati, ia tidak ingin menjadi istri durhaka sebab surga seorang wanita yang telah menikah berada pada suaminya.
"Ai...." Faisal membalikan tubuh Aini kearahnya sehingga posisi mereka kini berhadapan hingga Aini dapat menangkap tatapan penuh rasa bersalah dari suaminya.
"Maafin Mas Ai." Masih tak ada jawaban dari Aini malah kini Aini memalingkan wajah ke samping kanan tidak mau menatap kedua manik mata suaminya yang mampu menghipnotis dan membuatnya luluh dengan bujuk rayunya.
"Maafin Mas Ai," ulang Faisal tetapi istrinya masih diam. "Jawab Mas Ai!" sambung Faisal saat istrinya masih saja diam.
"Aku kecewa sama kamu Mas! Kamu lupa dengan perjanjian kita?" Akhirnya Aini mengeluarkan suara meskipun dengan nada sedikit emosi namun Faisal bahagia karena istrinya mau berbicara.
"Mas beneran khilaf Ai, Mas gak akan mengulanginya lagi."
"Tapi aku nggak butuh janji...."
"Mas akan membuktikanya!" tukas Faisal memotong ucapan Aini.
"Tapi kamu...." Faisal menggengam jemari Aini lalu mengecupnya. "Mas akan membuktikannya Ai, Mas juga minta maaf pergi tanpa pamit tadi ibu nya Ayu drop dan harus dibawa kerumah sakit." Aini mengangguk paham. "Kamu maafin Mas?"
Aini kembali menganguk. "Aku pegang ucapnmu Mas."
"Terima kasih Ai. Mas akan membuktikannya."
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap Dua Makmum [END]
EspiritualNur Aini tidak pernah menyangka jika suaminya yang tak pernah menancapkan luka nyatanya menacapkan luka pertama yang begitu dalam. "Maafkan aku Aini! Aku kembali mencintainya."