10. Kita Kenal?

462 55 1
                                    

"Hati-hati di jalan, Sayang!" ujar Aran melambai pada Reta yang duduk di kursi penumpang. Areta merona, malu pada supir taksi yang duduk di kursi kemudi.

Menggoda tidak tahu tempat, batin Reta.

"Malu, Aran," rengeknya manja. Aran terkekeh kemudian cowok itu melongok ke arah Pak Supir.

"Pak Supir, bawa pulang calon istri saya dengan aman ya? Awas kalau pacar saya nggak sampai tepat waktu, nggak saya kasih bintang lima." Begitu ujarnya. Reta tak dapat menahan senyumnya. Bibirnya tertarik sempurna dengan wajah yang makin terlihat memerah.

"Waduh, ya jangan, Den. Siap deh, pasti Bapak antar tepat waktu juga sampai dengan aman." Aran mengacungkan jempolnya menanggapi ucapan supir itu.

"Dadah, Calon Istri!" Aran melambaikan tangannya ketika mobil itu mulai melaju.

🌻🌻🌻

Reta berakhir di sini. Di dalam taksi yang tadi dipesankan Aran kepadanya. Terhitung sudah dua hari ini ia tidak pulang bersama Aran. Alasannya, cowok itu ada latihan futsal usai KBM dan biasanya latihan berakhir ketika Maghrib berkumandang. Reta sedikit menyesal ketika sehari lalu ngotot ingin menemani Aran latihan meskipun Aran melarang.  Hal yang kemudian membuat Aran tidak akan lagi membiarkan Reta tetap menungguinya. Kecuali jika Aran memang benar-benar butuh semangat Reta. 

"Pak, stop!" Sang sopir terperangah lantas menginjak pedal rem. Ini baru setengah perjalanan tapi Reta malah minta turun.

"Ada apa, Mbak?"

"Saya turun di sini ya!"

Seketika wajah supir itu panik. "Loh, bukannya masih jauh ya, Mbak?"

"Iya, tapi saya mau turun di sini. Ini uangnya,"

"Tapi kata masnya .... Loh ini kebanyakan, Mbak," ujarnya saat menyadari customer-nya memberi tiga lembar uang seratus ribuan. Jauh dari argo yang terpampang di depannya.

"Nggak apa-apa, siapa tahu bisa buat tambahan beli buku anak Bapak."

"Tapi, Mbak, bintang lima saya gimana?"

Reta terlihat memutar bola matanya dengan malas. "Saya pastikan Bapak dapet bintang lima, okey? Makasih, Pak!"

Reta menutup pintu mobil itu, lalu sedikit berlari ke pinggir jalan. Supir itu melajukan kembali mobilnya, sambil mengamati penumpangnya yang turun di tengah jalan. Ia bergeleng takjub, melihat Reta yang terlihat menghampiri anak kecil yang akan menyeberang.

"Rumah kamu di mana? Kenapa bawa barang segini banyak sendirian?"

"Ah, itu, anu, Kak ...."

"Nama Kakak, Areta. Salam kenal, nama Kamu siapa?"

"Aku Audy, Kak."

Deg!

Seketika pikiran Reta jatuh pada kejadian siang hari itu. Hari di mana Audi, teman seangkatannya, bergelayut manja di lengan kekasihnya. Itu siang terburuk dalam sejarah hidupnya. Reta meneguk ludahnya kasar, ia mencoba menetralisir perasaannya.

"Ya udah, ayo Kakak bantu."

Gadis itu membopong kardus berukuran sedang sembari menyebrang bersama gadis kecil yang diketahui bernama Audy.

Mereka berjalan cukup jauh, menyusuri jalan setapak yang masih berupa tanah. Masih ada, ya, jalan tanah tanpa lapis beton atau aspal, pikir Reta.

Gadis itu berhenti di sebuah rumah yang nampak luas saat dilihat dari luar. Entah di dalam luas atau sebaliknya.

Reta yang nampak asing dengan tempat ini, lantas mengedarkan pandangan. Menyisir tiap sudut tempat di depannya. Rumah Singgah, begitu tulisan yang terpampang pada bangunan itu.

Reta menoleh pada anak kecil di sampingnya. "Kamu tinggal di sini?" tanya Reta. Gadis cilik itu mengangguk dengan wajah semringah.

"Kak, Rivan!" Kontan, pekikan itu membawa pandangan Reta pada sosok bertubuh gagah yang langsung melebarkan kedua tangan usai turun dari atas motornya, bersiap menerima pelukan. Yeah, akhirnya Audy memeluk pria asing itu. Asing bagi Reta belum tentu asing untuk gadis kecil itu.

Areta masih khusyuk mengamati tempat ini. Dalam benaknya terbersit tanya, mengapa tempat ini nampak sepi?

"Kak Van, Kakak ini tadi bantu aku bawa buku-buku ini," ujar gadis itu memberitahu. Audy menarik-narik rok seragam Areta, membuat gadis itu menoleh. Tersadar akan sesuatu, ia langsung mengulurkan tangannya.

Belum sempat mengucapkan nama, cowok di itu malah menebak lebih dulu. "Reta, kan?"

"Lho, kita kenal, ya, Kak?" Reta pikir, cowok di depannya ini memang terpaut lebih tua darinya. Hal itu dapat dilihat dari wajahnya yang memang nampak tua, maksudnya, tidak cocok jika disebut anak SMA. Cowok di depan Reta lantas tersenyum.

🌻🌻🌻

Waktu bergulir cepat. Reta yang sebenarnya sosok orang yang akan kesulitan ketika beradaptasi dengan orang baru, terlihat mengobrol akrab. Entah Rivan yang pandai mencairkan suasana dan mengimbangi Reta, atau memang obrolan mereka yang memang semenyenangkan itu.

Reta berkeliling tempat ini. Luas. Sebanding luasnya, ketika di lihat dari luar. Beberapa kali anak-anak yang tinggal di sini menyapa dan tersenyum ramah ke arah mereka. Tentu Reta merasa senang.

"Jadi maksudnya, Kakak yang punya tempat ini?" tebak Reta.

"Enggak juga sih, aku di sini cuma ngajar mereka di sela libur kuliah. Ya, mungkin sesekali bagi-bagi buku, bantu nyari donatur buat anak-anak di sini. Merangkul anak-anak terlantar di luar sana supaya mereka tinggal aja di sini."

"Wah, Kakak baik, ya?" Rivan tersenyum. "Tapi, kan, sekarang bukannya belum waktunya libur kuliah ya?"

"Sengaja ambil cuti beberapa minggu buat ngunjungin mereka."

"Mereka kayaknya kelihatan senang."

Langkah mereka tertuju di tempat yang nampaknya, merupakan taman. Rivan lantas menuntun Reta untuk mengambil duduk.

Tiba-tiba sebuah keinginan terlintas di benak Reta. "Kak, boleh nggak, sih, kalau aku sumbangin buku-bukuku di sini?"

"Boleh dong."

"Mau ikut ngajar anak-anak ngaji?"

"Eum ... Sebenarnya aku udah lama nggak ngaji, Kak," celetuk Reta menundukkan wajah malu. Yang Reta ingat, terakhir kali mengaji Ramadan dua tahun lalu itupun tidak sampai khatam.

Mendengar hal itu, Rivan tersenyum tipis. "Ngajarin alif, ba, ta, bisa dong?" Reta mengangguk ceria seraya tersenyum. Nampak manis, batin Rivan.

Di tempat berbeda, Aran telah selesai dengan latihan sejak sepuluh menit lalu. Dan selama sepuluh menit itu pula ia mencoba menghubungi Reta, sayangnya, selama itu pula Reta tak mengangkatnya.

Pemuda itu berdecak kesal, ingin emosi, namun, ia ingat jika kemarin sudah berjanji pada Reta. Percaya. Itu saja.

Baiklah, Aran mencoba menenangkan diri. Mencoba tak tersulut emosi, serta berpikir positip tentang Reta.

🌻🌻🌻

Jawa Tengah, 22 Sept 2020

maeskapisme x imdenna_

Luka untuk Luka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang