Enam

6 0 0
                                    

Ana menepati janjinya untuk menyerah pada Dhika. Ana sudah bicara dengan mamah papah. Keduanya mengatakan akan mendukung apapun keputusan Ana karena hanya Ana lah yang mengerti dan paham apa isi hati Ana, kalau Ana sudah lelah dan capek  mungkin menyerah memang keputusan yang tepat.

Ana juga sudah bicara dengan keluarga Dhika. Ana bilang ia ingin menyerah dan memutuskan hubungannya dengan Dhika, Ana minta pesannya ini disampaikan pada Dhika kalau nanti sewaktu-waktu Dhika menghubungi keluarganya. Seperti biasa keluarga Dhika mencoba meyakinkan Ana untuk menunggu Dhika sebentar lagi. Sebentar lagi yang tak pernah berujung.

Ana tetap mantab dengan keputusannya. Menyerah.

Ana berada di ruang kerja lantai 2 di rumahnya. Sekarang ini ia disibukkan dengan floor plan proyeknya dan Mba Rindi dengan Mas Andra. Rencananya hari ini Ana akan menyelesaikan floor plan 2D nya, Kemudian akan Ana email ke Mba Rin. Mba Rin akan mengevaluasi dan mengoreksi beberapa hal yang perlu dikoreksi. Setelah itu mungkin Mba Rin akan meneruskannya ke Mas Andra. Kalau sudah oke barulah dibuat 3D nya.

Ponsel Ana berdenting. Artinya Ana mendapat sebuah pesan. Muncul notifikasi whatsapp. Dari Mas Andra.

An

Begitu lah pesan yang dikirmkan Mas Andra. Ana bingung harus balas apa. Sampai dua menit kemudian Mas Andra menelpon.

"Halo, Ana." Sapa Mas Andra disebrang.

"Iya Mas, ada apa ya?" Tanya Ana.

"Kita ada jadwal ketemuan akhir minggu ini kan ya? Direschedule jadi minggu depan aja bisa gak An? Tadinya mau ngomong ke Rindi tapi anaknya ditelpon gak diangkat-angkat." Ujar Mas Andra.

Harusnya akhir minggu ini memang Ana bisa bertemu Mas Andra. Tapi sepertinya batal.

"Kayanya bisa mas, nanti saya sampein ke Mba Rindi kalo akhir minggu ini batal ketemu. Mba Rindi emang lumayan susah dihubungin mas soalnya lagi aja jadwal fitting sama Mas Bara." Ana menjelaskan perihal Mba Rindi yang sulit dihubungi.

Hari ini memang Mba Rindi dan Mas Bara harus fitting baju yang harusnya dari kemarin-kemarin tetapi terpaksa harus mundur menjadi hari ini sebab kemarin Mas Bara dinas ke Makasar.

Akhir bulan depan Mba Rindi akan menikah dengan Mas Bara, tetapi dua manusia itu masih sibuk bekerja. Mereka lebih memilih memakai WO untuk mengurus acara pernikahannya. Tipikal pasangan zaman sekarang. Tinggal terima jadi dan tidak mau ribet.

Setelah Mba Rindi yang akan menikah akhir September, giliran Uwi yang akan meninggalkan Ana. Uwi dan Damar akan menikah akhir tahun ini. Bulan Desember. Kasihan sekali Ana dalam setahun harus kehilangan dua wanita itu.

"Oalah lagi fitting toh itu anak. Sorry ya An gue ada jadwal ke Aceh jadi harus diundur deh ketemuannya." Lanjut Mas Andra ditelpon. Ana sampai lupa ternyata ia masih telponan dengan Mas Andra.

"Iya gapapa kok Mas." Seperti biasa Ana mengiyakan.

"An lo gak mau nanya gue ke Aceh ngapain.“ Mas Andra belum menyudahi percakapan.

"Emangnya mas mau ngapain ke Aceh?" Ana bertanya. Sebenarnya Ana memang kepo.

"Mau survei produsen kopi buat ke cafe An. Gak lama kok paling cuma 3-5 harian. Kalo udah nemu yang pas langsung balik." Mas Andra memberikan penjelasan yang sekarang kelihatannya seperti pacar yang hendak meminta izin.

Ini ngapain juga Mas Andra ngejelasin panjang lebar.

Eh tapi gapapa deh kan gue jadi gak kepo.

"ooh." Jawaban Ana sok singkat, padahal senang.

Cafe Mas Andra memang berbasis coffee. Urusan kopi memang Mas Andra pegang langsunh. Mba Rindi pernah cerita ke Ana awal Mas Andra ingin membuka cafe, Mas Andra sampai-sampai stay di rumah temannya yang memiliki kebun kopi di daerah Bali selama 3 bulan untuk mempelajari tentang perkopian.

"Dih masa oh doang sih jawabannya. An akhir minggu ini mau kemana?" Ana kira dibalas 'oh' Mas Andra akan berhenti. Tapi sepertinya tidak.

"Gak kemana-mana mas." Memang Ana tidak punya rencana pergi kemana-mana.

"Anterin aku ke bandara yuk An."  Pinta Mas Andra.

Apaan nih udah pake aku aja.

Ana sebenarnya senang. Lebih senang pakai 'aku kamu' daripada 'lo gue'

"Kalo saya bilang gak mau gimana mas?" Ana menggoda Mas Andra.

"Gak mau nolak kan An maksudnya." Ana heran ada saja jawaban dari Mas Andra.

Ana sedikit tertawa mendengar balasan Mas Andra.

"Harus mau An. Pengen liat muka kamu sebelum berangkat." Mas Andra bicara seakan-akan ingin pergi jauh yang kembalinya entah kapan.

Dhika aja pergi langsung ngilang tuh. Gak ada pamit-pamit apalagi liat muka gue.

Ana jadi mengingat-ngingat lelaki yang seharusnya tidak perlu Ana ingat.

"Loh kenapa harus liat muka saya?" Ana penasaran.

"Kalo gak liat muka kamu, takut kangen."

.
.
.
-ELECT-

Enaknya dika diapain yah.

See u next gaes, jangan bosen-bosen yah.

ELECT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang