Or·phic /ˈôrfik/
(adj.) mysterious and entrancing; beyond ordinary understanding
.
IF WE WERE VILLAINS
.
Hampir satu bulan semenjak pertemuan dengan Eleanor di D'Jang He. Setelah percakapan kecil yang memalukan (ketika Jong Gun mempercayai begitu saja kalau perempuan itu mengatakan bahwa dirinya adalah pacarnya, namun ternyata Eleanor tidak berkata demikian), juga pemaparan dari Eleanor mengenai apa saja yang ia ketahui dan poin-poin minus yang dimiliki perusahaan He. Jong Gun kini mengakui kemampuan berpikir rekan kerjanya.
Seperti saat ini. Ketika dirinya menemukan sosok Eleanor yang duduk di meja terujung sebuah kafe, dimana cahaya matahari sore yang hangat menyinari wajah yang terlihat dingin. Ketika sepasang mata lain itu menatapnya, juga senyuman yang mengembang seiring langkahnya yang semakin mendekat. Tidak tahu bagaimana, dirinya dapat merasakan kesan misterius menyelubungi sosok itu.
Jong Gun, mulai bertanya-tanya, apa yang disembunyikan oleh anak enam belas tahun ini? Sebagaimana CEO Choi yang menyuruh dirinya untuk mengawasi Eleanor. Juga, dirinya yang masih belum mempercayai kalau ada seseorang yang tidak bergerak karena uang.
"Kenapa kau memanggilku?" tanyanya dengan kerutan pada dahi, lalu duduk di kursi yang kosong.
"Aku ingin menunjukkan ini," kata Eleanor sembari mengeluarkan beberapa lembar foto dari dalam saku long coat-nya dan menaruhnya di atas meja, "Sebenarnya ini ilegal, tapi kita bisa memberinya ke jaksa Pill yang selalu mengawasi perusahaan konglomerat."
Jong Gun mengerutkan dahi lebih dalam saat melihat lima lembar foto yang diambil secara diam-diam, menunjukkan seorang pemuda yang tengah berpesta, salah satu fotonya menunjukkan pemuda itu tengah menghisap sesuatu di atas meja kaca.
"Aku mau pesan kopi, kau mau juga?" tawar Eleanor sudah berdiri dari duduknya.
"Ice coffee latte," jawab Jong Gun tanpa mengalihkan pandangannya dari foto-foto yang ada di meja. "Tunggu, pakai kartuku," katanya dengan cepat mengeluarkan kartu dari dalam dompetnya, namun Eleanor terlanjur berlalu ke konter tanpa mendengarnya. Menghela napas. Ia kembali memerhatikan foto-foto itu. "Bagaimana dia mendapat kan ini semua?"
Tidak lama, Eleanor kembali membawa ice americano di tangan kiri dan ice coffee latte di tangan kanan. "Ini punyamu," katanya sambil memberikan pesanan milik Jong Gun.
"Bagaimana kau mendapatkan ini semua?" tanya Jong Gun, kini menatap Eleanor yang telah duduk di hadapannya.
Mengedikkan bahunya. "Kenalan," jawab Eleanor dengan nada bertanya, yang malah membuat Jong Gun mengangkat sebelah alisnya.
"Aku tidak peduli bagaimana kau mendapatkan ini, tapi kalau terjadi apa-apa jangan sampai menyeret perusahaan."
"Aku tahu itu," Eleanor mengangguk, tidak ada perubahan pada ekspresi datarnya, "Sudah tertulis di dalam kontrak, pasal 2 ayat 1."
"Kau mengarangnya, nak? Tidak mungkin kau menghafal isi kontrak itu," kata Jong Gun tidak percaya, lalu meminum ice coffee latte miliknya.
Kali ini Eleanor yang mengangkat sebelah alisnya. "Jangan panggil ku 'nak'! Tapi, aku menghafal semuanya," balasnya, tampak tidak mengerti. "Kenapa tidak mungkin?"
Jong Gun mengerjap beberapa kali, meskipun tidak terlihat karena dirinya saat ini sedang memakai kacamata hitam dengan frame cukup besar. Tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Tapi, ketika ia memerhatikan wajah Eleanor, dirinya tidak menemukan tanda-tanda kebohongan. "Lalu, siapa jaksa Pill yang kau sebutkan? Tidak mungkin kita memberikannya secara langsung, karena kalau dia mengawasi perusahaan konglomerat, dia juga tahu perusahaan HNH."
KAMU SEDANG MEMBACA
[LOOKISM] IF WE WERE VILLAINS | IND Ver.
FanfictionPark Jong Gun adalah sebuah ketakutan yang terbentuk dari gemerlap kota Seoul. Diusianya yang baru menginjak sembilan belas tahun, dirinya memiliki segalanya. Menjadi otak di balik pendanaan yang di dapat dari dunia gelap untuk Perusahaan HNH, dan t...