10. Karena Duit

7.5K 1.6K 166
                                    

Tok tok tok!

"Sayang? Kamu di dalem?"

Kirani tak peduli, earphone yang bertengger di kupingnya makin dirapatkan, berikut jemarinya menekan tanda + pada keyboard laptop dengan keras.

Dari pada marah-marah tak jelas dan berujung dengan tawuran, Kirani lebih baik mengurung diri di kamar bawah sambil menonton drama korea.

Harzi mengetuk lagi, dirinya baru sadar kini hari telah berganti malam setelah duduk berjam-jam di depan komputer barunya. Bermain overwatch dan among us hingga melupakan sang istri yang masih mati-matian menahan kesal.

Tak tahan diabaikan, Harzi bergerak mencari kunci cadangan kamar itu, membukanya perlahan dan menemui istrinya tengah mengubur wajah dalam bantal.

"Yang? Kenapa nangis?"

Kirani terkejut hingga spontan melempar bantal ke arah Harzi.

"Ngapain kamu di sini?!"

"Kamu kenapa nangis?" Harzi terduduk di sisi kasur, "Marah sama aku, ya?"

Kirani membuang muka, lanjut menangisi Yoon Seri yang sedang mengejar kapten Ri di perbatasan negara.

"Kiran? Beneran marah sama aku?"

Kirani benar-benar menahan diri untuk tidak meledak sekarang juga. Manusia ini benar-benar menyebalkan, sudah tahu masih juga bertanya!

"Maaf." Ucapnya dengan bibir mengerucut sembari menoel pelan lengan istrinya, "Kirani, Harzi minta maaf."

Kirani menutup laptopnya dengan keras, matanya beralih menatap si suami yang tampangnya seakan meminta untuk dihantam dengan batu bata.

"Males aku sama orang yang kerjanya minta maaf terus tapi ujungnya diulangin lagi, males."

"Itu yang terakhir sayanggg, aku janji."

"Terserah, toh semua juga uang kamu. Aku nggak punya apa-apa, cuma bergantung sama kamu."

"Jangan ngomong gitu, aku nggak suka." Harzi lalu memaksa agar Kirani menatapnya, "Serius, aku nggak suka."

"Terus sekarang maunya apa? Aku lepas tangan aja lah ngurusin duit kamu, pusing."

"Itu punya kamu sayang, semua milik kamu."

"Mungkin emang bagusnya aku kerja aja biar bisa buang-buang duit sepuasnya, beli ini itu tanpa mikirin gimana anakku bisa tumbuh dengan baik dan berkecukupan nantinya."

Harzi menghela napas, "Kan uang masih bisa dicari, Yang."

"Haha, kalau gitu salah nggak sih, kalau aku bilang lebih baik kita belajar hemat dari sekarang? Biar sewaktu-waktu ada keperluan mendadak kita nggak perlu khawatir lagi? Salah, kah?"

"Aku bisa ganti 10 kali lipat kalau masalahnya cuma karena uang!"

Kirani tersentak, terkejut mendengar Harzi yang tiba-tiba meninggikan suara.

"Aku nggak seceroboh itu, Ran. Tadi apa kata kamu? Aku nggak mikirin gimana anak aku di masa depan? Kayaknya kamu salah besar."

Pria itu mengusap wajahnya kasar, lalu keluar dari kamar setelah membanting pintu dengan keras.

Ini pertengkaran pertama mereka setelah menikah, masalah keuangan, cukup klise.

Lalu pagi diawali dengan keheningan, semalam Kirani memutuskan untuk tidur di kamar bawah. Tanpa tahu kalau suaminya tertidur di sofa hanya karena menunggui dirinya keluar untuk pindah ke kamar mereka dan tidur bersama.

Saat Harzi mandi dan bersiap-siap, Kirani buru-buru membuat sarapan beserta segelas kopi untuknya, setelah itu kembali mengunci diri di kamar.

Pria itu lagi-lagi menghela napas berat, menghabiskan sarapannya seorang diri tanpa wanita cantik yang setiap hari menemani dirinya di meja makan. Matanya sesekali melirik pintu bercat pastel di ujung sana, masih tertutup rapat meski ia tahu kalau istrinya sudah terbangun sejak tadi.

look how we've grown [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang