14. Giliran Adam

270 22 6
                                    

Tak terasa, satu minggu telah berlalu sejak kejadian itu. Pertemanan Dika dan Rayn pun semakin erat. Mereka melewati hari-hari dengan penuh warna seperti bertengkar, bercanda, menggoda, bahkan saling menghina. Awalnya Rayn terluka mendengar hinaan pedas Dika. Namun lama kelamaan ia mulai mengenal sifat Dika yang sedikit arogan, karena terbiasa hidup dengan kemewahan sejak kecil. Mereka pun beberapa kali menghabiskan waktu dengan jalan-jalan. Contohnya pagi ini, mereka memanfaatkan waktu liburan dengan bersantai di Taman Situ Lembang, Jakarta Pusat. Dika sangat kesal karena Rayn hanya fokus membaca buku. Perempuan itu seolah lupa kalau Dika ada di sampingnya. Padahal tujuan Dika mengajak Rayn ke mari adalah untuk menjauhkan Rayn dari rasa sedih akibat kehilangan sang ibu. Rayn mungkin tidak lagi menangis, tetapi Dika tahu jauh di lubuk hati, perempuan itu masih belum menerima kepergian ibunya.

"Lo udah lupa sama gue?"

Rayn tersentak dan menatap Dika. "Eh ... gue lupa kalo ada lo di sini."

Dika mengeraskan rahang. "Baca buku terus lo!"

Rayn terkekeh tanpa mengalihkan pandangan. Ia benar-benar suka buku yang dipinjam dari perpustakaan. "Gue pinjem banyak buku dari perpus. Makanya harus baca sampe abis."

"Emang buku apaan sih?"

"Era Reformasi. Penasaran gue sama isinya."

Dika tergelak akan jawaban Rayn. "Lo pengen jadi presiden?"

"Emangnya kalo lo suka makan kacang, lo mau jadi pemilik pabrik kacang?"

"Suka doang, nggak perlu sampe jadi pemilik pabrik."

"Nah itu!" ucap Rayn setengah jengkel. "Gue baca buku ini, bukan berarti gue pengen jadi presiden!"

"Banyak gaya lo! Biar dikata si paling kutu buku, 'kan?"

"Terserah!"

Dika mendengus. "Pengen banget dipuji?"

"Gue nggak bilang gitu, yah!"

"Tadi lo sendiri yang ngomong."

"Nggak ada, Andika!"

"Waktu lo pengen dikatai 'si kutu buku'!"

Mengembuskan napas panjang agar tidak emosi, Rayn kembali fokus membaca. Memang hanya manusia bermental semen tiga roda yang kuat mendengar cibiran Dika.

"Rayn,"panggil Dika seraya memperhatikan layar handphone. "Ini Instagram lo, bukan?" Ia menyodorkan benda pipih tersebut. Tampak sebuah akun Instagram dengan nama pengguna @raynathrsa.

"Lo tau dari mana itu akun gue?" Wajar Rayn bertanya demikian, sebab foto profil instagramnya saja si kilat kuning dari konoha.

"Wallpaper lo juga sama kayak profil instagram,"jawab Dika yakin. Ia memang beberapa kali tak sengaja melihat wallpaper perempuan di samping.

"Teliti juga lo."

"Udah gue follow. Buruan di-follback!"

"Nanti aja. Gue lagi hemat paket internet."

"Pelit lo!"

"Nggak punya duit sebanyak elu!"

Dika masih saja mendelik. "Nggak bakal gue kasih hotspot, yah!"

"Gue juga nggak bakal minta."

Oke, Dika kalah debat. Dari pada emosi berkepanjangan, ia membuka akun Instagram Rayn, dan menggulir layar sampai pada unggahan paling awal. Foto yang diunggah tidak banyak, kurang dari lima puluh. Itupun terakhir kali diposting empat bulan yang lalu. Beberapa koleksi langit senja yang diberi caption 'Taken by me'.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rayn (On going ....)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang