Sudah tiga bulan sejak Anne tinggal di Manor ini. Selama tiga bulan ini pula, Anne selalu menghabiskan waktunya untuk melihat setiap sudut rumah ini. Mulai dari depan hingga pekarangan belakang.
Yang paling Anne suka ialah ruangan perpustakaan yang cukup besar. Anne bahkan meminta pelayan untuk membuat ruang baca nyaman di sudut perpustakaan itu. Tentu saja Anne harus meminta persetujuan Louis yang terbilang cukup alot.
Anne juga suka sekali taman bunga yang berada di halaman samping, tempat biasa yang Anne habiskan dengan minum teh di sana.
Seperti biasa Anne berjalan santai menuju ruang perpustakaan, saat hendak memasuki ruangan itu, Anne melihat seorang pria tengah asik membaca di sudut ruangan itu. Di tempat Anne biasa menghabiskan waktunya.
Anne menatap seksama pria itu, jika tidak salah pria itu salah satu teman Louis yang beberapa waktu lalu menghadiri makan siang bersama. Jika tidak salah ingat pria berkacamata itu bernama Raphael Hayer.
Anne merapikan rambutnya sedikit lalu berjalan pelan menghampiri Raphael yang masih terlena pada buku di hadapannya.
Anne berdiri tepat di samping pria itu, namun tidak ada tanda-tanda jika pria itu menyadari kehadiran Anne.
Karena tidak ada pergerakan apapun, Anne pun berdeham pelan. Mata biru itu lagi-lagi berhasil membuat Anne terkesima. Melihat mata pria di hadapannya ini seakan membuat Anne terombang-ambing di lautan luas yang jernih.
Anne kembali berdeham untuk menyadarkan dirinya sendiri. Raphael tersenyum ramah saat melihat Anne, ia merapihkan kacamatanya. "Oh, maafkan saya. Saya tidak tahu jika anda datang."
Anne ikut tersenyum, ia menggelengkan kepalanya. "Tidak apa. Ngomong-ngomong apa yang sedang anda baca Tuan Hayer?"
Raphael tertawa pelan mendengar Anne memanggil dirinya dengan menggunakan kata 'Tuan'. Anne mengerutkan keningnya bingung melihat pria di hadapannya ini bukannya menjawab pertanyaannya malah tertawa.
Raphael berdeham pelan untuk menghentikan tawanya, "Maafkan saya. Tidak usah memanggil ku Tuan Hayer, cukup Raphael saja."
Anne menggeleng, "Louis bisa-bisa membunuhku jika aku sembarang memanggil nama seseorang."
Lagi-lagi Raphael tertawa, "Louis tidak akan membunuhmu. Bagaimana jika kita berteman? Bukankah wajar jika seorang teman memanggil nama tanpa menggunakan kata 'Tuan'?"
Anne diam sejenak memikirkan ucapan Raphael, lalu mengangguk pelan. Raphael tersenyum kecil melihat anggukan itu.
"Jadi kau juga suka membaca?"
"Iya, walaupun hanya bacaan ringan atau sekedar membaca taktik pintar untuk menghadapi musuh."
Anne menaikan sebelah alisnya, "Musuh apa? Kalau musuh seperti Louis, aku ingin ikut membacanya."
Raphael tertawa mendengar itu, gadis di hadapannya yang sudah bertunangan dengan temannya itu malah menganggap Louis sebagai musuh.
"Apa yang membuat mu melihat Louis sebagai musuh?"
"Sikap seenaknya sendiri," ujar Anne sembari menyilangkan tangannya di dadannya.
"Aku tidak suka jika dia sudah berbuat kasar dan seenaknya kepada para pelayan ataupun yang bekerja padanya. Itu yang membuatku menganggapnya musuh. Aku tidak suka pria seenaknya dan kasar."Raphael menutup bukunya, menyilangkan kakinya dan menopang dagunya dengan satu tangan, "Aku akui jika dia terkadang kasar, tapi aku tahu di luar sana banyak yang mengincarnya dan bersikap licik padanya. Itu yang menyebabkan Louis tidak percaya pada sembarang orang. Dan kenapa kau bersedia menikah dengan Louis jika kau tidak suka pria kasar?"
Anne menatap pemuda di hadapannya ini, menimbang apakah harus menceritakan masalahnya dengan catatan bahwa setelahnya Anne akan di bunuh oleh Louis.
Anne mengedikkan bahunya, "Banyak hal yang terjadi, hal yang membuat aku...hmmm...suka padanya?"Raphael menatap Anne, "Kenapa kau menjawab dengan tidak yakin seperti itu?"
"Siapa yang tidak yakin? Sudah lah kenapa kita jadi membahas Louis?"
Raphael mengakat kedua tanganya, "Baiklah aku tidak akan bertanya tentang calon suami mu itu lagi. Ngomong-ngomong sejak kapan kau jadi akrab dengan Lady Maria dan Lady Angela? Terutama dengan Lady Angela, karena seingatku dia tidak menyukaimu?"
"Sejak kami menggosipkan temanmu itu. Dan bukan aku yang berusaha mendekatinya, melainkan Lady Maria yang selalu berusaha mendamaikan kami," ujar Anne sedikit tersenyum setiap mengingat Lady Maria yang tidak pernah bosan untuk datang menemuinya.
"Dan aku tidak ingin mengecewakan Lady Maria yang sudah bersusah payah," lanjut Anne menatap Raphael sambil tersenyum."Lalu bagaimana menurut mu tentang mereka?"
Anne memiringkan kepalanya dan berpikir sejenak sebelum menjawabnya, "Hmmm..., Lady Maria gadis yang manis dan ramah, dia satu-satunya perempuan terhormat yang bersikap baik padaku. Sedangkan Lady Angela, biarpun dia memiliki perkataan yang tidak sopan, aku tahu dia selalu berkata jujur dengan apa yang dia rasakan. Kurasa kelemahannya hanya bagaimana cara dia menyampaikan perkataanya saja. Secara garis besar, mereka perempuan yang baik. Bahkan Lady Angela tidak segan meminta maaf saat dia menabrak salah satu pelayan ku. Dan berkat mereka, aku selalu menghabiskan waktu yang menyenangkan." Ucapnya dengan senyum di bibir.
Semua yang Anne katakan bukanlah bentuk memuji karena Raphael teman mereka berdua. Tetapi Anne benar-benar berkata sejujurnya, walaupun terkadang dia masih sering ber-argumen dengan Lady Angela.
Raphael tersenyum sambil menggelengkan kepalanya mendengar Anne bercerita tentang kedua teman wanitanya.
Ia merogoh jam saku, ternyata sudah cukup lama ia berada di perpustakaan ini. Raphael memasukan kembali jam saku miliknya lalu bangun dari tempatnya duduk.
"Baiklah aku harus pergi. Terima kasih sudah menemani ku mengobrol Lady Anne."
Anne ikut berdiri, tersenyum dan sedikit membungkuk sopan pada Raphael, "Terima kasih kembali Tuan Raphael Hayer."
***
Raphael pun pergi meninggalkan Anne. Derap langkah Raphael berjalan mantap menuju ruangan teman baiknya.
Pemuda itu mengetuk pintu ruangan besar di hadapannya, setelah mendengar jawaban Louis, Raphael membuka pintu itu perlahan. Ia melihat Louis dengan pemandangan yang biasa, berkas pekerjaan yang menumpuk di kiri dan kanannya.
"Kau masih belum selesai dengan pekerjaan mu?"
"Dengan tumpukan ini apa yang kau harapkan?"
"Apa kau selalu bekerja sepanjang hari seperti ini?"
Louis mengalihkan tatapannya dari kerta di tangannya dan menatap temannya itu.
"Apa maksud mu?"
Raphael berjalan menuju jendela besar di sebelah kiri meja kerja Louis.
"Hanya bertanya. Tadi aku baru saja mengobrol dengan Anne. Sepertinya dia selalu menghabiskan waktunya di sana."
Louis kembali mengerjakan pekerjaannya.
"Terserah dia ingin menghabiskan waktunya dimana.""Kau tidak pernah mengajaknya ke suatu tempat?"
"Kenapa kau jadi banyak bertanya tentang calon istri ku?"
Tanya Louis sedikit kesal.Raphael hanya mengedikan bahunya. "Hanya penasaran. Ngomong-ngomong, Jake sudah kembali."
Louis menghentikan tangannya, "Lalu? Apa yang dia dapatkan kali ini?"
"Beberapa bukti jika kematian Tuan Shane adalah sebuah tindakan yang sudah di rencanakan. Dan juga tentang surat wasiat itu."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Date With The Devil
RomanceAnne Margareth, Wanita muda berumur 17 tahun. Memiliki ibu seorang PSK yang bekerja di salah satu rumah Bordil terkenal di London 'The Heaven'. Ibunya merasa sudah waktunya ia membawa Anne untuk menjadikannya juga sebagai 'Penjual Tubuh'. Louis Jaco...