2. Mulut Ibu-Ibu

10.4K 1.8K 232
                                    

"Bangsat, pengen gua ajak baku hantam lakiknya."

"Istighfar lur, mulut ibu-ibu emang suka off side."

Harzi melampiaskan amarahnya kepada puntung rokok yang tidak bersalah, menjejalinya ujung sendal dengan begitu keras. Membuat kakak sepupunya, Lukas, jadi menghela napas panjang.

Saat ini keduanya tengah terduduk di teras rumah, padahal di dalam sudah ramai dengan sanak saudara yang datang.

"Lo itu udah jadi kepala keluarga, harus bisa mengendalikan emosi. Jangan sampai lo yang begini juga muncul pas berantem sama Kirani nanti."

"Nggak akan lah. Gue marah gini juga karna si ibu-ibu sialan yang ngefitnah istri gue, Kas!"

"Yaaa... gimana? Denger cerita lo sejujurnya bikin hati gue tergugah buat bantuin lo gebukin suaminya. Nyebelin asu."

"Heh! Kok pada misuh-misuh?" Paman mereka yang biasa dipanggil Pakde Bulan tiba-tiba muncul. Sebenarnya sih habis mengambilkan bola si Senja--putrinya di halaman rumah, lalu barusan tak sengaja mendengar Lukas berucap as*u.

"Pakde, kalau ada yang ngatain istri Pakde, Pakde bakal marah, nggak?"

"Lah iya jelas! Kenapa? Kirani ada yang ngomongin?"

"Kalau marah enaknya diapain, Pakde?"

"Pakde tuntut atas pencemaran nama baik."

Mendengar itu Lukas segera berbalik menatap sepupunya yang malah terlihat berpikir.

Tuk!

"Jangan langsung ulti dulu, anying!"

"Sakit monyet!"

Sedangkan si paman hanya geleng-geleng kepala, "Mending kamu masuk, kasihan tuh istri kamu dari tadi murung terus."

Mendengar itu Harzi spontan beranjak lalu berjalan tergesa-gesa ke dalam rumah. Ia terlalu larut dalam emosinya hingga tak memikirkan sang istri yang pasti lebih bersedih.

"Yang? Kenapa di sini?"

Kirani tersentak, buru-buru menutup botol sirup yang niatnya hanya dituang setengah jadi malah habis semuanya.

"Masih kepikiran soal tadi, ya?" Harzi bertanya seraya menarik istrinya ke dalam pelukan, "Udah dong sayang... Kan yang mereka bilang itu nggak bener, tapi kalau kamu keberatan, aku bisa bikin temen si ibu RT itu diusir dari komplek ini."

"Ck."

"Kalau mau nangis nanti aja kalau yang lain udah pada pulang, ya?"

Kirani mengangguk cepat, sebenarnya sudah mati-matian menahan tangis sedari tadi. Sama Harzi keningnya dikecup sebelum keduanya kembali menuju ruang tengah bergabung dengan yang lain.

"Aduh.... romantisnya pengantin baru~ segala rangkul-rangkulan di depan yang belum nikah."

Lirik Papa Cahyo kepada Yuta, si adik ipar yang tak kunjung menggandeng pasangan padahal sudah ondeway kepala tiga.

Tapi yang disindir hanya santai saja mencomot kerupuk udang dari toples kongguan, sesekali dicocol pakai sambal terasi yang Kirani beli pagi tadi.

look how we've grown [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang