0.5

851 57 3
                                    

Tepat setelah Gladis dan Ana menyelesaikan tugas mereka. Hujan mengguyur sangat deras, Gladis yang tadinya hendak pulang mengurungkan niatnya. Gadis itu memilih berteduh terlebih dahulu di rumah Ana.

"Dis, lo mending nginep aja deh di sini."

"Ga bisa na, ibu di rumah sendirian." Gladis gelisah sebab hujan tidak kunjung reda.

***

Di sisi lain, ibu Gladis tengah gusar memikirkan sang putri yang belum juga pulang.

"Ya Allah nak, kamu kemana sih sudah hampir magrib tapi belum juga pulang," monolog ibu Gladis.

Sudah beberapa kali Naswa ibu Gladis menelpon anaknya. Namun nihil, handphone sang putri tidak aktif. Kecemasan ibu Gladis bertambah saat hujan semakin deras diiringi petir yang menggelegar.

"Hasbunallah, hasbunallah, hasbunallah."

Lantunan doa tidak henti-hentinya Naswa lantunkan demi keselamatan sang putri di luar sana.

***
"Na, gue langsung pulang aja ya." Gladis kembali membujuk Ana untuk kesekian kalinya. Gadis itu tidak tenang jika belum sampai di rumahnya.

"Lo ngeyel banget sih, ini tuh udah malem mending lo nginep sini aja deh," putus Ana.

"Ga bisa Na, masalahnya ibu di rumah sendirian," ucap Gladis dengan lirih.

Berbeda dengan Gladis yang gelisah, Ana justru kebingungan. "Fine, lo boleh pulang sekarang tapi maaf gue ga bisa anter lo sampe rumah." Gladis yang mendengar itu mendesah lega, akhirnya sahabatnya itu membolehkannya pulang.

Gladis memeluk Ana seraya mengucapkan terima kasih, Ana hanya mengangguk. Gladis mulai bersiap untuk pulang, di rasa semua sudah selesai ia pun pergi dengan Ana.

Perjalanan mereka hening, hanya suara rintik hujan yang menemani. "Sorry ya gue ga bisa anter lebih dari sini," ucap Ana dengan nada sedih.

"Ga papa kok Na, gue bisa sendiri kan udah gede." Selingan tawa pada ucapan Gladis membuat Ana lega.

"Yaudah lo ati-ati ya, kalo udah sampe rumah kabarin gue." Lambaian tangan keduanya mengakhiri pertemuan mereka hari itu.

Tepat saat Ana sudah tidak terlihat, Gladis melihat angkutan lewat. Penumpang di dalam hanya gadis itu, tidak ada yang aneh. Hingga sampai di tikungan jalan, tiba-tiba angkutan berhenti tiba-tiba.

"Loh loh ini kenapa mang," tanya Gladis pada sopir angkutan.

Tiba-tiba angkutan berhenti di jalan yang sepi, pikiran negatif mulai muncul. Gladis berusaha menghilangkan pikiran tersebut. Ia berusaha untuk tidak berfikir buruk di saat seperti ini.

"Ga tau neng, coba saya lihat dulu."

Sopir itu mulai mengecek satu persatu mesin angkutan nya. "Wah ini akinya yang rusak, maaf neng mungkin neng bisa cari angkutan lain di sekitar sini." Helaan nafas lega bersamaan dengan kecewa Gladis keluarkan.

Di jalan sepi seperti ini mana ada angkutan umum lewat. Apa iya ia harus menunggu. "Aduh mang ini jalannya sepi mana ada angkutan lewat." Ucapan Gladis membuat sang sopir melihat sekitar. Sopir itu baru menyadari jika mereka berada di tempat yang sepi kendaraan.

"Waduh saya juga kurang tau, mungkin si eneng bisa nunggu di halte depan. Setahu saya angkutan terakhir ada yang lewat ke sini nanti."

Gladis terpaksa turun dari angkutan yang ia tumpangi. Kecewa. Gadis itu menghela nafas, seharusnya ia sudah sampai rumah saat ini. Gladis memutuskan untuk pergi ke halte yang ditunjukan sopir tadi. Dingin, itulah yang dirasakannya. Gladis mulai merapatkan sweater yang ia pakai. Perjalanan yang sangat mencekam, di mana hanya ia seorang yang ada di sini. Kendaraan pun hanya beberapa yang berlalu lalang.

"Fiuuhh, akhirnya sampai juga di halte," helaan nafas lega Gladis keluarkan di saat ia telah sampai di halte yang menjadi tujuannya.

Gladis memutuskan duduk di bangku halte sembari menunggu angkutan yang dimaksud sang sopir tadi. Menit demi menit Gladis lalui, tak kunjung ada angkutan lewat. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam.

"Jalan aja kali ya, udah malem juga ga mungkin kan gue nunggu di sini terus yang ada ampe pagi ga dateng-dateng tu angkutan."

Gadis itu memutuskan untuk berjalan kaki. Demi apapun malam mulai mencekam, lampu-lampu jalan menyorot. Hawa dingin mulai merasuk ke dalam sweater Gladis. Ia mulai merapatkan kembali sweater nya. Gelisah, itulah yang dirasakan Gladis. Mau bagaimana pun ia seorang gadis, jika malam-malam masih di luar. Tidak menutup kemungkinan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

Jalanan sepi dan sunyi membuat telinga Gladis mampu mendengarkan bunyi apapun. Termasuk bunyi orang yang sepertinya tengah berkelahi. Gladis memutuskan berhenti sejenak.

Bugh

Bugh

Bugh

"Ga salah lagi, fiks ini orang lagi berantem gue harus cari itu asal suara," ucapnya seraya melangkahkan kaki mencari titik suara yang di dengar.

Jalan demi jalan Gladis susuri, dan tepat di tengah semak-semak ia melihat seorang laki-laki tengah memukul laki-laki di depannya. Gladis membulatkan matanya sebab terkejut akan kondisi pemuda yang yang mendapat pukulan tersebut.

"WOYYY, GILA LO YA ITU ORANG BISA MATI NGERTI GA." Teriakan dari Gladis menghentikan seseorang itu yang hendak memukul lawannya.

Melihat ada seseorang yang mengganggu aktivitasnya, laki-laki tadi menggeram kesal. "Lo siapa, ga usah ikut campur lagian ngapain cewe malem-malem di sini," tanya laki-laki itu.

Gladis maju dari tempatnya, membantu pemuda yang tergeletak di bawah. "Lo ga perlu tau gue ngapain di sini, itu bukan urusan lo."

Gladis memapah tubuh tak berdaya laki-laki tadi, ia hendak membawanya pergi. Namun pergerakan Gladis terpaksa berhenti saat pemuda itu henda melayangkan pukulan.

"Berhenti," ucap Gladis.

Dengan satu tarikan nafas Gladis berteriak, "PAKKK, PAK POLISII DI SINI PAK, DI SINI PELAKUNYA. TANGKAP PAK KEBURU PELAKUNYA KABURR."

Teriakan tiba-tiba Gladis membuat lelaki di belakangnya tersebut terkejut. Laki-laki itu kalang kabut, ia pun berlari dari tempat sebelum polisi menangkapnya. Di rasa sudah tidak ada orang di belakanganya. Gladis melanjutkan langkah dengan memapah laki-laki korban pemukulan itu.

"Lo kok bisa sih di hajar sama itu orang, lo ada salah ya." Pertanyaan Gladis membuka keheningan diantara mereka.

Diam. Pemuda itu tidak menjawab apapun. Gladis mencoba bertanya kembali. Nihil pemuda itu tidak ingin menjawab apapun, Gladis menyerah untuk kembali bertanya. Langkah Gladis membawa pemuda itu keluar dari tempat tadi. Jalanan mulai terlihat. Saat Gladis hendak melangkahkan kaki kembali. Ia mendengar lirihan suara.

"Adis.." Lirih pemuda itu.

Hai :v
Tampang ga berdosa banget yakk. Udah ga up malah nyengir :'
Maaf man teman readers semua, kesibukan menyita waktu saya. Ide juga menjadi penghambat, kalo ga ada ide apa yang mau ditulis dong.

Ehh btw aku mau nanya dong, enaknya manggil ibunya Gladis pake kata 'Ibu' apa kata 'Bunda'. Aku tunggu jawabannya yaww, sampe jumpa lagi, doain semoga ide nya encer ngalir kek air wkwk.

Lupa kasih tau wkwk, jangan lupa vote n komennya :'

GalaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang