3. Chat pertama

21 8 2
                                    

Sefa keluar kelas setelah dosen meninggalkan ruangan. Ia membuka ponsel dan membaca pesan yang masuk. Yelda Maira, teman SMA yang kini juga kuliah di kampusnya itu ingin menebeng pulang ke kosan. Mereka juga menyewa kos di tempat yang sama, hanya berbeda kamar.

Kedua tungkai gadis itu melangkah menuju fakultas Tehnik Pertanian. Tangannya sibuk mengetik menanyakan keberadaan Yelda sekarang.

Sefa:
Kalau km di lantai dua. Turun sekarang. Aku otw ke gedung fakultasmu.

Yelda:
Udahhhh. Aku duduk manis di depan Lab Statistik. Outfitku anak kue banget hari ini 😍

Sefa menghela napas pendek. Ia tidak membalas pesan itu dan memilih melangkah cepat saat mengingat jika gedung Shaka bersebelahan dengan gedung fakultas itu. Tentu saja mereka berbeda jurusan. Yelda adalah mahasiswa semester 3 agrobisnis dari Tehnik Pertanian.

Gadis dengan rok sepan berdiri melambaikan tangan. Yelda memang lebih sering menggunakan pakaian dengan warna pastel hingga meninggalkan kesan manis dan ceria, sedangkan Sefa lebih suka berpakaian dengan warna-warna tone earth.

Sefa berlari kecil sambil menelisik sekitar. "Nyari apa se, Fa?"

"Nyari jalan menuju masa depan ya?" kekeh Yelda.

Sefa tidak menjawab, Yelda jadi ikut memperhatikan kanan kirinya. Barang kali menemukan apa yang Sefa cari. "Kamu nyari siapa sih? Kemal?"

Sefa juga mengenal Kemal. Hanya saja tidak seperti teman dekat, sekedar tahu nama dan bentukannya saja.

"Dia lagi ada kerja kelompok," jelas Yelda menambahi.

"Aku gak nyari cowokmu, Da."

"Trus?"

"Pulang dulu lah. Kita bahas di kos."

Keduanya berboncengan menuju tempat tinggal selama kuliah. Mereka juga membeli dua bungkus makan siang untuk dimakan di kamar kosan.

"Akhirnya abis ini rebahan," seru Yelda langsung turun dari jok motor dan menuju kamar kos Sefa di lantai satu. Ia membuka pintu kamar temannya dan merebahkan diri di atas lantai beralas karpet kecil.

Sefa ikut masuk setelah memarkir motornya. Ia mengganti pakaian dengan lebih santai. Setelahnya, Sefa mengambil dua sendok untuk makan siang mereka.

"Di lantai satu enak ya, Fa. Gak bocor kalau ujan. Mana gak perlu naik tangga," pikir Yelda menilai bangunan kos mereka.

"Salah sendiri milih lantai dua."

"Tapi di lantai dua bisa lihat pemandangan euy. Telpon-telponan sama Ayang, sambil lihat alam," jawab Yelda penuh penghayatan. Sefa mencebik tidak iri mendengar cerita itu. Meskipun sudah 3 tahun tanpa kekasih, ia tidak merasa tergugah selama mendengar cerita Yelda dan Kemal yang saling membucin.

Sefa membuka bungkus makanan dan meletakkan satu sendok di atasnya. Lalu memberikan makanan bersaos kacang pada temannya

"Aku yang pedes banget," koreksi Yelda mengubah posisi dengan duduk bersila di depan Sefa.

"Iya itu punyamu, Da." Sefa menunjukkan tanda berbeda di atas bungkus makanan.

"Oke-oke, makasih, Bebz."

Sefa mulai menyuap mulutnya dengan irisan telur, perlahan ia mengunyah dan mulai merasakan bumbu ketoprak miliknya yang masih terasa pedas. Padahal ia sudah memesan pada sang penjual untuk memberinya sedikit bumbu cabai, dan ternyata masih saja makanan itu membakar lidahnya.

Yelda melirik Sefa yang berdiri mengambil air minum. Ia geleng-geleng kepala mengingat Sefa tidak bisa menikmati makanan pedas.

Sefa mendesis sambil membawa satu gelas yang baru diisi ulang. "Masih pedes?" tanya Yelda. Sefa mengangguk.

Kisah Sefa dan Mas VespaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang