SATU

118 25 6
                                    

Afarani duduk di lantai dingin ruang olahraga, menatap kosong pintu yang sejak tadi tidak bisa dibukak. Pintunya tidak macet, apalagi rusak, ini sekolah elite, mana mungkin pintunya rusak.

Afarani hanya pergi ke ruang olahraga karena Pak Syam, guru olahraga itu menyuruhnya untuk mengambil beberapa peralatan olahraga untuk kelasnya hari ini. Tapi seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya, lagi-lagi dia terkunci, tepatnya dikunci.

Afarani menutup kepalanya dengan hoodie yang selalu dia pakai, lalu menyembunyikan kepalanya di balik lipatan lutut, lebih baik tidur, pintu ini juga terbukanya nanti pulang sekolah.

"Semua orang nungguin, lo malah enak tidur disini! "

Afarani mengangkat kepalanya, hoodie nya terlepas, dia memperbaiki kacamatanya untuk melihat lebih jelas siapa yang datang.

"Kalau gak niat buat bantu tolak aja, ini lo malah ngunci diri disini, tidur lagi. "

Afarani hanya menatap datar laki-laki di depannya, memperbaiki hoodienya yang melorot, lalu beranjak meninggalkan ruang olahraga.

"Woyyy Afarani! Bawa ini, kok malah lo tinggal sih! "

Afarani tersentak, laki-laki itu tau namanya?

***

Afarani meletakan karung berisi bola basket yang dibawanya ke dekat Pak Syam yang sedang memberi arahan pemanasan kepada siswa di kelasnya, dia tidak sudi menyebut mereka teman.

"Kenapa lama ngambil ini doang Rina? Untung aja pemanasannya belum selesai. "

Afarani menghembuskan napas lelah, "nama saya Afarani Pak, bukan Rina. "

"Nama kamu itu terlalu sulit buat lidah saya yang kampungan, jadi saya cari nama alternatif yang mudah saya ingat. "

Afarani hanya memutar mata bosan, percuma bicara sama Pak Syam, sudah ratusan kali Afarani memberitahu bahwa namanya bukan Rina, tapi tetap saja dia selalu dipanggil Rina oleh guru olahraganya itu.

Afarani berdiri di barisan paling belakang, mengikuti gerakan pemanasan yang dipraktekan Pak Syam di depan sana, sebenarnya tidak bisa disebut barisan lagi, karena hanya dia yang berdiri disini.

"Dasar gak tau terima kasih, udah gue tolongin malah ditinggal. "

Afarani tidak menghiraukan, dia tetap melanjutkan gerakan pemanasan.

"Selain mata minus telinga lo budeg juga ya! "

"Hey kalian berdua! Ngapain berisik? " Pak Syam berteriak dari barisan depan.

Afarani tidak menghiraukan omelan berisik Kaivan, siswa sekelas yang sudah membantunya keluar dari ruang olahraga.

Praktek olahraga kali ini adalah bermain bola basket, dia tadi disuruh oleh Pak Syam untuk mengambil bola di ruang olahraga karena siswa sekelasnya tidak ada yang mau pergi kesana dengan berbagai alasan, padahal alasan yang sebenarnya hanya satu.

Mereka dilarang oleh sang ratu sekolah untuk kesana, karena sang ratu ingin mengunci Afarani.

Tapi kenapa cowok yang satu ini malah datang kesana dan menjemputnya ya?

Afarani menggelengkan kepala, gak mungkin Kaivan menjemputnya, pasti karena tadi Pak Syam sudah mengomel, sebab bola basket yang akan digunakan untuk praktek tidak kunjung datang.

"Antara tim putri dan tim putra akan dipisah, silahkan tim putri main terlebih dahulu, dan bagi menjadi dua tim. "

Para siswi langsung berisik memilih tim mereka, Afarani hanya diam berdiri, karena dia tidak dekat dengan siapapun di kelas ini, apalagi dengan siswinya.

PEDIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang