Tringgg
Bel panjang berbunyi pertanda bahwa waktu pulang sudah tiba. Siswa yang tadinya tertidur pulas bangun dengan sendirinya. Waktu pulang memang surga dunia bagi siswa, setelah lelah dengan tugas dan materi yang disampaikan guru.
"Dis, nanti jadi kan kerja kelompoknya," tanya Ana dengan tangan yang memasukkan buku-buku ke dalam tas.
Gladis masih sibuk mengeluarkan buku-buku dari laci mejanya. "Jadi dong, eh kapan sih pengumpulannya?"
"Kamis."
Gladis mengagguk-anggukan kepalanya. Gladis dan Ana memang sudah merencanakan untuk belajar kelompok di rumah Ana. Memang ya sahabat itu tidak lekang oleh waktu. Sampai-sampai tugas saja mereka bisa satu kelompok.
"Udah selesai nih, yok pulang," ujar Gladis seraya mengangkat tasnya. "Let's gooo," teriak Ana dengan menarik lengan Gladis.
Gladis dan Ana memang sudah berteman lama. Mereka bertemu semenjak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Keduanya sangat dekat, banyak yang mengira mereka kakak beradik. Sebab kemana-mana selalu berdua. Dua gadis dari keluarga sederhana, dengan bakat dan keunikan yang berbeda. Itu 'lah mereka.
"Mang stop mang, stop," teriak Ana pada sopir angkot.
Kedua gadis itu turun dari angkot setelah membayar pada sopir. Kini mereka hanya perlu berjalan menuju rumah Ana yang tidak jauh dari jalan raya.
"Eh Na," panggil Gladis yang di jawab deheman oleh Ana, "lo tadi kenapa ngalah sih, tau ga gue risih banget selama pelajaran tadi," perkataan Gladis menuai kernyitan di kening Ana.
"Kenapa, ada masalah sama Laska?" tanya Ana.
"Bukan masalah lagi Na, tapi lebih dari itu." Ana kembali mengernyitkan keningnya, "maksud lo?" Tanya kembali Ana pada Gladis.
"Iyaa, masa seharian ini dia merhatiin gue pas guru kasih materi 'lah, tugas 'lah, ga abis pikir gue ngapain tu bocah merhatiin gue." Pertanyaan yang ditanyakan pada dirinya sendiri.
"Ya mungkin dia suka sama lo."
Ucapan Ana membuat Gladis tersedak ludahnya sendiri. "Maksud lo bilang kek gitu?" Tanya Gladis dengan mata memicing.
"Laska itu suka sama lo, gue tau dari gelagat dia yang seolah ga pengen ada pengganggu diantara kalian." Perkataan Ana menuai pemikiran lebih di dalam otak Gladis.
"Apa iya, ahh ga mungkin masa Laska suka sama gue sih," batin Gladis.
Gladis menolak keras pemikiran tersebut. Ana yang melihat Gladis bertingkah aneh menjadi bingung. "Heh lo kenapa, kesambet?" Sontak mendengar itu Gladis memukul kepala Ana.
"Aduh, sadis amat sih lo," rintih Ana sambil memang kepalanya.
Tidak dirasa, kedua gadis itu sudah sampai di depan rumah Ana. Sunyi, itu 'lah yang menggambar 'kan rumah Ana saat ini. Tidak jarang memang kedua orang tua Ana di rumah, sering kali kedua orang tua Ana pergi ke rumah neneknya yang ada di kampung. Maklum, sudah tua dan nenek Ana memang tidak mau ikut ke rumah keluarga Ana. Sebab ia ingin tinggal di rumah peninggalan suami nya.
So sweet ya? Please yang jomblo harap jangan berandai-andai lebih🤣
"Yok masuk," ajak Ana pada Gladis. "Anggep aja rumah sendiri, kalo mau apa-apa ambil aja di dapur gue mau ke atas dulu ganti baju." Ujar Ana seraya pergi ke kamarnya.
***
"Pastikan semua rencana berjalan dengan baik, jangan sampai ada kesalahan barang sekecil apapun."
Ucapan dingin dengan perintah yang terselip. Perencanaan yang matang dibuat oleh Laska untuk sang pujaan hati. Siapa yang tahu pikiran seorang Laska. Dengan segala cara ia kerahkan untuk mendapatkan gadis kecilnya.
"Aka..Aka, sini deh main ama adis," ujar gadis kecil berambut panjang.
Pemuda yang dipanggil Aka tersebut menoleh. "Ga mau," ucapnya.
"Aka jahat, ga mau main sama adis," gadis kecil itu seolah merajuk dengan sikap pemuda tadi.
"Biarin," acuh pemuda itu seraya beranjak dari tempatnya.
Sekilas memori tentang gadis kecil yang merajuk pada seorang pemuda terlintas. Laska terkekeh dengan pandangan tertuju pada foto dua anak kecil beda jenis. Jika waktu bisa diputar, ia pasti akan selalu ada di samping gadis kecilnya. Bermain bersama. Namun sayangnya, semua itu sudah berlalu semenjak ia pergi ikut kedua orang tuanya.
"Tunggu Aka mu ini sayang, Aka akan jemput Adis," ujar Laska pada dirinya.
Keheningan kembali menyelimuti ruangan itu. Hening, tidak ada suara apapun. Dentingan jam menjadi dominan suara saat itu. Laska? Keheningan merupakan kelemahannya. Ia terlarut dalam pemikirannya tentang rencananya. Pikiran negatif mulai memasuki otaknya.
"Arghhh, sial kenapa harus ada lagi arghhh," raungnya dalam keheningan.
Perlu diketahui, ruangan yang Laska tempati sekarang ialah ruang kedap suara. Sehingga, tidak ada siapapun yang akan mendengan raungan kesakitan nya.
"Penyakit sialan, enyahlah kau arghhh."
Kecemasan mulai melanda Laska, hal yang tidak ia duga terjadi. Ia mencari sesuatu di sekitarnya. Meja kerja yang tadinya rapi, sekarang sudah menjadi kapal pacah. Laci mulai ia buka, dan ya apa yang ia cari sekarang sudah terdapat di genggaman nya.
Label dengan tulisan, 'obat penenang' dengan tata cara dan aturan pemakaian nya. Laska mengambil 2 butir dari dalamnya. Meminumnya, apa yang terjadi selanjutnya. Laska kembali pada ketenangan nya.
Halloo, udah berapa hari ga up aku. Maaf ngaret, cuman bisa bilang jangan lupa vote n komen ya. Jika ada typo mohon koreksi ya, Makasih.
Ohh ya, mau kasih tau aja. Kalo Galaska up tiap weekend ya, tapi ga janji sih. Kalo emang bisa aku usahain wkwkw.
KAMU SEDANG MEMBACA
Galaska
Teen Fiction"Kau milikku.." Gladis mengernyitkan keningnya, berfikir keras apa maksud dari pemuda ini. "Apa maksud perkataanmu," tanya nya pada pemuda itu. "Kau milikku, hanya milikku, tidak ada yang boleh memiliki mu selain aku. Camkan ini baik-baik, siapapun...