PROLOG

39 7 2
                                    

Langkahku merobek asa, jatuhku melukis perih

Pandangku berlari, sunyiku bernyanyi

 Gelapku mengabut.

Ada tahajjud menjelma puisi

Di tiap debar sunyi.

~AMHI~

Sudah terlalu lama berlarut dalam kesedihan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah terlalu lama berlarut dalam kesedihan. Kini, garis tanganku pun harus memisahkan aku dengan darah dagingku sendiri.

Sepertinya, tak ada kebahagian yang mengiringi setiap langkahku. Bersyukurnya aku selalu mengenal orang-orang yang bisa memberikan warna di hidupku.

Terakhir kali aku melihat mata indahnya itu menjauh pergi bersama pelukan hangat, keadaan memaksaku harus merelakan ia dalam pelukan orang lain. Dia tak mengenal cinta pertama dalam hidupnya, sungguh.

Sakit.

Perih.

Hati ini terasa tecambuk, terkoyak, melepuh, hancur sehancur-hancurnya. Entah apa kiasan yang cocok untuk menggambarkannya. Aku rasa tak ada yang bisa menggambarkan kepedihan hati ini.

Sepi ini seakan terasa nyaman bagiku.

Semua waktu, aku habiskan hanya untuk bisa menghibur diri. Melepaskan semua belenggu masa lalu yang membatu di relung hati.

Imanku meredup. Keyakinanku lenyap. Kadang kala aku teringat dan kadang kala aku tergoda, hingga malam melukiskan betapa hinanya diri ini.

Kegilaanku semakin menggila saja. Iman ini terobekkan oleh mantra cinta yang sungguh membuatku larut dalam kenikmatan sesaat.

"Ah ..., kau sungguh membuat kegilaan ini seakan menjadi-jadi."

Kau sungguh bodoh! sungguh, kau telah masuk jeruji Api ini. Nikmatilah. Kau hanya sendiri, hanya ini yang bisa membuatmu tenang dan nyaman.

AMHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang