Nyamuk Raksasa(?)

137 36 18
                                    

Sena termenung menatap kosong buku PRnya dengan pikiran yang tertuju pada nasib Tupperwarenya di kantin. Satu jam sudah buku PR Sena terbuka begitu saja di atas meja belajar tanpa disentuh.

Sampai jam menunjukkan pukul tujuh malam, buku PR Sena masih tak tersentuh. Akhirnya ia memutuskan turun ke bawah dan meninggalkan PRnya. Lagi pula, PRnya untuk minggu depaan.

Di lantai bawah, Sena nggak menemukan tanda-tanda kehidupan alias nggak ada orang sama sekali. Mas Dongi, Papai, dan Mamai pasti pada di kamarnya.

Karena nggak ada siapa-siapa, Sena memilih main hoverboard di dalam rumah. Mundar-mandir menelusuri rumah dari ruang depan, ruang tamu, ke dapur, menelusuri setiap lorong, ke halaman belakang, repeat.

Saat kesekian kalinya ia melewati kamar Mas Dongi, akhirnya sang empunya keluar.

"Papai-Mamai mana, Hey?" Mas Dongi menutup pintu kamarnya sambil menggosok rambutnya menggunakan handuk dengan. Wangi shampo dan sabun yang menguar dari tubuhnya menerabas indera penciuman Sena.

"Nggak tau," jawab Sena sambil memainkan hoverboard berputar dan maju-mundur di depan Mas Dongi.

"Jutek amat... kirain tadi sore udah baikan kita." Mas Dongi menangkupkan tangannya ke kepala Sena.

"Nggak ada yang bilang begitu."

Iya juga y, batin Mas Dongi.

Merasa nggak ada percakapan lagi, Sena berjongkok kemudian mengarahkan hoverboard ke dapur.

"Kenapa sambil jongkok gitu?" alis Mas Dongi bertaut heran.

"Capek berdiri terus."

Menggeleng nggak habis pikir Mas Dongi sama ulah keponakannya yang suka ngide. Ketika punggung Sena sudah hilang dari pandangannya, Mas Dongi melangkah ke ruang keluarga.

Duk!

"Hueee... Mas Dongiiii!" rengek Sena.

Demi mendengar suara benturan yang cukup keras dan rengekan keponakannya, belum sempat ia menyalakan TV, Mas Dongi melempar remot TV ke sofa dengan asal kemudian menuju dapur dengan langkah terburu-buru.

"Kenapa, Sayang?" tanyanya dengan nada super khawatir saat melihat Sema tersungkur di lantai. Sambil menyampirkan handuk di pundaknya, ia berjongkok di samping Sena.

"Hiks.... Sakit, Mas. Kejedot." Sena mengusap-usap keningnya. "Siapa sih ni yang mindahin meja makan ke sini!"

Mas Dongi menghela napas panjang. Kalau nggak ada-ada aja memang bukan keponakannya.

"Hati-hati dong, Anak Bawel. Sini." Mas Dongi berdiri. Menggandeng dan membawa Sena ke ruang keluarga. "Kok bisa kejedot, hm?"

"Mau lewat kolong meja makan, eh kepalaku kejedot, hihi. Sakit, Mas...." Biasa deh, kalau kayak gini mode manja Sena pasti keluar. Setelah duduk di sofa, Sena bersandar ke dada Mas Dongi.

Sena dan Mas Dongi saling berdiam diri dengan Mas Dongi yang serius menonton TV sambil mengelusi Sena, sementara Sena melintir-melintir ujung kaus oversized pamannya.

"Mas tau nggak tadi aku ke dapur mau ngapain?" tanya Sena tiba-tiba.

"Minum...?" Mas Dongi menebak. Tebakan yang benar.

"Iya, hehe. Terus nggak jadi karena kejedot, terus aku masih haus jadinya."

Mas Dongi terkekeh. "Bilang aja, 'Mas, tolong ambilin aku minum', gitu, Hey."

What a Life | iKON [DISCONTINUE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang