0.1

1.2K 74 2
                                    

Terik matahari yang sangat menyengat membuat gadis cantik yang tengah menyapu halaman sekolah mengeluh. Gladis, siapa lagi jika bukan dia hukuman yang diberikan tidaklah main-main.

"Ishh, tu guru emang ya ga punya perasaan ngasih hukuman ga tau aturan banget, mana luas banget ni halaman."

Begitulah adanya, walau mengeluh seperti apa hukuman tetaplah hukuman.

"Hei Gladis," tepukan dari seseorang mengagetkan Gladis.

"Apa sih lo, ngagetin aja kalo gue jantungan gimana," anehnya teman Gladis hanya cengar cengir seolah olah ia memang tidak membuat kesalahan.

"Ya maaf deh, eh lo ga ke kantin apa udah jam istirahat nih," tanya teman Gladis. Dengan kesal Gladis menghentak-hentakan kakinya, "lo ga liat apa, tuh guru killer ga main-main kasih gue hukuman mana ga kelar-kelar lagi."

Ana, teman Gladis hanya bisa meringis kasihan melihat temannya yang dihukum oleh guru killer. "Gue bantuin aja gimana, biar cepet kelar deh kasian gue liat lo," dengan pasrah Gladis hanya mengangguk.

Jika tidak dibantu, sampai kapan ia akan selesai. Bayangkan saja luas dari lapangan ini 2 kali lebih lebar dari lapangan sekolah biasanya. Memang guru yang sadis.

Hanya membutuhkan waktu kurang dari 1 jam mereka membersihkan halaman sekolah. Pelajaran, ah iya bukankah teman Gladis seharusnya mengikuti pelajaran. Namun demi sahabat yang sangat dicintainya itu, ia rela mengorbankan pelajarannya hanya untuk membantu hukuman gadis itu. Terkesan berlebihan memang, namun tidak apa.

"Huhh, akhirnya selesai juga ya," Gladis meletakkan sapu yang ia pegang disamping pohon.

"Iya ya, kenapa ga dari tadi aja ya gue bantu lo," senyum ana sambil menatap Gladis. "Yee elu mah, eh btw makasih ya udah bantuin sampe-sampe lo ngorbanin jam pelajaran kaya gini."

"Ga papa lah kaya sama siapa aja, yodah yok kantin laper nih aus juga," ucap Ana sambil berdiri dari duduknya.

"Kuylah, aus juga nih dari tadi pagi ga diizinin ngantin."

***

Sepi, itulah yang menggambarkan kantin saat ini. Kedua gadis itu pun memilih duduk di pojok kantin, di mana tempat yang strategis.

"Mau pesen apa lo, biar gue aja yang pesenin," ucap Gladis yang masih berdiri sambali menyenderkan badannya di samping meja.

"Gue es teh sama bakso, kaya biasanya ya bakso kecilnya banyakin kuahnya jangan banyak-banyak sama suruh kasih bawang goreng," pesan Ana yang membuat Gladis melongo.

"Gila lo, pesen aja sendiri ga kira-kira emang," omel Gladis yang hendak pergi namun dicekal Ana.

"Yaelah sekali-kali napa, kan lo juga yang niat mesenin makanan," tatapan yang diberikan Ana memang mampu meluluhkan hari Gladis. Terbukti gadis itu pun mengangguk, ia segera pergi untuk memesan makanan.

Tidak membutuhkan waktu lama, sebab Gladis tidak bersusah payah untuk mengantri. Ia pun kembali membawa dua mangkok bakso serta minumannya.

"Pesanan datang, tuh bakso lo yang super duper ribet," kesal Gladis dengan menyerahkan mangkok bakso Ana. "Aaaa makasih Gladis, sayang deh," ucapan Ana hanya diangguki oleh Gladis.

Mereka makan dengan tenang, tidak ada bising yang menemani mereka seperti biasa. Tenang, itulah yang mereka rasakan dengan nikmatnya makanan yang disantap. Hingga suara bising gebrakan meja mengagetkan keduanya.

Brakkk

Uhukk

Uhukk

Uhukk

"Gila siapa sih, ngagetin aja," kesal Ana sambil meminum es tehnya.

Kedua gadis itu menengok kanan kiri, melihat siapa yang mengganggu aksi makan mereka. Seketika kedua mata mereka membulat, melihat siapa yang melakukan aksi tersebut.

Galaska Andromeda

Putra dari pengusaha terkenal, kehidupannya sangatlah tertutup. Tidak ada satu orang pun yang berani mengusik seorang Laska. Jika pun berani, maka nyawa taruhannya.

"Dis kayanya situasi udah ga mungkin deh buat kita makan, pergi aja yok," ajakan Ana membuat kernyitan di dahi Gladis.

"Loh kenapa An, ini makanan kita belum habis lho sayang kalo ga dihabisin."

"Ga ada waktu Gladis, lo kau ngundang amarah Laska dia itu ga mau kalo ada orang jika dia sedang ada di kantin," jelas Ana pada Gladis.

"Yauda biarin aja, toh kita ga buat onar kan," Gladis tetap pada pendiriannya untuk menyelesaikan makan.

Sedangkan yang menjadi topik pembicaraan sudah menatap tajam ke arah meja kedua gadis tersebut. Dengan gemetar Ana menarik lengan Gladis secara paksa. Mereka pun keluar dari kantin dengan lari terbirit-birit.





Hmm jumpa kembali, berapa hari ya ga up ni cerita. Bukan males sih, tapi ya ga ada ide aja buat nerusin. Tapi it's okelah aku bisa handle. Oh ya, jangan lupa vote komennya di tunggu ya. Kalo ada salah penulisan atau apa jangan sungkan buat komen ya. Mau kasih masukan, aku terima juga kok. Sudah dulu, babay guys.

GalaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang