Setelah lebih dari satu bulan aku mengantar Widya pulang di setiap pulang sekolah, akhirnya di pagi hari aku mendengar kabar baik darinya. Saat di kelas, ponselku berbunyi, Widya mengirimiku pesan.
"Za, hari ini gue dianter Rudi."
"Rudi? Rudi siapa?"
"Rudi, yang waktu itu pernah gue ceritain."
"Oh, Rudi temen sekelas lu itu?"
"Iya, Za."
"Yang waktu itu pernah tiba-tiba dateng ke rumah lu bawa cokelat?"
"iyaa, yang itu. Haha lu inget aja deh."
"Kok tumben, Wid dia yang anter lu pulang?"
"Hehe, semalem dia nembak gue."
"Terus lu terima?"
"Iya :)" Ia mengirimkan stiker senyum.
"Wah, selamat, Wid."
"Hehe, iya, makasih, Za."
Aku cukup lega saat mengetahui bahwa akhirnya aku tidak perlu capek-capek mengantar Widya pulang lagi. Walau sebenarnya, karena sudah terlalu sering melakukannya, aku sudah terbiasa dengan itu, dan tidak merasa terbebani lagi dengan permintaan tolongnya. Tapi setidaknya sekarang, aku memilki banyak waktu untuk bersantai-santai. Menikmati waktu sepulang sekolah bersama teman-teman satu organisasiku, atau terkadang langsung pulang agar bisa bersantai-santai di rumah.
Tapi, ternyata yang terjadi di kehidupanku tidak seperti apa yang kupikirkan. Setelah Widya memiliki kekasih, aku justru merasakan lagi yang namanya sepi. Fira, kini sudah jarang menghubungiku. Dan terkadang, ia tidak merespon saat aku menghubunginya. Mungkin ia sibuk, mungkin ia lelah dengan tugas sekolahnya, atau mungkin ia sudah tidak peduli denganku? Entahlah, yang jelas Fira sedikit berubah. Ia hanya terkadang menyempatkan diri untuk membalas pesanku, walau saat aku membalas pesan itu, ia tidak membalasnya lagi.
Dan sekarang, aku juga tidak mau mengganggu Widya. Ia sudah kepunyaan Rudi teman sekelasnya. Rasanya, walau hanya berteman, aku tidak ingin membuat Rudi cemburu denganku. Aku tidak ingin membuat Rudi merasa ada laki-laki lain yang mungkin bisa mengganggu hubungannya dengan Widya.
Aku memang tidak ingin mengganggu hubungan mereka, tapi aku membutuhkan temanku untuk bercerita banyak hal, untuk mengisi kosongnya waktuku. Untuk membuatku tertawa lagi, untuk membuatku tidak lagi merasa sepi.
Tapi itulah yang terjadi, hari-hari kulewati tanpa Widya dan Fira. Untungnya masih ada Farhan dan teman-temanku yang lain yang suka nongkrong di sekretariat sepulang sekolah.
"Kok udah jarang pulang bareng Widya, Za?" Tanya salah satu temanku.
"Iya, Za? Dari kemaren pulang sekolah, lu nongkrong dulu di sekretariat. Biasanya pulang bareng Widya?" Farhan juga ikut bicara
"Dia udah ada yang anter, Han." Balasku.
"Siapa?"
"Rudi."
"Oh si Rudi Julanto?"
"Enggak tau deh nama lengkapnya. Yang jelas temen sekelasnya Widya."
"Kenapa tiba-tiba dia yang anter?"
"Mereka udah jadian, Han."
"Serius?" Tanya Farhan dan teman-temanku yang lain.
Kini Farhan dan dua temanku yang lain fokus memperhatikanku.
"Kenapa emangnya?" Tanyaku pada mereka.
"Kok deketnya sama lu, jadiannya sama Rudi?" Farhan nanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bawa Aku Pulang (End)
Любовные романыBy a True Story Tentang dua anak muda yang menghabiskan waktunya bersama di masa putih abu-abu. -- Ponselku bergetar. Layarnya menyala terang. Nama Widya muncul di sana. "Za. Belum tidur?" Tanyanya dalam pesan itu. Aku melirik jam yang terdapat di s...