O2. | Sebuah Ruangan

655 61 0
                                    

Pria bermata merah ruby itu tetap membawa Athanasia ke sebuah tempat yang bahkan ia sendiri tak tahu itu tempat apa.

Sebuah mansion yang sangat bagus namun memgeluarkan aura sangat memcekam.

"Tuan, apa yang anda lakukan pada saya?!"

Athanasia memberontak namun tak bisa, cekalan pada lengannya mengencang sampai lengan Athanasia memerah.

Ia mengiris dalam diam.

"TUAN, APA KAU TULI?!"

Pria itu berhenti melangkah, cekalannya masih tercekal erat, menolehkan wajahnya menatap setengah dari wajah Athanasia.

"Diam jika kau tak mau kubunuh."

Skakmat.

Athanasia dibuat terpaku dengan ucapan lelaki didepannya ini.

Ingin menangis tapi itu tak berguna, percuma saja. Yang harus ia lakukan adalah bagaimana keluar dari lingkup pria ini.

Cekalan lengan Athanasia mengendur. Ternyata ia sudah berada didepan sebuah pintu berwarna coklat kayu.

"Jangan menunduk."

Athanasia mendongak. Matanya memerah menahan tangis, pria dihadapannya hanya diam tak berkutik.

"Istirahatlah! 1 jam lagi akan ku antarkan makanan kesini."

Setelah berucap demikian, Pria itu meninggalkan Athanasia disebuah kamar yang tak begitu luas.

"Ah, ini masih bisa ku pakai untuk istirahat."

"Aneh, siapa dia menyuruh-nyuruhku seperti itu?! Segala menggenggam lenganku hingga merah begini!"

Athanasia meracau kesal.

Akhirnya ia menyudahinya dengan helaan nafas panjang. 1 jam akan ia pakai untuk beristirahat.

Sudah cukup Athanasia tidur, matanya terbuka pelan. Dirinya kaget, pria dengan mata merah ruby sedang berdiri dihadapannya.

"Tidurmu nyenyak, tuan putri?"
Athanasia tak menjawab.

"Jika seseorang bertanya maka harus dijawab. Apa kau tak tahu tata krama?" Tanyanya, lagi.

"Nyenyak." Jawab Athanasia sekenanya.

Ia terduduk diatas kasur, menunduk karena tak mau bertatap mata dengan pria itu.

Ah, ia menyesal. Harusnya ia tak usah kabur-kaburan jika akhirnya ia akan diculik seperti ini.

"Tuan, sebenarnya kau ini siapa?" Tanya Athanasia.

Pria itu diam, sekilas tatapannya melihat ke atas. "Aku? Manusia."

"Ya aku tahu kau manusia. Namamu."

"Aku tak punya nama."

Athanasia mendecih. "Mana mungkin."

Pria itu mendengar Athanasia mendecih, lalu ia todongkan pisau runcing tepat dihadapan Athanasia.
"Sekali kau mendecih, kau mati."

Athanasia merutuki dirinya yang bodoh. Bodoh sekali ia mendecih dihadapan pria tak punya hati ini.

"A-aku minta m-maaf."

Helaan nafas panjang Athanasia dengar dari hidung pria itu.
"Sudahlah. Sebentar lagi makanan akan datang."

Pria itu keluar ruangan. Kini Athanasia menatap pintunya, sungguh miris, seorang putri yang berniat ingin kabur malah terculik dengan konyol seperti ini.

"Apa aku bunuh diri saja?"

Ia melihat ke seluruh ruangan, tatapannya bertemu dengan sebuah tali tambang berwarna coklat.

The Greatest Thing In Your LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang