Siang itu, di sebuah ruangan ukuran sedang yang tertata rapi dan beraroma wangi pengharum ruangan merk berinisial G, Alvin duduk bersandar ke kursi menghadap jendela berkaca riben. Pemandangan taman kampus terpampang di hadapannya.
Dengan sedikit memutar-mutar kursi yang ia duduki, lelaki itu termenung. Ia tengah memikirkan sesuatu, sambil sesekali memijat kening. Embusan angin dari air conditioner yang begitu dingin tak mampu meredam otaknya yang memanas.
Ada sedikit masalah di kafe milik Alvin. Dua minggu ini kafe tak seramai biasanya. Para pelanggan yang biasa mampir, kini banyak yang tak muncul. Otomatis omset pun menurun.
[Ke mana mereka?] batinnya mempertanyakan kepergian para customer itu. [Apa yang salah dengan kafeku? Hemm, aku harus mencari terobosan baru.]
Saat tatapannya menerawang ke luar jendela, ia menyaksikan seorang gadis bertunik warna coklat muda tengah berjalan beriringan dengan seorang lelaki di sebelahnya. Mereka tampak bahagia dengan senyum lebar yang selalu terpasang.
Alvin terus mengamati wajah sang gadis yang tak lain adalah mahasiswi sekaligus pegawai di kafenya. Siapa lagi kalau bukan Alina? Sesaat pikiran pria bermata tajam itu teralihkan oleh senyum gadis itu.
Ruang kaprodi, tempat Alvin berada sekarang, berbatasan langsung dengan halaman dan taman kampus, sehingga lalu lalang mahasiswa sangat jelas terlihat saat tirai jendela tengah tersibak seperti saat ini. Apalagi Fakultas Ekonomi terletak di lantai satu, maka semakin terlihat jelas pemandangan di luar.
Akhir-akhir ini bayangan gadis itu sering mengusik ketenangan hati Alvin. Seperti mengandung magnet, setiap kali perempuan itu tertangkap indera penglihatannya, ia tak mampu memalingkan wajah hingga sosok mungil itu menghilang dari pandangan. Seperti yang terjadi saat ini.
Alvin baru terhenyak dari keterpanaan setelah Alina menjauhi gedung A dan tubuhnya menghilang di balik dinding gedung B. Ternyata sosok Alina berhasil membuat Alvin melupakan sejenak permasalahan yang mendera kafenya.
Karena rasa penasaran yang tinggi, seketika Alvin memutar arah kursi hingga tubuhnya kembali menghadap komputer di meja.
Sebagai seorang kaprodi (Kepala Program Studi), tentu saja Alvin memiliki data seluruh mahasiswa didiknya di prodi Manajemen. Ia hendak mencari biodata salah seorang mahasiswi di file komputernya.
Karena jadwal mengajarnya masih sepuluh menit lagi, Alvin merasa masih memiliki waktu. Jemarinya sibuk mengarahkan mouse hingga terbuka seluruh data mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi di Universitas Bangsa.
Netra dan jemarinya sinkron melakukan kerja sama untuk memindai layar komputer. Alvin menelusuri satu persatu dari ratusan data mahasiswa yang tengah dicarinya. Hingga satu nama ia temukan.
Alina Mei Diana. Itulah nama yang ia cari. Seulas senyum simpul tercetak di bibir Alvin. Pria itu meneruskan untuk meneliti biodata Alina lebih lanjut.
"Alina, mahasiswi semester lima, kelahiran Yogyakarta, tahun 2000. Pernah menyabet gelar juara LKTI (Lomba Karya Tulis Ilmiah) se DIY," gumamnya seraya terus mencari info lainnya tentang gadis itu.
Tatapan Alvin terhenti pada foto sang mahasiswi. Senyumnya semakin lebar menatap wajah perempuan di layar. Hanya foto ukuran standar sebagai pelengkap biodata si mahasiswi, namun berhasil menghipnotis sang dosen.
Sebuah wajah ayu yang putih bersih dengan rambut panjang tergerai tengah tersenyum menatap kamera. Yang paling menarik perhatian Alvin, gadis itu tak mengenakan hijab seperti sekarang.
"Hemm, cantik. Jadi, dulu ia belum berkerudung, dan sekarang berkerudung, tapi masih suka berpacaran." Ia kembali bergumam. "Bukankah lelaki yang sering bersamanya itu pacarnya? Biasanya perempuan yang sudah mendalami agama seperti dia itu akan menghindari yang namanya berpacaran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Alina
RomanceAlina mengalami dilema, haruskah ia memilih Alvin, sang bos dengan sejuta pesona? Atau Arga, sahabat yang selalu ada dan mengerti dirinya?