Karena selalu ada yang menakjubkan tentang Hogwarts: kompartemen ekspresnya, para prefek galak, mantra-mantra magis, dan barangkali, tempat untuk kembali─pulang.
Lalisa menyebutnya rumah.
[ alternative universe based on Harry Potter by J.K. Rowling ]
"Hei!" Lalisa menyentuh pundaknya yang didorong dengan sengaja. Minumannya tumpah dan campuran raspberinya jatuh ke tanah.
Gelak tawa mencemooh terdengar dari gerombolan jubah pine dan perak. Younghoon Kim adalah yang memasang seringai paling menyebalkan. "Itulah yang terjadi jika seseorang berada di tempat yang tidak seharusnya."
Semua ini berawal dari lelucon Halloween tidak menyenangkan Asrama Slytherin. Mereka menggunakan MantraGlisseo dan mengubah tangga Gryffindor menjadi perosotan. Taeyong sempat meraihnya sebelum Lalisa benar-benar terjatuh, dan mereka terpeleset bersama menuju lantai-lantai dingin Hogwarts. Sejak saat itu Lalisa tahu Younghoon membencinya.
Dia tidak mengerti apa yang telah dilakukannya sehingga membuat laki-laki itu begitu tidak menyukainya, tapi setidaknya perasaan itu mutual. Lalisa berharap Younghoon tersedak kaus kaki Natalnya.
"Ayo pergi," Bambam melotot galak pada gerombolan Asrama Slytherin. Donghyuk mengarahkan mereka ke tempat duduk penonton. "Masih ada lima belas menit sebelum Madam Hooch meniup peluit."
Sorai-sorai teriakan dari setiap asrama membuat telinga Lalisa berdengung. Ia menyapukan pandangannya ke sekeliling lapangan Quidditch, lalu sederet barisan peserta menarik perhatiannya. "Jadi Senior Kim yang kau maksud itu, eh, dia ... cewek?"
Bambam menyikutnya. Lalisa merasa ia bertanya terlalu keras karena Kim Jennie segera meliriknya lewat ujung mata, kemudian mendengus, "Seksis sekali."
Jennie Kim berlalu dengan jubah pine dan tatapan dinginnya. Lalisa menatap takjub, selama ini dia kira Quidditch hanya untuk laki-laki. Bambam menggoyang-goyangkan bahu Lalisa tidak percaya. "Gila, kau lihat barusan? Senior Kim berbicara pada kita!"
"Dia seterkenal itu, ya?"
"Oh, kau harus melihat tangkapan Quafflenya setelah menukik dua belas meter!" kata Bambam bersemangat, Lalisa hanya mengangguk-angguk meskipun tidak mengerti apa itu Quaffle. Ia hanya dapat membayangkan permainan basket atau sepak bola di dunia nyata—versi dengan menggunakan sapu terbang.
Taeyong di sisi lain lapangan, berdiri dengan tegap dan pandangan tajam yang tegas. Seingat Lalisa, chaser adalah posisi yang cukup berbahaya. Chaser bertugas untuk mencetak gol ke dalam ujung tiang lingkaran yang dijaga keeper. Dan tim lawan—Asrama Slytherin—tampak menyeringai mengerikan seperti telah menunggu-nunggu kesempatan ini untuk menghancurkan Gryffindor, Quidditch adalah permainan yang berbahaya.
Lalisa menoleh pada Donghyuk. "Apakah pernah terjadi cedera yang sangat parah? Seperti, ugh, rahang yang patah?"
Donghyuk menatapnya cukup lama. "Kau tidak akan suka mendengar jawabannya."
•••
Tim Gryffindor menang dengan perbandingan rasio skor yang tipis. Suasana sempat memanas ketika Taeyong dihadang oleh dua beater Slytherin. Lalisa tidak terlalu memperhatikan karena sibuk beradu mulut dengan para keparat berjubah pine. Saat pertandingan selesai, Lalisa melewati riuh-rendah keramaian murid Gryffindor yang merayakan kemenangan mereka dengan gusar.
Donghyuk menepuk bahunya. "Hari ini kau marah-marah terus."
Lalisa mendelik. Kalau ini tentang perkelahian-perkelahiannya dengan asrama yang itu, seharusnya Albus Dumbledore memberinya poin tambahan untuk Gryffindor. Lalisa menepis tangan Donghyuk dan melayangkan isyarat garang pada Bambam yang hendak merangkulnya. "Pergilah, ada sesuatu yang ingin kulakukan."
Mengabaikan pandangan bingung Donghyuk dan Bambam, Lalisa segera berjalan lurus. Tanpa ragu dan takut. Menuju koridor terlarang lantai tiga.
Bangunan tua Hogwarts membuat suasana sunyi dan gelap lorong menjadi lebih mencekam. Ia mempercepat langkahnya. Tidak sulit menemukan sosok Taeyong, dengan jubah scarlet kusutnya dan bertumpu pada dinding-dinding lorong. Lalisa menghela napas.
Lalisa menikmati tatapan terkejut Taeyong. Laki-laki itu boleh saja patah tulang setelah jatuh dari ketinggian 12 meter dan berkata ia baik-baik saja, lalu seluruh dunia akan terkelabui. Tapi Lalisa tidak.
Lalisa terkesiap ketika ia berjongkok dan melihat luka yang membujur di sepanjang tangan Taeyong. Bagaimana cara Lee Taeyong mempertahankan ekspresi datarnya selama ini? "Apa kau masih kuat berjalan? Aku melihat Madam Pomfrey tidak jauh dari sini."
Taeyong merendahkan wajah, terkekeh miring. "Kau terlalu khawatir."
"Dan kau adalah aktor yang hebat," ringis Lalisa melihat betapa dalamnya luka itu. Ia merangkulkan tangan Taeyong di pundaknya. "Jadi, selain menjadi tempat persembunyianmu setelah pertandingan Quidditch, ada rahasia apa lagi yang disimpan koridor terlarang lantai tiga?"
Taeyong berdiri, menjaga keseimbangannya agar tidak menyakiti tubuh mungil Lalisa. Ia terdiam lama, sebelum akhirnya berkata, "Ada monster yang terjebak di salah satu pintu lorong."
"Apa?"
"Apa?"
Lalisa terlalu terkejut hingga tidak sadar ketika pegangannya terlepas dan Taeyong berdebum jatuh.
— theslytherins
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
everyone's girlcrush
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
uri malfoy 🥵 —
MAKASIH BANYAK YANG SUDAH BACA I MAY NOT SHOW IT BUT I ALWAYS APPRECIATE EVERY SINGLE VOTES & COMMENTS. jangan lupa jaga kesehatan, stay safe & keep yourself hydrated! 💕