“Hei, bagaimana rasanya—
—menghilang?”
Present,
COLD ONDPerth terbangun dengan suasana kamar yang berbeda. Dinding bercorak abstrak berwarna hitam dengan lilin dan lampu antik tiap sudutnya bukan suatu hal yang selalu perth lihat seperti biasanya.
Matanya membulat ketika menyadari pakaian yang ia kenakan sekarang bukan miliknya ketika pergi bersama plan tadi. Omong–omong tentang plan, perth menolehkan kepalanya dan tidak menemukan sahabat berisiknya itu. Dengan terburu–buru ia turun dari ranjang dan merasakan dinginnya lantai yang menyentuh langsung kaki telanjangnya.
"Ugh.."
"Mau kemana?"tubuh perth tersentak ketika mendengar suara berat disampingnya. Benar–benar dekat hingga perth dapat merasa bibir dingin itu menyentuh ujung telingannya. Nafas perth memberat diikuti kedua kakinya yang tak dapat berdiri dengan benar. Pandangannya memburam, sensasi aneh ini membuat perth tanpa sadar menitikkan air mata.
"Hu–hiks!"
Sebelum perth sempat terjatuh, pinggangnya sudah lebih dulu direngkuh oleh tangan dingin itu. Dibawanya kembali keatas ranjang empuk untuk ditidurkan dengan sangat hati–hati.
Saint–sang pelaku perengkuhan tadi menatap belahan jiwanya dengan pandangan yang sulit di artikan.
Mate–nya tak mau sedikitpun untuk menatapnya. Perth bahkan memejamkan erat kedua mata indahnya, tentu saja disertai buliran bening yang mengalir hingga isakan kecil mulai terdengar.
Saint yang terkejut pun menyamakan tingginya dengan posisi tidur perth. Tangannya menyentuh kedua pipi basah itu untuk di elus. Menghapus jejak air mata dan mencium seluruh wajah perth dengan sangat lembut. Perlahan perlakuan saint tadi memberikan efek, isakan yang tadi ada mulai tergantikan dengan nafas yang agak berantakan. Dalam hati saint mengucap syukur hingga tangannya merasakan kelopak mata yang terbuka.
Pandangan mereka bertemu. Mata bulat berkaca–kaca itu menatap sendu mata tajam setenang laut milik saint. Keduanya hanyut dalam pesona masing–masing, seakan ikut terbawa arus kini wajah rupawan itu mulai mendekatkan dirinya ke wajah mungil perth. Perth yang mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya pun mulai memejamkan matanya. Ketika kedua bilah bibir itu hampir bersentuhan tiba–tiba cahaya menyilaukan hadir ditengah–tengah mereka dan membawa serta saint hingga sentuhan di wajah perth terlepas. Perth membuka matanya dan berteriak ketika melihat saint diujung cahaya itu terduduk dengan posisi tubuh yang sudah berdarah–darah. Wajahnya hampir hancur jika seseorang tidak menutup matanya dan menepuk pelan pipi berisi perth dan berteriak memanggil namanya.
"Perth?!hei?sayang—PERTH!"
Perth terduduk dengan peluh membasahi dahinya. Nafasnya tak beraturan dengan air mata yang ikut menetes. Kacau—penampilan serta pandangan kosong dari perth membuat Joss sadar jika ini bukan hal yang bisa di anggap main—main.
Yang ia lakukan hanyalah membawa tubuh bergetar itu untuk di rengkuh. Dengan sesekali tangannya menghapus jejak keringat yang menyebabkan surai halus itu menjadi lepek.
"Ayah...dia–menghilang hiks, darah—dia berdarah ayah...hiks"racauan dari perth membuat joss memejamkan matanya. Hatinya terasa sakit, berdenyut nyeri mendengar apa yang di katakan barusan oleh perth.