PART XXV

26 6 1
                                    

   Ario sudah sampai ke tujuannya. Ia segera membayar ojek suruhan dukun itu. Ia membalikan tubuhnya, dan melihat banyak sekali mahkluk tak kasat mata sedang melayang satu sama lain. Bulu kuduknya sukses bergidik ngeri.

  Masuklah ia kesitu. Hawanya kian detik kian mencekam. Tidak ada orang, masih sepi. Memang saat ini terlalu pagi, pukul 05:30.

"Selamat datang mas! Silahkan pilih bumi perkemahan nomer berapa?" tanya pria didepannya.

"Terima kasih mas, em  ... milik Neguzilo nomer berapa ya mas?"

"Neguzilo?"

"Emm atas nama Nevin, Guntur  ...."

"Ohh golongannya mas Nevin?  Bilang dong mas, mereka sudah 10 hari nginep disini. Kalo ga salah pengen nurutin permintaan terakhirnya sahabatnya yang duduk di kursi roda itu. Kalo mereka bumi perkemahannya nomer 32. Mas tinggal maju, belok kanan, terus ada jurang belok kanan, nah disitu mas!"

"Oh nomer 32 ya mas? Makasih ya mas, saya ngikut mereka. Untuk perharinya berapa ya mas?"

" Rp.25.000,00 mas, kalo konsumsinya dari pihak kami Rp.35.000,00. Mas mau makannya ikut kami, atau temen-temennya mas?"

"Ikut mereka aja mas. Baiklah saya bayar Rp.25.000,00."

"Oke atas nama saudara siapa?"

"Ario Anggoro Wijaya"

"Baiklah, atas nama saudara Ario Anggoro Wijaya, bumi perkemahan nomer 32.  Uang saya terima ya mas. Silahkan masuk!"

"Selamat datang di Puterika". Tertulis didepan Ario seusai ia membayar biaya masuk hutan.

  Seketika tulisan itu berubah menjadi merah darah kala Ario melewatinya. Tulisan yang awalnya suatu sambutan berubah menjadi kalimat ancaman, " Selamat datang di jebakan kami."

  Ario mengikuti prosedur yang diberikan kasir hutan Puterika. Namun sayang, Ario justru diberi alamat yang salah. Seharusnya jika ingin menuju Puterika, setelah jurang belok kiri, bukan kanan. Ario kebingungan bukan kepalang. Ia juga melihat banyak mahkluk aneh di sekitarnya.

  Pagi itu Vidya mengambil air di danau. Ia nampak berjalan cepat seraya membenarkan posisi rambutnya yang panjang itu. Langkahnya terhenti ketika melihat Ario.

"Bentar ... bentar ... bentar. Gua kek kenal, tapi dimana yak?" gumam Vidya.

  Ario menoleh ke arah Vidya. "Eh, ada hantu tuh! Aelah cakep-cakep kek gitu kok jadi hantu ya!"

"DIA KAN ARIO! Adiknya om Guntur. Oh iya aku baru inget. Gua kerjain kek asik nih! Masa copot kepala lagi? Engga ah, sakit. Terus apa ya?"

  Ario melambaikan tangan ke arah Vidya. Sontak Vidya kaget, lalu menunjuk dirinya sendiri, "gua?"

"Iyalah, siapa lagi. Sini buruann!" teriak Ario.

  Vidya menghampiri Ario. Dan keduanya saat ini saling berhadap-hadapan

"Apaan?" tanya Vidya.

"Gakapapa sih, cuma cari temen doang!" jawab Ario santai.

  Ario menarik tangan Vidya. Hal itu membuat mata Vidya sukses terbelalak kaget.

"Woy, lu mau apain gua?"

"Gandeng doang. Ga bakal mati kok."

"Gua dah mati masa mati lagi. Lepasss!"

"Aelah santuy ngapa! Gua ga bakalan apa-apain lu! Gua mau nyari abang gua."

"Gua anterin lu ke om Guntur. Tapi lepasss!!"

The Power of JungleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang