Pulang

153 37 47
                                    

"Pak Agus tau nggak, komang-komang?" Sena menoleh ke arah kanan di mana sang sopir tengah fokus menyetir di perjalanan pulang.

"Tau, Non."

"Apa sih itu, Pak? Teman saya, Wayan--Pak Agus tau Wayan, kan?"

"Tau. Kan, Non sering cerita tentang Wayan."

"Nah, tadi si Wayan nyebut teman saya komang-komang. Katanya, 'Lama banget nih, Komang-komang satu' gitu." Gadis itu meniru sang teman.

Pak Agus tertawa kecil. Sudah sejak lama telinganya selalu mendengar kisah apapun yang dilalui sang bos kecil di sekolah, tiap-tiap ia menjemput gadis itu.

"Keong, lho, Non. Masa Non Sena lupa, sih?"

"Kok lupa?"

"Non, kan, dulu sama Mas Dongi main komang-komang."

"Masa, Pak?" Mata gadis manis itu melebar. Kepalanya berusaha mengingat-ingat.

Lagi Pak Agus tertawa gemas. "Non waktu itu masih kecil, sih. Tapi kalau Non liat gambarnya, pasti Non tau deh komang-komang tuh apa."

Sena menggaruk kepalanya yang nggak gatal. "Memang apa sih, Pak, komang-komang?" tanyanya sekali lagi.

"Keong, Non Senaaaa," balas Pak Agus geregetan. "Yang kalau mau dimainin tuh harus di hah-in dulu. HAAAHHHH, gitu."

"OH!" Sena berseru dan kemudian tertawa. "Saya tau!" katanya senang. Kembali tertawa geli sendiri.

"Dulu waktu Mas Dongi kelas 6 SD ya, Non..." Pak Agus terdengar akan memulai sebuah cerita. "Pernah Mas Dongi beli komang-komang sekalian sama rumahnya yang tingkat tiga, ada perosotannya. Dia beli dua, satu buat Non Sena, katanya. Eh, pas sampe rumah komang-komang yang buat Non hilang, dan kayaknya jatuh di jalan, hahaha."

Sena ikut tertawa mendengar gelak renyah sang supir. "Terus Mas nangis?"

"Hampir nangis. Mas ngajak saya untuk nyari. Tapi kata Bapak, 'Nggak usahlah dicari, besok juga mati,'. Yang tadinya hampir nangis, Mas Dongi jadi nangis beneran."

Royce yang ditumpangi Sena dipenuhi derai tawa di sepanjang jalan. Memang, seringkali sesi bercerita Sena dilanjut oleh Pak Agus dengan kisah-kisahnya sendiri, yang kebanyakan tentang apa yang ia alami bersama keluarga Sena.

"Ih!" Sena berseru ketika melihat mobil Pajero hitam terparkir di carport yang berada di bagian kanan halaman rumahnya. "Mas sudah pulang!"

Pak Agus tersenyum mendengar sang bos kecil. Buru-buru gadis yang ia jemput turun dari mobil dan berlari kecil ke dalam rumah.

Sena langsung menuju kamar sang paman. Dibukanya sedikit pintu kamar Mas Dongi lalu ia memajukan bibirnya di antara celah kecil.

"Panggilan kepada Mas Jelek, panggilan kepada Mas Jelek," ujarnya lalu ia terkikik sendiri sambil membuka daun pintu lebih lebar.

Kamar besar itu kosong.

"Lho..." Sena pelan melangkah masuk sambil celingukan. "MAAASSS?"

Ke sana-kemari Sena mencari sang paman di kamar lelaki itu. Walk in closet sampai kamar mandi Mas Dongi kosong, menandakan sang pemilik kamar tidak di sana.

"Maaassss..." Sena terus memanggil-manggil seraya mencari ke segala arah rumah. "Maaaassss!"

"Mas Jeleeeeekkkk~"

Ruang keluarga kosong, di ruang kerja sang ayah juga Sena tidak menemukan keberadaan Mas Dongi.

Mungkin lelaki itu bersembunyi di ruang makan.

What a Life | iKON [DISCONTINUE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang