7. Adegan Sofa

8.7K 1.7K 51
                                    

"Sayang?"

Kepala Harzi menyembul dari balik pintu, memanggil istrinya yang masih betah bermain ponsel di atas tempat tidur.

Respon Kirani hanya menoleh, menunggu Harzi melanjutkan ucapannya.

"Mandi dulu, yuk? Habis itu makan bareng aku, habis order junk food, nih."

"Nggak lapar."

Jawabnya yang buat Harzi menghela napas dan akhirnya memutuskan untuk menghampiri Kirani yang masih betah di atas tempat tidur. Ikut merebahkan diri setelah itu menarik sang istri dan menariknya dalam pelukan erat.

"Habis ini kalau aku bawa kamu kerja, kamu sanggup nggak?"

Ujarnya mengguman di antara helai rambut istrinya, Kirani yang mendengar jadi mengernyit.

"Kenapa memangnya?"

"Biar kamu nggak kesepian di rumah. Kamu nggak suka kan, kalau aku pergi-pergi terus?"

"Iya."

"Jadi, ikut aku aja, ya? Aku juga kalau nginep di luar kota suka nggak bisa tidur karena nggak ada kamu."

"Benar?"

"Benar."

Kirani ikut menghela napas, membalas pelukan suaminya lebih erat. "Maaf, ya."

"Aku juga minta maaf." Balas Harzi. "Aku nggak bakal maksa kamu buat maklumin aku, tapi yang harus kamu tahu, aku kerja gini untuk kamu, dan keluarga kita di masa depan.

Aku sayang banget sama kamu, dan aku bakal lakuin apa aja biar kamu bahagia. Jadi, jangan ada kepikiran buat ninggalin aku sendirian di rumah ini, ya? Jangan bilang-bilang kepengen pulang lagi. Aku benci dengernya."

Kirani mengangguk, dadanya sesak karena tingkah lakunya sendiri. "Maafin aku, Harzi."

"Selalu, sayang. Selalu."

Lalu singkatnya, mereka berbaikan. Sekarang saja, keduanya sudah mesra-mesraan di sofa ruang keluarga, nonton film sambil makan pizza yang tadi Harzi pesan.

"Aku loh sampai nelepon Bang Kun saking paniknya."

Kirani menahan tawa. "Oh ya? Terus apa katanya?"

"Kayaknya dia ikutan bingung."

"Kamu ini, menyebar-nyebar aib istri sendiri." Kirani menggerutu. Harzi jadi sewot sendiri.

"Makanya atuh jangan suka tiba-tiba marah ke aku."

Katanya, lalu menggigiti pipi Kirani karena gemas. Bikin istrinya memekik dan meronta ingin dilepaskan.

"Ngomong dulu, aku sayang banget sama kamu Harzi. Kitu." Ujarnya sembari menahan pergerakan Kirani.

"Kalau nggak sayang, nggak bakal dinikahin!"

"Dosa loh kamu, ngomong balik terus ke suami. Mana nggak diturutin suruhannya."

Kalau sudah dibilang begitu, Kirani pasrah saja sudah. Meski dengan wajah dongkol karena Kirani ini love language nya bukan word of affirmation sama sekali, tapi demi suami tercinta, akan ia lakukan.

"Ya udah, nih. Dengerin, ya! Aku ngomongnya cuma sekali."

Harzi mengangguk dan dengan senang hati mendengarkan. Lalu terkejut saat Kirani memilih maju, mencium pipinya sebelum membisikkan kalimat yang Harzi pintakan kepadanya. Dan itu sukses membuat jantungnya berdebar lebih kencang, hingga pipinya sedikit merona.

Kirani memekik lagi, kali ini bukan karena digigit, namun karena diterkam Harzi di atas sofa. Matanya membulat sempurna saat menyaksikan si suami sudah buru-buru melepas baju dan melemparnya ke lantai.

look how we've grown [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang