"Kemana saja kau, baru kembali sepagi ini?"
Sebuah pertanyaan memuakkan menyambutnya ketika Jong Gun menginjakkan kaki di ruang tengah rumahnya. Mendapati teman serumahnya yang juga menjadi rekan kerjanya berada di balik kitchen island, sedang meneguk sebotol air mineral dari dalam kulkas, juga hanya dengan handuk kecil yang membungkus tubuh bagian bawah pusar hingga paha atasnya.
Urat-urat kecil menyembul pada tulang pelipis. Menahan kesal. Jong Gun berdecak. "Aku tidak mau berdiam diri di rumah ini dan mendengarkan desahan menjijikkanmu itu, sialan!"
Si rambut kuning tergelak. Membuang botol plastik yang telah kosong ke dalam tempat sampah. "Kalau begitu kau bisa bergabung denganku tadi, huh?" ucapnya. "Tadi ada tiga wanita kan, bisa kau pakai satu."
Mendengus keras-keras. Jong Gun berbalik untuk naik ke lantai dua. Mengabaikan ucapan Joon Goo yang malah membuatnya semakin kesal.
"Ya! Besok ikutlah bersamaku untuk memungut jatah di daerah Barat, CEO Choi sendiri yang mengatakannya," teriak Joon Goo dari lantai satu, lalu terdengar bersenandung, "oh, sekarang kan sudah besok. Berarti, hari ini!"
Jong Gun menutup pintu kamarnya keras-keras, tanpa menjawab apapun. Terlalu kesal dan terlalu lelah untuk berdebat. Ia melepaskan long coat hitamnya dan menggantungnya kembali ke dalam lemari. Kemudian kacamata–
"Dimana kacamataku?" gumamnya bingung ketika tangannya tidak menemukan benda yang bertengger di batang hidungnya. Mengingat-ingat, dan menemukan kalau dirinya melupakan kacamatanya di tempat Eleanor. Memejamkan matanya lelah, yang paling ia herankan adalah ketidak sadarannya.
Membuang napas. Jong Gun memilih untuk segera mengistirahatkan tubuhnya di atas ranjang. Karena beberapa jam kemudian, sudah ada berbagai pekerjaan yang menantikan dirinya. Meski saat itu ia tidak begitu menyesali kelelahannya, karena dirinya mendengar banyak hal menarik dari seorang perempuan berusia enam belas tahun.
.
IF WE WERE VILLAINS
.
"Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Jong Gun ketika mendapati wajah yang akhir-akhir ini sering ia temui. Bagaimana ia tidak bertanya, kalau wajah itu tampak sangat kusut dan telihat jelas warna hitam di bawah matanya.
Menutup pintu mobil. Ia duduk pada kursi penumpang. "Jelek sekali ya?" Eleanor menoleh ke samping, dimana Jong Gun duduk di balik kursi kemudinya. Meringis. Tidak ada usaha untuk membuat penampilannya terlihat lebih baik.
Jong Gun hanya menaikkan sebelah alisnya, lalu menyalakan mesin mobil. "Kenapa aku harus menjemputmu di sini, bukannya jadi jauh kalau kau jalan?"
Menghela napas. Eleanor menyisir helaian poninya yang telah memanjang ke belakang dengan jemarinya. "Mereka mempergunjingkan aku."
"Apa yang mereka katakan?" tanya Jong Gun lagi, seperti tahu siapa yang dimaksud oleh lawan bicara.
"Katanya," jeda, Eleanor tampak berpikir sesaat, "Ada om-om yang 'mensponsori'-ku."
Mendengarnya, Jong Gun menarik satu sudut bibirnya ke atas, menyeringai. "Kau terganggu dengan ucapan seperti itu, huh? Aku memang terlihat seperti salah satunya, tapi pasti yang terbaik yang pernah mereka lihat."
"Hah." Eleanor memincingkan matanya, sedikit terganggu dengan kepercayaan diri pemuda di sampingnya. "Aku hanya tidak mau, identitasmu diketahui mereka." Menarik sabuk pengaman. Eleanor memejamkan matanya. "Dimana kita mau berlatih dansa?" tanyanya setelah terdiam beberapa waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[LOOKISM] IF WE WERE VILLAINS | IND Ver.
FanficPark Jong Gun adalah sebuah ketakutan yang terbentuk dari gemerlap kota Seoul. Diusianya yang baru menginjak sembilan belas tahun, dirinya memiliki segalanya. Menjadi otak di balik pendanaan yang di dapat dari dunia gelap untuk Perusahaan HNH, dan t...