08 : "Jalum yang ga tajem ada ga?"

661 90 11
                                    

"Hari ini jadwal imunisasi anak-anak kan?"

Yuna terdiam, menampilkan wajah bingungnya setelah mendengar pertanyaan Dika barusan. Pasalnya, Yuna tidak yakin jika ini adalah jadwal imunisasi anak-anaknya.

"Imunisasi? emang ini hari apa?" tanyanya bingung.

"Hari Rabu sayang, minggu ke 2."

"Masa sih? Bukannya jadwalnya minggu ke 3?" tanya Yuna masih tak yakin.

Dika membuka ponselnya, memperlihatkan aplikasi reminder dan menunjukkannya pada Yuna.

"Kamu bilang sebulan yang lalu minggu ke 2 Na."

Yuna memperhatikannya dengan seksama, tidak pernah tau kalau Dika turut membuat reminder untuk hal-hal semacam ini. Yuna sendiri benar-benar tidak ingat jika ini adalah jadwal imunisasi anak-anak dan ia tidak pernah memasang reminder seperti yang dilakukan Dika.

"Oh iya kali ya.. " balas Yuna.

"Kamu lupa?"

"Iya nih, akhir-akhir ini aku juga kebanyakan lupa. Maaf ya Dik."

Dika tersenyum kecil saat Yuna mengatakan kata maaf, menurutnya ini sesuatu hal yang manis meski bagi sebagian orang terkesan sepele. Sebenarnya Yuna memang tidak perlu minta maaf karena Dika tidak akan marah. Tapi Dika cukup paham kalau Yuna sedang membiasakan dirinya mengatakan kata maaf, tolong dan terima kasih.

Katanya, supaya anak-anak juga ikut meniru membiasakan berbicara tiga kalimat baik itu.

"Gapapa, mending sekarang kita bangunin anak-anak yuk."

Yuna mengangguk.

---------------------------------

Yuna tersenyum setelah selesai memakaikan baju pada kedua anak kembarnya, baju biru kembar bermotif gajah ditengahnya itu nampak begitu pas dan lucu dipakai kedua anaknya.
Yuna memandang kedua anaknya itu bergantian, wajah mereka begitu mirip. Jujur saja, terkadang Yuna sedikit kesulitan membedakan keduanya. Satu-satunya yang nampak berbeda adalah tahi lalat kecil yang berada di kening Zayyan sedangkan Zian tidak memilikinya. Jika dari kejauhan tentu itu sulit dilihat.

Saat Yuna masih asyik memandangi anak kembarnya, ia terperanjat melihat putrinya yang berlari ke arahnya lalu langsung meminta peluk tubuhnya. Yuna merengkuh tubuh kecil putrinya, lalu mengusap pelan belakang kepalanya.

"kenapa sayang?" tanyanya lembut.

Kei memasang wajah murung, kelopak matanya sudah berair.

Sebenarnya Yuna tidak perlu bertanya, karena ia sudah tau jawabannya apalagi setelah melihat Dika yang menyusuli putrinya itu kini berdiri di depannya.

"gamau disuntik.. " ujarnya melas

Yuna mengela napas, benar dugaannya. Kei ini paling takut sama yang namanya jarum suntik, Yuna harus memutar otak tiap kali Kei harus diimunisasi karena ia akan menangis sejadi-jadinya begitu tau akan disuntik. Kali ini Yuna ingin agar Dika yang membujuk Kei karena ia tahu Kei itu sangat nurut dengan Ayahnya. Tapi sepertinya untuk yang satu ini ia pun tidak mau mendengarkan perkataan Dika.

"emang kenapa gamau disuntik?" tanya Yuna

"sakit.. "

"ngga kok, cuma kaya di gigit semut tau, iya kan Pah?" Yuna menatap Dika memintanya untuk membantunya membujuk.

"Iya ngga sakit kok Kak, nanti kan suntiknya ditemenin sama Papa sama Mama."

Kei masih tetap menggeleng.

"kakak tau ga kenapa kita harus disuntik?" tanya Dika

"......."

"supaya ga gampang sakit, terus biar virus-virusnya ilang, soalnya kalo kakak sakit nanti gabisa main tau, ya kan Mah?"

Being Parents Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang