Episode 6

9 5 2
                                    

WARNING!!! Episode kali ini mengandung kata-kata kasar dan kekerasan fisik, seperti memukul, dan mencekik. Pembaca diharapkan bijak saat membaca

TERIMAKASIH, SELAMAT MEMBACA.

        "Kita ada di salah satu markas orang-orang itu, para iblis. Kita sudah disini selama satu setengah hari. Kau tahu saat aku bangun, aku menunggu kalian siuman, tapi tidak kunjung bangun juga. Bahkan aku mengira kalian sudah mati, tapi syukurlah kau bangun, aku jadi punya sedikit harapan. Hei, jika nanti ada yang datang patroli kita harus berpura-pura pingsan. Jangan banyak tanya, lakukan saja. Mereka berpatroli setiap dua jam sekali, mereka memeriksa semua sandera satu persatu." Rey berbisik kepadaku, sambil sesekali menoleh keluar sel.

         "Hei, apa bocah-bocah itu sudah bangun? Kapan mereka bangun? Bocah sialan, padahal aku belum puas memberi mereka pelajaran, masih kecil sudah berani main kasar sama yang lebih tua. Dasar anak bodoh." Aku mendengar ada seseorang mengumpat diluar. Aku menatap Rey, ia memberi isyarat, Aku pura-pura pingsan.

         "Hei bocah, jika kalian bangun nanti, akan ku patahkan tangan kalian, tunggu saja hingga kalian bangun nanti. Sebelum itu tidurlah dengan nyenyak. BUAHAHAHAHAH," Orang itu tertawa terbahak-bahak saat berjalan keluar dari ruang bersel ini.

          "Hey, George. Tuan memanggilmu sebaiknya jangan membuatnya menunggu." Ada orang lain disana, tapi aku tidak bisa melihatnya, mataku masih terpejam.

            "Apa lagi yang diinginkan brengsek tua itu? Membakar para suku itu hidup-hidup? Sungguh orang yang ambisius, dia pikir dia siapa, hah?" Pria bernama George itu mengumpat lagi, sepertinya ia dipanggil oleh seseorang yang dipanggil tuan. Aku jadi penasaran.

            "Sebaiknya kau diam, sebelum ada yang mendengar mu mengumpat. Bisa-bisa mulutmu akan dijahit olehnya."

           Mereka pergi, menutup pintu ruangan penuh sel ini, lalu menguncinya dari luar. Aku membuka mata, begitu juga dengan Rey, menghembuskan nafas, ikatan yang melilit badanku ini membuat sesak, ditambah dengan ruangan yang panas dan pengap. Aku mencoba merubah posisi tanganku yang tertahan dibelakang punggung, bisa. Rupanya pergelangan tanganku ini tidak diikat, sepertinya mereka tidak tahu pergelangan tanganku tidak terikat, tapi itu justru bisa membuatku melepaskan lilitan di tubuhku ini.  Sekarang aku bisa bergerak bebas.

            "Ah, lepas. Rey balikkan badanmu, akan ku lepaskan ikatan mu, cepat sebelum ada yang datang." Rey membalikkan badannya, aku melepaskannya. Tapi ikatan di badan Rey jauh lebih erat dan susah dibuka, aku kesusahan membukanya.

           Aku berhasil membukanya, memang membutuhkan waktu lama, yang pasti aku sudah membukanya. Rey merenggangkan badannya,

          "Terimakasih, Ran. Kamu memang yang terbaik. Sekarang apa? Kita harus pikirkan cara sembari menunggu mereka siuman." Rey memperbaiki posisi duduknya, kini ia duduk menghadap padaku, ia menatapku.

          Aku menelan ludah, lalu mulai berpikir. Apa yang akan Yuma dan Fani pikirkan jika diposisi ini, aku terus berpikir. "Ahaa. Rey bagaimana kalau begini, katamu kan setiap dua jam sekali akan ada orang berpatroli dan memeriksa setiap sanderanya. Kalau begitu kita punya waktu sekitar satu jam empat puluh tujuh menit lagi hingga petugas patroli berikutnya datang, dan di saat-saat itu, aku akan membuka pintu sel ini dengan jepitan rambutku." Aku berhenti sejenak, Rey menyela ku.

         "Jepitan? Mana? Aku tidak melihat ada jepitan di rambutmu." Rey memelototi rambutku, mencari jepitan yang tidak kunjung ketemu. Aku tertawa kecil, lalu meraih jepitan yang ku selipkan di antara pakaianku. Lalu menunjukkannya tepat dimuka Rey. Ia ber-oh saja.

Wake Me Up (Buku pertama dalam serial ini)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang