"Kalau begitu aku kembali duluan"
"Hati-Hati di jalan"
Melambaikan tangan pada Urokodaki-san aku berjala kembali menuju rumah.
"Kalau tidak salah kayu perapian sudah menipis, jemuran juga sudah selesai, kurasa aku akan memotong beberapa begitu sampai dirumah" bergumam sepanjang jalan aku mengingat segala pekerjaan yang harus kulakukan.
Sebenarnya Urokodaki-san tidak menyerahkan pekerjaan memotong kayu padaku, mungkin karena aku perempuan. Tapi aku sudah terbiasa melakukannya di desa tempatku tinggal... Soalnya aku hanya tinggal berdua dengan ibuku jadi pekerjaan yang biasa dilakukan lelakipun sudah sering kulakukan.
Jadi untuk seorang perempuan aku punya tenaga lebih. 'Meski begitu aku masih kalah dalam lari dengan Urokodaki-san'
*Sreekk
"!?" mendengar suara gesekan rerumputan, aku langsung merasa waspada. "Ada orang disitu?"
Bagaimanapun tidak ada angin yang dapat menyebabkan suara itu. Jika itu binatang mungkin masih lebih bagus. Tapi entah kenapa rasanya berbeda. Udara dingin seketika menyelimuti dan kabut putih muncul di sekitar ku. Merasa tidak aman aku bergegas berlari menghindar dari tempat itu.
Akhirnya aku tiba di sebuah lahan luas, di tengahnya ada sebuah batu besar yang dilingkar dengan shimenawa (*Shimenawa (注連縄) adalah tali yang dipasang sebagai garis perbatasan antara kawasan suci dan kawasan duniawi.).
"Ini dimana?"
Aku belum perna melihat tempat ini.
Akupun berjalan mendekati batu tersebut. Lalu aku kembali melihat sekitar untuk memastikan kalau tidak ada orang yang mengikutiku. Kabut tadipun sudah hilang."Sebenarnya apa yang terjadi tadi..."
Kataku kembali bergumam sendiri mengingat kejadian tadi."Apa yang lakukan disini? Tersesat?"
"Wah!!"
Suara seorang mengejutkanku dari belakang. Akupun segera melihat kebelakang dan mendapati seorang anak perempuan disitu.
'Sejak kapan?!' aku yakin beberapa saat lalu tidak tanda-tanda ada orang disini. Dari penampilannya mungkin dia sedikit lebih tua dariku sekitar 2 atau 3 tahun di atas. Aku tidak perna melihat perempuan ini sebelumnya. selain itu dia sangat... imut.
"Kau tak perlu seterkejut itu bukan?" katanya menyadarkanku.
"Ah, maaf" balasku yang sadar kalau kelakuanku kurang sopan.
"Apa kau murid Urokodaki-san?"
'Hmm? apa dia mengenal Urokodaki-san?' pertanyaan itu muncul di benak ku ketika nama Urokodaki-san keluar dari mulutnya.
"Apa kau mengenal Urokodaki-san?" tanyaku penuh penasaran, karena ternyata ada anak perempuan lain selain diriku.
"Begitulah" balasnya dengan senyuman terukir lembut di wajah.
'Imut...'
"Jadi apa kau murid Urokodaki-san?" kembali Ia menanyakan.
"Ti-tidak, aku bukan..." aku menjawabnya agak terbatah. "Urokodaki-san adalah orang baik yang mau merawatku..."
"Heh~" Dia memperhatikan ku dengan teliti dari atas hingga bawah.
"Anu" aku merasa tidak nyaman di lihat sebegitunya, jadi malah balik bertanya. "Boleh ku tahu kamu siapa?"
"Makomo, Namaku Makomo" katanya melihatku lurus ke mata. "Kalau kamu?"
"[Name], salam kenal Makomo"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kimetsu no Yaiba X Reader [fanfiction] - The price
Fiksi PenggemarSaat kecil [Name] perna bermimpi hal yang mengerikan. mimpi itu hanya muncul sekali tapi dia ingat segala detail yang terjadi di dalamnya. meski begitu baginya mimpi hanyalah mimpi itu tidak mungkin jadi nyata. itulah yang [Name] percaya... hingga d...