5. Pesan singkat

17 6 1
                                    

Sunday morning ride, atau yang sering disingkat sunmori menjadi pertemuan kesekian bagi Sefa dan Shaka. Gadis yang dikenal minggu lalu itu mau menerima tawarannya. Ia pun meminta dua teman komunitasnya untuk menemani acara pagi ini.

Berlino Aslan dan Riko Kurniawan mendapat ajakan mendadak dari Shaka untuk menemaninya melakukan sunmori. Riko yang paling muda di antara ketiganya pun hanya menurut saja. Sedangkan Aslan sempat menolak karena ia tidak suka ajakan mendadak, tapi Shaka tetaplah Shaka, pemuda yang tidak mau menerima alasan apa pun jika sedang melakukan perintah. Sehingga, Aslan pun dengan berat hati menerima ajakan Shaka.

Shaka berjalan pelan sambil melihat sekeliling bangunan yang didominasi dengan kos-kosan. Ia berhenti sejenak tanpa mematikan mesin; membaca ulang pesan berisi alamat tempat tinggal Sefa selama kuliah.

Setelah menunduk dan memastikan berkali-kali. Akhirnya ia yakin jika bangunan dua lantai berpagar besi hitam itu tempat tinggal Sefa selama kuliah. Shaka melajukan vespa-nya dan berhenti di depan gerbang.

Masih sibuk memarkir, Sefa berjalan mendekatinya dengan helm berjenis half face yang sudah terpasang di kepala.

"Pagi, Mas Vespa," sapa Sefa tersenyum ayu.

Shaka reflek menunjukkan hal serupa dengan mata sembapnya. Wajah bengkak Shaka berhasil membuat gadis berpakaian kaos dan celana berbahan linnen itu menunjukkan ekspresi terkejut.

"Kamu abis nangis?"

"Hah? Enggak kok!" balas Shaka mengayunkan tangannya sambil tertawa. "Gak bisa tidur aja semalem."

"Kayak bocil yang mau pergi jalan-jalan aja, ada aksi gak bisa tidur segala."

Shaka hanya tertawa. Padahal semalam ia bergadang karena video call dengan seseorang.

"Berangkat, yuk. Aslan sama Riko udah sampek di pendopo," ajak Shaka lalu menaiki kuda besinya. Tak lupa ia menurunkan injakan vespa agar Sefa tidak perlu repot-repot melakukannya. Dan tentu saja perlakuan semanis itu membuat Sefa sedikit tersentuh.

Sefa naik di bagian jok belakang. Susah payah ia menyembunyikan keinginan untuk senyum agar Shaka tidak mengatainya gila.

Mesin motor menyala. Shaka mulai menarik tuas kopling dan memasukkan gigi ke persneling satu. Kemudian melepaskan kopling dan menarik gas secara bersamaan. Vespa melaju pelan dan keduanya mulai menghabiskan waktu di perjalanan dalam satu kendaraan untuk pertama kalinya.

"Aslan sama Riko itu orang Malang juga?" Sefa mengawali obrolan. Shaka mengangguk setelah menoleh sekilas.

"Mereka dua cowok yang juga ada di Alfamart waktu kamu ngantri itu, Fa. Gak inget wajah mereka?"

Kepala Sefa mengangguk mengerti. Ada rasa sedikit lega di hati, setidaknya ia sudah pernah bertemu meskipun belum saling mengenal.

"Mereka kuliah di sini juga, tapi di kampus negri," sambung Shaka. Ia terus menjelaskan dan Sefa setia mendengarkan.

"Kalian berarti bukan temen sekolah ya?"

"Bukan. Mereka asli temen komunitas vespa yang seumuran. Jadi kita bikin forum sendiri buat anak-anak pecinta vespa yang lahirnya gak jauh beda. Masih dikit sih, belum ada 20 orang."

"Ada ceweknya?" sambar Sefa terdengar penasaran.

"Gak ada. Kenapa tanya? Mau daftar jadi anggota? Atau ... cemburu?"

Sefa mengetuk helm Shaka pelan. "Ge'er banget!" semburnya. Shaka terkekeh ringan. Kenyataan yang sedang terjadi adalah ia ingin memastikan saja, bagaimana circle pertemanan laki-laki pemilik seribu pesona bernama Arshaka Batara itu.

Kisah Sefa dan Mas VespaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang