We can do the impossible
We have the power in our hands
And we won't stop 'cause we've got
To make a difference in this life
With one voice, one heart, two hands, we can>>We Can<<
Song by LeAnn Rimes🎵🎵🎵
Perjalanan dari bakery ke perusahaan milik atasanku memakan waktu setengah jam lebih karena macet. Aku berdecak kesal beberapa kali karena teh dalam cangkir kertas yang aku pegang sejak tadi mulai dingin. Sudah pasti aku akan terkena omelan lagi.
Begitu mobil menuju lobi perusahaan, aku melihat atasanku dan suaminya keluar dari pintu utama gedung. Ketika mobil berhenti, aku buru-buru keluar dan menginjak genangan air. Aku mengerang kecil. Mengabaikan sepatuku yang sedikit basah, aku berjalan cepat ke arah atasanku lantas menyodorkan gelas kertas berisi teh pada wanita berusia enam puluh tahun—yang memakai setelan kerja putih gading. "Tehnya, Bu Melani."
Setelah menerima gelas itu, dia tak mengucapkan terima kasih dan justru memarahiku. "Kamu beli cuma satu?"
"Iya, Bu."
Melani menunjukkan ekspresi kesal luar biasa. "Haduh, Ayudya. Terus Bapak minum apa?"
Aku tak lupa jika tadi hanya Melani yang ingin minum teh. "Bapak, kan, nggak minta."
Kembali Melani mendesah. "Ayudya ..., Ayudya. Ya, kamu inisiatif, dong. Aku ke sini buat nemenin Bapak meeting. Pasti pulangnya bareng Bapak."
Suami Melani merangkul wanita itu dengan tangan kirinya. "Sudah, sudah. Nggak apa-apa. Kita minumnya satu gelas berdua aja. Biar romantis," tutur pria berkepala botak dan perut yang membuncit.
Nampaknya Melani tak terpengaruh. "Ah, romantis apa?! Ayudya ini, kalo kerja nggak becus."
"Sudah, Ma. Gitu aja diributin. Ayo, pulang," ajak suami Melani.
Sedangkan aku hanya diam menerima kekesalan atasanku. Setelah Melani masuk mobil, suaminya memutari mobil dan duduk di sisi wanita itu. Aku sendiri duduk di samping sopir. Menembus gerimis, mobil melaju meninggalkan gedung megah perusahaan Hartanto—suami Melani.
Di tengah perjalanan, aku mendengar Melani bergumam. "Ayudya, apa ini?" tanya wanita itu.
Aku menoleh ke arah belakang. Wajah Melani mencebik dan ia menunjukkan gelas kertas.
"Matcha tea, Bu," jawabku.
Geraman Melani terdengar. "Aku minta green tea, bukan matcha tea."
Aku mengernyit. "Beda, ya, Bu?"
"Jelas beda," tanggap Melani, lantas terdengar mengeluh lagi.
Risalah Dua Hati sudah pernah dipublikasikan di Wattpad dari Bab 1 sampai 16. Cerita ini sudah tersedia di KaryaKarsa dan Google Play Book.
Untuk bab 16 akan menjadi bab 20 di versi barunya. Jadi, ada tambahan atau secret part sebanyak empat bagian.
Sederhananya, untuk versi Wattpad hanya 16 bab, sedangkan versi baru ada 14 bab tambahan (tidak tayang di Wattpad).
Total seluruhnya tiga puluh bab
Untuk pembaca baru, sebaiknya membaca ulang dari awal di KaryaKarsa atau Google Book karena versi Wattpad ini hanya cupikan saja.
KaryaKarsa:
> Bab 1-28, +Spesial, +Bonus
> Dibuat per dua bab agar kalian dapat mendukung/membeli bab yang kalian suka saja
> Jika ingin hemat, tersedia paket/tier, di mana sekali mendukung/membeli dapat membuat seluruh bab tanpa membayar lagiGoogle Play Book:
> Bab 1-28, +Spesial, +Bonus
> Dibuat menjadi tiga bagian;
bab 1-11, bab 12-21, bab 22-bonus, bab penuh atau full versionDikarenakan Vintari masih hiatus, pertanyaan lebih lanjut akan dijawab admin (fast respon) bisa melalui DM Instagram; vintariwp
KAMU SEDANG MEMBACA
Risalah Dua Hati
Ficción GeneralToo good to be true, mostly not good. Ayudya Sudrajat hanya mengetahui segala sifat baik pria yang akan dijodohkan dengannya. Tak menolak calon suami pilihan sang ibu, Ayudya bersedia menikah meski cemas luar biasa dan berpikir pernikahannya tak aka...