5. Soal Karir dan Keluarga

9.3K 1.8K 135
                                    

Menjelang sore, Harzi memutuskan untuk mengajak Kirani pulang ke rumah. Setelah selesai melakukan inspeksi dadakan kepada seluruh karyawannya, kini Harzi jadi kelelahan.

Kirani tahu, kalau suaminya ini memang terbilang disiplin soal pekerjaan. Buktinya, Juha yang hitungannya sahabat saja tak segan ia marahi, ditambah tadi Harzi bercerita bahwa di dapur ia mendapati seorang karyawan tengah merokok di jam kerja.

Sebagai mantan penyebat handal, Harzi sebenarnya tidak masalah. Hanya saja si karyawan melakukan itu saat sedang bekerja, yang jatuhnya sangat tidak profesional.

Pria itu jelas marah, bahkan mengancam akan mencari orang lain untuk menggantikan posisi si karyawan. Hanya mengganti, tak sampai memecat, karena istri cantiknya pernah bilang-

"Kita nggak tahu alasan dia bekerja, bisa jadi sekarang dia lagi berusaha menafkahi sebuah keluarga. Kalau kamu pecat kan dia belum tentu bisa dapat kerja lagi, terus nasib dia dan keluarganya gimana?"

Dan berakhir Harzi memeluki istrinya dengan gemas.

"Istri siapa sih iniiiiiii?"

Kirani pasrah saja diuyel-uyel. "Ngomong-omong, habis maghrib Auri sama Kak Juna mau dateng."

"Rumah kita kebanjiran tamu, ya."

"Uri mau pamitan tahuu, aku juga belum pernah ketemu dia sejak resepsi."

Harzi iya-iya saja, sibuknya ndusel di tubuh Kirani yang wangi usai mandi *wajib*.

Kan habis haid.

"Yang."

"Apa?"

"Habis ini, yuk?"

"Nggak."

"Ihh, kan udah selesai haidnya???"

"Pokoknya jangan malam ini."

Harzi merengut, "Kenapaaaa?"

"Tunggu aku mood dulu."

"Mana tahan? keburu main solo aku, Yang."

"Kamu tuh nggak denger apa kata mama? Nggak usah buru-buru punya anak, tunggu istrimu siap lahir batin dulu. Lagi pula kan kita udah sepakat, kalau aku mau kerja sebelum punya anak."

"Ini bukan soal anak, tapi soal nafkah batin untuk suamimu. Tapi kalau jadi anak, ya Alhamdulillahirabbil alamin."

"Tapi beneran setuju, kan? kalau aku nya kerja dulu?"

"Tergantung."

"Ck! Tuh kan, sekarang malah tergantung. Yang konsisten, dong!"

"Kirani, belahan jiwaku, dengerin aku baik-baik." Harzi lalu menangkup wajah sang istri.

"Kita nggak tahu, apa yang akan terjadi di masa depan. Aku takutnya pas kamu udah kerja, Tuhan malah ngasih kita anak-

-aku udah tegas mau nahan kamu di rumah selama mengandung, karena mama bilang kehamilan di usia muda itu masih amat rentan. Dan kalau sampai benar kamu hamil setelah kerja, gimana nasib pekerjaan kamu setelah melahirkan? Itu nggak gampang loh ya, kamu nyari kerjanya.

-kalau soal kamu yang ingin membahagiakan orang tua, sebenarnya semua kan itu demi kebaikan dirimu sendiri. Orang tua kamu nggak akan menuntut apapun asalkan kamu udah hidup dengan baik dan bahagia. Sekarang aku tanya, kamu bahagia kan, hidup sama aku?"

Kirani mengangguk.

"Hehehe, aku juga."

"Lanjutin!"

look how we've grown [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang