1.2: Ice cream, Ma

26.1K 2.5K 65
                                    




Usai merapikan ruangan yang berantakan, anak-anak segera mendudukkan diri di dekat mama mereka yang kini sedang berselonjoran di lantai dengan tubuh menempel pada tembok.

"Ma, ice krim mana?" pinta Ara menatap mamanya. Manik matanya menatap penuh harap agar mama mereka segera memberikan es krim kesukaan mereka.

Dinara yang tak tega melihat wajah melas anak-anaknya segera memberikan satu-persatu es krim pada mereka. Cokelat untuk Alfa. Stroberi untuk Ara. Lalu, terakhir, vanila untuk si sulung, Ana.

Dinara sendiri mengeluarkan es krim rasa stroberinya untuk ia sesap juga. Dari dulu hingga sekarang Dinara tetap menyukai es krim. Baginya es krim adalah peneman gundah yang tidak bisa ia abaikan.

"Es krimnya selalu enak," gumam Ara sambil tersenyum senang.

"Rasa es krimnya tetap sama kak sama yang sering kita makan." Alfa menyahut sambil terus menjilat es krim di tangannya.

"Iya. Tapi, tetap enak kalau kata aku," balas Ara. "Kamu makannya jangan belepotan. Nanti jadi sarang semut." Ara segera bangkit dari duduknya dan mengambil kotak tisu yang langsung ia serahkan pada Alfa. Adiknya ini sudah besar tapi masih belepotan, pikir Ara dalam hati.

"Makasih, Kakak."

"Hm."

Dinara tersenyum melihat keakraban ketiga anaknya. Meski kakinya cacat, tidak menyulitkan dirinya dalam merawat anak-anaknya yang sudah semakin besar dari hari ke hari hingga kini usia mereka tepat 10 tahun lima bulan mendatang.

"Ma, minggu kita jadi 'kan liburan ke Dufan?" Ana yang memiliki daya ingat yang kuat bertanya pada mamanya. Pasalnya sang mama pernah berjanji jika menerima royaltie besar dari hasil penjualan buku, maka mama akan mengajak mereka ke dufan. Tentunya mereka menyambut dengan gembira ajakan tersebut.

"Jadi dong. Nanti kita ditemani sama Om David."

"Om Avid pulang, Ma?" Bola mata Ara berbinar senang mendengar om-nya akan pulang.

"Jadi, dong. Kalau enggak ada Om Avid, terus bagaimana mama menjaga kalian? Kajian 'kan hyper aktif sekali. Sementara kaki mama enggak bisa bergerak bebas," kata Dinara. Matanya tertuju pada salah satu kakinya yang tidak bisa berfungsi dengan baik lagi setelah kejadian itu.

"Mama yang sabar, ya. Suatu hari nanti, mama pasti bisa jalan normal dan lari." Ana merangkak mendekati mamanya dan memeluk mamanya dari samping.

"Iya, Ma. Suatu hari nanti mama pasti bisa jalan normal dan kita bisa main kejar-kejaran." Ara ikut memeluk mamanya dari sisi samping lainnya. Tak lupa, ia juga menarik adiknya untuk ia peluk bersama mamanya.

"Hm. Aku juga enggak sabar nunggu kita bisa lari sama mama. Waktu dulu kita cuma lari di kejar Om Avid dan onty Visca." Alfa berucap sendu
"Aku jadi kangen Onty Visca yang udah pindah. Kapan Ma kita ke tempat Onty Visca lagi?" tanya Alfa menatap mamanya.

Dinara tersenyum mengusap kepala anak-anaknya dengan sayang.
"Nanti saja setelah liburan sekolah kalian. Kita langsung ke tempat Onty Visca."

"Yes!" teriak ketiganya kompak.

Visca memang bibi kesayangan mereka yang sudah pindah ikut suaminya sejak enam tahun yang lalu. Kepindahan Visca memang membuat mereka sedih, namun tidak berlangsung lama karena Visca rajin menghubungi mereka melalui telepon. Tentunya kerinduan mereka sedikit terobati.

"Ih, Alfa. Es krim kamu lumer dan jatuh ke celana kakak," protes Ara, menatap celananya yang terkena lelehan es krim.

"He-he. Maaf, Kakak. Aku enggak sengaja." Alfa nyengir menatap wajah kakaknya yang tengah merengut kesal.

Ara memang tidak pernah marah. Kakak kembarnya itu memang penyabar dan hanya akan merengut sebentar kalau sedang marah. Berbeda sekali dengan kakak kembar tertuanya yang selalu mencak-mencak ketika sedang marah.




I GOT YOU [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang