selamat datang
"Saint, kau di dalam?" Suara manis diikuti kepala kecil yang menyembul membuat Saint yang tengah membaca buku terkekeh. Tidak menoleh namun senyum geli terukir di bibirnya.
Alis si gadis mengerut kesal. Mendorong paksa pintu berukiran bunga mawar dan masuk dengan kaki di hentak.
"Terus saja mengabaikan ku." Rengutnya sebal.
Saint menutup buku tebal yang berada di pangkuannya. Berdiri dan menghampiri belahan jiwanya yang sedang kesal. Membawanya kerengkuhan nyaman yang terasa dingin namun membuat keduanya merasakan perasaan hangat.
"Lalu aku harus apa agar si cantik ini berhenti kesal, hm?" Ucap Saint sembari menyelipkan helaian rambut sang kekasih yang sewarna madu itu kebalakang telinga.
Senyum jahil terukir di wajah gadis itu, Peach. "Hmm aku saat ini sedang ingin makan buah peach dan berry..."
Saint masih tersenyum memandang lekat pujaan hatinya. "Lalu?"
Peach melepas pelukan mereka lalu menunduk dengan kedua tangan yang mengangkat gaun putihnya ke atas sedikit, seakan memberi hormat. "Saint yang harus mengambilnya!" Ujarnya ceria.
Saint dengan gemas mencubit kedua pipi tembam yang memiliki warna merah alami itu. Bibirnya menciumi seluruh wajah tersebut dengan ciuman basah, meninggalkan jejak liur yang membuat Peach merengut sebal.
"Hey!hey!wajah ku basah!saint hih lepas!"
"Gemas gemas gemas!" Ucap Saint dan diikuti kecupan lama di bibir ranum itu.
"Baiklah kita pergi?" Saint mengulurkan tangannya dengan senyum yang tak pernah luntur.
Peach—merasa seakan hadirnya ia memang hanya untuk mencintai Saint.
Lalu mengangguk dan menerima uluran tangan dingin tersebut.
Kemudian mereka tertawa dan berlari di bawah bunga-bunga indah yang berjatuhan.
Saint—jatuh cinta untuk kesekian kali.
Jika ditanya apa yang Saint rasakan saat ini, maka ia akan menjawab perasaanya.
Perasaan kepada Perth dan Peach. Dua orang berbeda dengan jiwa yang sama. Debaran itu memang masih sama, Saint bahkan mengakui jika tak ada yang berbeda dengan rupa mereka selain jenis kelamin tentunya.
Tapi kenapa ia merasa kosong?
Saint merasa jika ia akan mati. Kelahiran kembali Peach dalam wujud Perth bukankah harus ia syukuri?
Batinnya berteriak kesal. Tiap kali menatap mata bulat dengan binar polos milik Perth, dirinya seolah tak sanggup. Ada di sudut hatinya yang mengatakan mereka berbeda. Perth bukan Peach dan Peach bukan Perth.
Seharusnya ini tidak boleh terjadi. Takdir sudah menetapkan hal ini kepadanya. Menolak sama saja dengan membunuh jiwanya kembali. Kematian Peach sudah cukup membuat dirinya hancur. Tidak untuk Perth, remaja polos yang kelahirannya sudah di tetapkan dalam genggaman dinginnya.
Saint—hanya ingin cintanya kembali.
"Kalau ingin tidur ya tidur saja sana."
"Dasar kau bajingan gila!paman mesum!bagaimana aku bisa tidur jika aku ingin di culik olehmu!"
Mean menutup kedua telinganya. Mengabaikan makian bocah sipit itu dan terus fokus terhadap jalan di depan. Ini sudah sangat malam, dan mereka masih berada di dalam mobil setelah insiden beberapa jam yang lalu.
Tidak ada yang terjadi, selain wajah tampan Mean yang terkena tamparan setelah Plan tersadar dari sakit di perutnya yang melilit itu. Jika boleh jujur, tadi merupakan tanda jika mereka bound. Ya seperti serigala jika sudah bertemu takdirnya–mate. Vampire juga seperti itu, mereka hanya menyebutnya bound.
Ketika dimana dua aroma menyatu dan memberikan reaksi ingin mengklaim dengan cara sang dominan mencium bibir takdirnya. Seperti yang pernah di lakukan Saint kepada Perth di rumah Joss contohnya.
Mean bahkan belum mencium Plan namun tamparan sudah ia dapatkan. Dan sekarang mereka terjebak entah dimana—yang kata bocah ingusan itu jika ia akan diculik dan di jual oleh paman mesum.
Kenyataannya adalah Mean hanya kelepasan tadi. Okay hanya itu, berniat membawa Plan ke mobil dan menciumnya, hanya itu sungguh. Namun akal sehatnya hilang entah kemana ketika memandang wajah sayu Plan, berakhir ingin membawanya ke kastil dan membuat Plan berteriak di bawahnya.
Namun ekspetasi selalu melenceng jauh dari realita. Lihatlah mereka, hanya berjalan mengikutu arah mata ingin.
Jika Saint tau jika Mean akan sebodoh ini ketika tidak berada di dekatnya. Mungkin ia akan mengganti otak beku Mean dengan yang baru.
Beralih ke rumah berdinding tulip. Ada hati yang sedang patah. Anak ayah Joss yang saat ini sedang menatap lamat wajahnya di cermin. Bibirnya bergetar menahan tangis. Wajahnya sudah sangat merah, apalagi dengan mata berkaca-kaca yang jika Saint tahu, maka ia tak akan segan membuat Perth menangis dibawah rengkuhannya.
Omong-omong tentang Saint, Perth kembali meneteskan air matanya. Dia benci lelaki dingin itu. Benci sekali, benar-benar benci!!!
Hatinya sangat sakit, tidak tahu kenapa. Dia ini hanya remaja tingkat atas yang tiap pulang sekolah selalu di suruh cuci piring oleh Joss. Kenapa sudah mengalami hal mengerikan seperti ini.
"Di dunia hiks modern ini...kenapa aku harus jatuh cinta padamu?!"
"Kata ayah ini namanya cinta hiks, aku ini katanya kekasihmu. Lalu–hiks dia juga bilang kau mencintaiku..."
"...tapi kenapa disini sakit sekali?bukannya kalau saling cinta akan bahagia?hiks"
Wajah menggemaskan itu—/AAAAAAAA GEMAS SEKALI
—dengan hidung mungil yang memerah dan bibir yang mencebik kesal. Perth benar-benar terlihat seperti bayi yang menangis ketika susunya habis.
"Kau sudah mencium bibirku...kau juga sudah membuat merah-merah di leherku, dan sekarang kau tidak pernah menghampiriku lagi hiks ayahhhhhh—hiks"
Seharusnya Saint tidak seperti ini. Membuat bingung perasaan polos Perth. Menyakiti hati yang tulus mencintainya dengan alibi ragu. Ini keterlaluan.
Joss yang mendengar setiap racauan anaknya itu menggeram kesal. Lord-nya harus ia nasihati. Tapi nanti setelah ia membujuk bayi yang sedang sesunggukkan itu dulu.
Hallooooooooowwwww!