"Kudengar kau ingin bertemu dengan senior tahun kelima yang terkenal itu. Kalian dekat, ya?"
Lalisa menoleh pada Park Roseanne di sebelahnya. Roseanne adalah teman perempuan pertama Lalisa di Hogwarts. Mereka pertama kali pertemu ketika Roseanne tidak sengaja menangkap basah Lalisa dan Bambam sedang mengendap-endap menuju dapur. Baru setelah itu Lalisa mengetahui jika Asrama Hufflepuff berlokasi di ruangan bawah tanah yang tidak jauh dari sana.
"Dia orang aneh." Lalisa menyibakkan tangan tak acuh. Kini dia sudah berada di kelas tiga, dan telah beradaptasi sepenuhnya dengan dunia sihir Hogwarts. Membicarakan Taeyong, mau tak mau ia pun terlempar kembali pada pertemuan pertamanya dengan laki-laki tersebut. Hogwarts Express, auditorium, ruang santai Gryffindor, lalu ... koridor terlarang. Sinar pada mata Lalisa meredup. "Kami tidak sedekat dulu lagi, kurasa."
Roseanne menatapnya lembut. Senyumannya semanis cokelat hangat di Puddifoot's. "Jadi, kau kesepian?"
Lalisa melotot. Tapi tidak juga membantahnya. Sosok Taeyong selalu datang seperti musim panas, berantakan dan penuh kehangatan. Dia juga memeberi figur sosok seorang kakak—keluarga. Sebelum Lalisa sempat membuka suara, Jung Jaehyun sudah berdiri di tengah-tengah mereka. "Oh, apakah aku mengganggu acara girls talk kalian?"
"Incarcarous!" Roseanne melayangkan tongkatnya, namun dengan secepat kilat Jaehyun menghindar. Roseanne mendecih. Lalisa sudah melihat ini hampir sepanjang tahun, tapi masih saja terpana melihat bagaimana Roseanne dapat berubah menjadi sangat galak jika berhadapan dengan Jung Jaehyun.
"Omong-omong, soal Senior Lee," Jaehyun menoleh ke arah Lalisa. Ternyata dia benar-benar menguping. "Bukankah dia agak menyeramkan? Ah, kudengar dia juga satu-satunya yang tidak pernah didamprat Prof. Snape di kelas ramuan."
"Dasar anak emas."
Bagi Lalisa, Lee Taeyong itu ibarat konfigurasi kompleks yang terurai rumit. Kepingan puzzle misteri tanpa kunci yang tidak pernah dapat Lalisa selesaikan. Laki-laki itu ramah sekaligus dingin dan tertutup pada saat yang bersamaan. Membuatnya merasa aman namun juga penuh ancaman. Dia terlihat seperti selalu menyimpan sebuah rahasia besar. Beban berat yang disembunyikannya rapat-rapat dari semua orang.
Terlalu jauh. Lalisa menggeleng-gelengkan kepala. Dia terlalu jauh untuk kugapai.
"Oh, kau ingat pada hari dimana Gryffindor pertama kali mendapatkan potongan poin?" tanya Roseanne. Lalisa merengut. Sudah sepenuhnya ingin melupakan kenangan buruk tersebut. "Kau ditemukan oleh Senior Lee, bukan? Katanya kau terjebak dalam ruangan penuh monster."
"Yah, itu juga." Lalisa sontak menghentikan langkahnya. Roseanne mengangkat alis. Lalisa mendadak teringat kembali misteri yang belum dipecahkannya sampai sekarang. "Bohong jika mengatakan aku sama sekali tidak penasaran. Dia selalu berada dimanapun dengan tepat dan akurat. Seperti ... sudah menunggu."
"Well, itu terdengar," Roseanne berusaha mencari-cari padanan kata yang tepat, "sangat misterius."
Jaehyun mengangkat bahu.
"Orang-orang menyebutnya penguntit."
•••
"Kau tidak pergi ke Hogsmeade?"
Lalisa mendongak.
Taeyong mendudukkan diri dengan pakian santai seakan suhu derajat di Hogwarts sekarang bukanlah minus lima celsius. Lalisa selalu bertanya-tanya apakah laki-laki itu setidaknya pernah merasa kedinginan. "Bisa tidak, sih, kau muncul dengan cara yang sedikit manusiawi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
scarlet heart / yonglice
Hayran KurguKarena selalu ada yang menakjubkan tentang Hogwarts: kompartemen ekspresnya, para prefek galak, mantra-mantra magis, dan barangkali, tempat untuk kembali─pulang. Lalisa menyebutnya rumah. [ alternative universe based on Harry Potter by J.K. Rowling ]