Episode 4.

17 6 3
                                    

   

 WARNING!!! Episode kali ini mengandung kekerasan fisik, seperti memukul, dan mencekik. Pembaca diharapkan bijak saat membaca

TERIMAKASIH, SELAMAT MEMBACA.

       Pintu rumah terbuka perlahan-lahan, terlihat Waro, terpincang-pincang, berjalan menuju kasur jerami, dengan banyak luka di tubuhnya. Yuma berlari keluar memanggil tabib yang sibuk kesana kemari, mengobati korban peperangan. Waro sesekali berteriak kesakitan saat tabib melumuri lukanya dengan obat-obatan herbal. Waro sudah selesai diobati, tabib itu langsung berlari keluar rumah tanpa meninggalkan sepatah kata, menghampiri korban di tempat lain.

     "Hei kalian, Perkenalkan diri kalian terlebih dahulu jika ingin dilepaskan ikatannya." Waro menatap kami tajam.

      Fani memperkenalkan kami dan menjelaskan dimana kami berasal, seperti Yuma, Waro awalnya sangat terkejut lalu menodongkan senjatanya ke arah kami, namun Yuma dengan sigap menjelaskan bahwa kami berbeda dengan orang-orang yang disebut iblis. Waro meng-iyakan, ia melepaskan ikatan kami. Memberikan kami tempat beristirahat, agar kami bisa pergi dan kembali ke penginapan besok pagi. Karena ternyata ini sudah lewat tengah malam, kami terpaksa harus tidur di atas tumpukan jerami ini.

     "Hei, bangunlah kita harus segera pergi dari sini." Yuma mengguncang kakiku, aku terbangun. Terdengar suara peperangan dari diluar, tapi kali ini lebih parah. Suara senjata moderen lebih mendominasi suasana kacau ini. Aku panik, lalu bergegas membangunkan yang lain.  Kami bersiap melarikan diri.

     "Hei, kalian masing-masing bawalah senjata yang ada dipeti disana, mulai sekarang kalian harus memprioritaskan keselamatan diri kalian dahulu." Yuma menunjuk ke arah peti disudut ruangan, lalu sibuk mengintip keadaan diluar.

     Tidak ambil pusing, aku langsung membuka peti itu, mengambil benda tajam, Belati. Fani mengambil busur dengan beberapa anak panah, Erdin mengambil tombak panjang dan ketapel, sedangkan Rey mengambil godam besi. Kami sudah siap, tapi aku gugup aku tidak pernah bertarung orang sebelumnya, bahkan dalam pelajaran jasmani saja, aku selalu mendapat nilai pas-pasan.

     "Hey, Yuma. Bagaimana dengan Waro? Dimana dia? Aku tidak melihatnya, apa dia baik-baik saja?" Fani berbisik dibelakangku sambil menarik-narik tali panahnya, dia percaya diri memegangnya, sepertinya ia tahu cara menggunakannya. Berbeda denganku yang masih ragu-ragu menggunakannya. Erdin dan Rey memainkan senjatanya, mereka bersiap. Apalagi Yuma, mungkin ia sudah terbiasa memegang berbagai senjata tajam dan berbahaya. Aku harus bersiap.

       Yuma memberi aba-aba kami mengendap-endap melarikan diri dari perkampungan yang sudah tidak bisa dibilang perkampungan lagi. Kebakaran terjadi dimana-mana, molotov yang menyebabkannya. Rumah beberapa penduduk sudah hancur, mayat bergelimpangan dimana-mana. Kami harus bersembunyi dari para orang-orang disebut iblis itu, mereka membawa senapan berbahaya dan senjata menyeramkan lainnya.

      "DUAAR" Bom tiba-tiba meledak didepan , kami terpental beberapa senti kebelakang. Untung saja bom itu meledak jauh beberapa meter didepan, kalau tidak kami mungkin sudah tidak ada harapan. Yuma kembali memimpin jalan, kami mengikutinya dari belakang.

     Yuma berhenti didepan salah satu gudang yang terbakar dibagian atapnya, ia mengangkat jari telujuknya sejajar dengan bibirnya yang monyong, lalu menujuk jalan di samping gudang itu, ada tiga orang pria paruh baya berjaga disana, kami harus diam. "Kita harus melumpuhkan orang-orang itu, apa kalian sanggup? Kita tidak punya pilihan lain." Yuma berbisik pada kami.

     "Apa itu berarti aku harus membunuh seseorang? Astaga, Yuma ayahku pasti akan marah jika tahu hal ini. Membunuh seseorang adalah tindakan kriminal, kita bisa dihukum." Fani menolak Yuma untuk yang pertama kalinya, aku kehilangan kata-kata. Aku masih gugup.

Wake Me Up (Buku pertama dalam serial ini)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang