1. Langsung Penasaran

104 10 1
                                    

Sefa merebahkan diri di atas ranjang kamar setelah melakukan perjalanan 30 menit dari tempat kosnya. Ia seorang gadis kelahiran Surabaya dan sedang mengenyam pendidikan di kampus Surabaya. Meskipun kampusnya masih dalam satu kota, pemilik nama lengkap Sefa Rasheda Huda itu memutuskan menyewa kos agar bisa fokus mengerjakan tugas kuliah tanpa dijaili adik dan kakak laki-lakinya.

Baru meluruskan tulang punggung di atas ranjang, Diana—ibu kandung Sefa—yang sedang sibuk membuat kue untuk acara tunangan sepupu itu memanggil namanya ingin meminta bantuan.

"Fa! Sefa!"

Gadis gen Z itu berdecak pelan. Salah satu alasan kenapa Sefa memilih menyewa kos daripada berangkat ke kampus dari rumah adalah karena ibunya sering memerintah padahal kakak atau adiknya tidak melakukan pekerjaan penting apa pun, Diana memang lebih suka menyuruhnya entah karena apa.

"Iya, Ma."

Sefa menuruni anak tangga lalu menuju meja makan. Ia melihat meja lebar itu dipenuhi bahan-bahan kue beserta peralatannya. Sebenarnya ia iba melihat sang ibu melakukan pekerjaan seorang diri. Namun apalah daya, ia juga dalam keadaan lelah karena baru saja tiba.

"Beliin minyak, tepung segitiga biru, sama...," Diana melihat ruangan berantakan itu memikirkan apa saja yang dibutuhkan.

"Ah iya, sama susu bubuk. Mama cuma beli satu ternyata rasanya masih kurang," jelasnya menunjuk bronis coklat ber-topping keju dengan gerakan mata.

"Uangnya?"

"Ambil 100ribu di atas kulkas. Kayaknya ada uang pecahannya juga di sana. Bawa aja sekalian."

Sefa mengambil uang tersebut lalu memasukkan semua pecahan rupiah tanpa dihitung. Sebelum pergi, Sefa menatap ibunya yang kini beralih memarut keju.

"Kenapa repot-repot bikin sendiri, Ma? Kenapa gak beli aja?" pikir Sefa.

Tanpa menghentikan kegiatannya, Diana menjawab, "Gak papa, kalau bikin sendiri hasilnya lebih banyak. Sisanya bisa kamu bawa ke kos juga."

Sefa lantas terharu, meskipun sang ibu sering membuatnya merasa dianaktirikan, tapi dibalik itu semua Diana sangat menyayanginya.

"Eh, beli di Alfamart aja, Fa. Bu Nur tutup."

Baru saja hati Sefa diselubungi perasaan hangat. Namun dalam sekejap berubah ingin mengeluh.

***

Sefa memarkir motor metic-nya di depan Alfamart. Sebenarnya lokasi retail itu tidak terlalu jauh dari rumah. Hanya saja tetap harus menggunakan helm karena menyeberang jalan raya dan melewati rambu lalu lintas.

Belum sempat menginjak teras bangunan, ia menghela napas berat. Kenapa harus antre juga, batin Sefa kembali mengeluh. Ingin rasanya pindah tempat tapi malas juga jika kembali menyeberang. Mau tidak mau, gadis keturunan Jawa-Sulawesi itu masuk ke dalam retail dan membeli pesanan ibunya.

Tanpa menggunakan keranjang. Tiga jenis bahan sudah ia temukan dalam hitungan menit. Buru-buru Sefa mengantrekannya ke kasir agar tidak di dahului pengunjung lain.

Beberapa menit mengantre tangannya mulai pegal karena membawa barang belanjaan lebih dari 4 kilogram. Sedangkan petugas kasir malah asik bercanda dengan tiga pemuda di depannya. Mereka saling melempar guraun terlihat akrab.

Sefa sedikit penasaran dengan banyak pemuda yang sepertinya kenal satu sama lain. Pemuda berusia sama itu seperti anggota komunitas. Sibuk menyelidiki. Pemuda yang berdiri tepat di depannya tiba-tiba menoleh.

"Eh, Mbaknya ngantri kasir juga?" Basa-basinya dengan tatap ramah.

Sefa menoleh untuk memastikan, apa pemuda itu mengajaknya bicara. "Iya, Mbak. Aku ngajak Mbak ngobrol." Pemuda itu tertawa rendah. Menunjukkan lesung kecil di pipi kirinya.

Kisah Sefa dan Mas VespaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang