Paman Terbaik di Seluruh Semesta

212 46 15
                                    

Tatapan mendamba. Itulah yang selalu mengikuti langkah kaki seorang Kim Donghyuk di setiap hari-harinya. Yah, katanya sih, bos EZ Entertainment itu ganteng banget.

Saking rupawannya terkadang saat berjalan di koridor--atau di manapun itu--ia merasa sedang berjalan di atas catwalk sebab berpasang-pasang mata tertuju ke arahnya.

Ketampanannya memang tidak diragukan lagi. Pun pemuda itu memiliki senyum secerah matahari yang begitu memikat, juga tatap mata yang begitu bersahabat yang tidak menghilangkan wibawa di diri seseorang yang menjabat sebagai CEO EZ Entertainment itu.

Kadangkala, selain tatapan mendamba ia juga samar-samar sering mendapati bisikan-bisikan hiperbola dari mulut setiap perempuan yang melihatnya.

"Tuh, nafas aja ganteng, kan?"

Nggak. Nggak sampai segitunya, sih.

"Selamat sore, Pak." Kepala seorang perempuan dari balik meja resepsionis menunduk sopan ketika langkah kaki pimpinan agensi tersebut tiba di lantai dasar kantornya. "Hati-hati di jalan, Bapak."

Sambil menenteng tas kerja di tangan kanannya, Kim Donghyuk balas mengangguk singkat dan berpesan hal yang sama pada karyawannya itu sambil terus berjalan menuju mobil yang sudah disiapkan di depan lobby.


Bermenit-menit setelah mobil yang dikendarainya merangkak di tengah kemacetan kota Jakarta, kedatangan Kim Donghyuk disambut oleh wangi aroma terapi yang begitu merelaksasi kala lelaki itu masuk ke dalam unit apartemennya setelah memasukkan kombinasi password di pintu.

Lampu lorong yang menghubungkan bagian pintu dan ruang tengah apartemennya menyala ketika pergerakannya terpindai oleh sensor. Ia mencopot asal sepatunya sementara tangannya bergerak lihai melepas dasi disusul beberapa kancing teratas kemejanya.

Melewati ruang tengah yang bertema monokrom menuju kamar, Kim Donghyuk lantas membanting tubuh ke atas kasurnya yang berukuran besar. Helaan napas panjang terembus di tengah kesunyian apartemen besarnya yang ia tempati seorang diri.

Lelaki berdarah Korea-Indonesia itu mengambil ponsel dari saku celana. Melihat jam sudah pukul 18:06. Pemuda yang tadinya berprofesi sebagai penyanyi di usia remajanya itu kembali menghela napas dan memutuskan untuk mandi.

Tetes cairan aroma terapi jatuh ke dalam air hangat di bathub yang hampir penuh. Merasa cukup, ia taruh kembali botol cairan aroma terapi ke tempatnya, lalu sambil menutup keran air pelan-pelan ia masuk dan merendam tubuhnya di dalam bathub setelah melucuti pakaian yang melekat di tubuh.

Matanya terpejam. Niatnya mandi agar nggak ketiduran justru membuatnya tertidur dalam dekapan air hangat, sampai suatu panggilan di ponselnya yang ia letakkan di pinggir bathub membangunkan lelaki bermarga Kim itu.

Incoming call
Bli-mbing Sayur

Sedikit mengernyit ia menatap ponselnya. Kenapa kakak iparnya menghubungi di jam-jam segini?

"Dongi, where you at?" tanya langsung seseorang di seberang telepon dari negera yang berbeda.

"Di apart."

"Nggak balik ke rumah?"

"Kayaknya besok siang aja, Bli."

Terdengar gumaman panjang. "Ponakanlu ke mana, ya? Kenapa dicall nggak diangkat?"

Ponakan saya, kan, anak situ. Kenapa nanya ke saya, ya? dumelnya dalam hati.

"Shalat kali, Bli. Lu lagian nelpon orang Maghrib-maghrib begini."

What a Life | iKON [DISCONTINUE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang